Hati-hati, Hubungan yang Terlalu Dekat Justru Rentan Bubar

 Hati-hati, Hubungan yang Terlalu Dekat Justru Rentan Bubar

Naviri.Org - Ini aneh. Semakin dekat suatu hubungan (entah hubungan cinta antar kekasih, hubungan persahabatan antar kawan, hubungan darah antar saudara, atau hubungan yang lainnya), semakin besar pula kemungkinannya untuk bubar. Sekali lagi, semakin dekat suatu hubungan, semakin besar pula kemungkinannya untuk menjadi rusak. Mengapa keanehan semacam ini bisa terjadi...?

Ketika seseorang masih memiliki suatu jarak (sekecil apapun jaraknya) dengan orang yang lainnya, maka ia masih memiliki sikap respek dan semacam “sensor” untuk menjaga dirinya agar tidak menyakiti perasaan yang lainnya, atau setidaknya menjaga hati dan perasaannya. Tetapi, ketika jarak itu ditiadakan, maka sikap respek akan menghilang, dan sensor yang tadinya aktif akan menjadi mati. Ketika orang berhubungan tanpa ada jarak apapun lagi, keduanya akan merasa bebas untuk saling menyakiti.

Coba ingat-ingat lagi saat-saat pertama kau bertemu dengan orang yang kemudian menjadi pasanganmu. Pada awal-awal pertemuanmu dengannya, kau dan pasanganmu saling menjaga hati dan perasaan masing-masing. Sampai kalian jalan beberapa bulan setelah jadian pun kalian tetap menjaga hal itu. Mengapa? Karena waktu itu masih ada jarak, sekecil dan selembut apapun jarak itu.

Tetapi, ketika hubungan makin berlanjut dan kalian sudah merasa intim satu sama lain, maka jarak itu pun perlahan-lahan tersingkir dan kalian tak lagi bisa mengontrol diri. Pada waktu-waktu itulah pertengkaran-pertengkaran akan mulai meletup, dari yang kecil sampai yang besar-besaran, dari saling mendiamkan sampai saling caci-maki dan melontarkan ejekan atas kekurangan masing-masing. Ketiadaan jarak menjadikan orang kehilangan rasa respek.

Kedekatan dan keintiman atas suatu hubungan yang sama sekali tidak menyisakan jarak juga cenderung mengakibatkan kekacauan. Orang tak bisa lagi melihat, memandang dan menilai secara jernih karena pandangannya telah ditutup atau diburamkan oleh kedekatan-tanpa-jarak itu.

Jika pada kemungkinan pertama orang jadi kehilangan respek karena tidak adanya jarak sama sekali, pada kemungkinan kedua ini orang dapat menjadi fanatik terhadap pasangannya karena tidak adanya jarak untuk dapat menilai dan menimbang secara jernih. Finish-nya, ketika rasa fanatisme itu dilukai dengan kekecewaan, perasaan yang pada mulanya cinta pun kemudian dapat berubah menjadi kebencian.

Tidak adanya jarak sama sekali dalam suatu hubungan seringkali mengakibatkan akhir yang tak diinginkan, dibanding kalau masih menyisakan jarak, walau sekecil apapun jarak itu. Hubungan antar kekasih akan lebih dapat berlangsung secara sehat jika masih memiliki jarak. Hubungan antar kawan atau sahabat akan dapat berjalan lebih baik jika masih menyisakan jarak.

Bahkan hubungan antar saudara pun masih akan merekat dengan lebih baik jika masih menyisakan jarak. Mungkin sudah umum kalau kita mendengar ungkapan bahwa saudara yang berjauhan akan menimbulkan bau wangi, namun saudara yang (terlalu) berdekatan akan menimbulkan bau bangkai.

Salah satu perkembangan komunikasi (dalam bentuk tulisan) yang paling penting tapi jarang atau tidak banyak disebut-sebut selama seribu lima ratus tahun yang lalu ialah diterimanya ruang-ruang sela atau jarak di antara kata-kata.

Coba perhatikan kata-kata yang sedang kaubaca ini. Kata-kata ini dipisahkan oleh ruang-ruang atau jarak atau spasi (space), ditulis dengan menggunakan huruf-huruf kecil dengan beberapa di antaranya menggunakan huruf-huruf besar, juga ditandai dengan tanda-tanda baca tertentu sehingga cukup mudah untuk dibaca dan dipahami. Tetapi, kira-kira sebelum abad kedelapan Masehi, bahasa Latin dan bahasa Yunani ditulis dengan menggunakan huruf-huruf besar semua secara sambung-menyambung (tanpa jarak atau spasi) di antara kata-katanya. Contohnya seperti ini:

MEREKAMENULISDENGANMENGGUNAKANKATAKATAYANGMEMAKAIHURUFHURUFBESARSEMUADANTIDAKADAJARAKATAUSPASIATAUTANDABACAAPAPUNSEHINGGASULITUNTUKDIBACAATAUDIBACADENGANCEPAT

Seperti yang dapat kita lihat, cara penulisan seperti itu membuat kita membaca secara lebih lambat bahkan cenderung kacau dalam membacanya. Lebih dari itu, kita akan menjadi cepat lelah untuk membacanya. Yeah, di jaman kuno (ketika tulisan masih menggunakan metode seperti itu) teks-teks Latin dan Yunani memang hampir senantiasa dibacakan secara keras-keras oleh seseorang untuk didengarkan orang-orang yang lainnya. Hal semacam itu, dulu disebut dengan istilah “membaca dengan telinga”.

Sampai kemudian, pada abad kedelapan Masehi, orang-orang Saxon dan Gotik yang memiliki penguasaan bahasa Latin cukup lemah merasa kesulitan untuk dapat membaca tulisan yang semacam itu. Kesulitan itu kemudian dipecahkan dengan cara memasukkan ruang-ruang kosong (yang sekarang disebut spasi) di antara kata-kata agar berfungsi sebagai alat pertolongan pengenalan.

Dari sini, pemakaian spasi pada kata-kata itu pada akhirnya dapat menjadikan orang membaca secara lebih cepat, otak dapat membaca kata-kata itu lewat penglihatan dalam waktu yang jauh lebih pendek daripada yang diperlukan untuk mengucapkan atau mendengarkannya. Pada abad kedua puluh, dunia yang telah melek huruf pun menggunakan spasi dan peradaban menjadi semakin (lebih) maju. 

Sampai di sini, dan setelah belajar pada analogi di atas, sudahkah kita melihat betapa pentingnya suatu jarak dengan orang lain yang menjalin suatu hubungan dengan diri kita?

Ketiadaan jarak menyebabkan kekacauan, sebagaimana adanya jarak akan membuat kita dapat memandang secara lebih baik. Ketiadaan jarak membuat kita menjadi subjektif, keberadaan jarak akan membuat mata dan pikiran kita lebih objektif. Tidak adanya jarak akan membawa kita pada kemungkinan yang berlawanan; perpisahan, adanya jarak akan membawa kita pada kemungkinan yang juga sama berlawanan; kedekatan.

Sudahkah kautemukan jawaban mengapa hubungan yang terlalu dekat justru rentan untuk bubaran?

Kalau mau menggunakan bahasanya filsuf Heraklitus, “Tois eregomenoon hekaston eis ideion apostrephesthai.” Artinya? Ketika kita terjaga, kita berbagi satu semesta bersama—tapi ketika tidur, kita berpaling ke dunia masing-masing.

Maksudnya...?

Hmm... jadikan saja itu pe-er buatmu.

Baca juga: Cowok juga Kadang Menangis, Ini Penyebabnya

Related

Relationship 2806321033836240394

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item