Kisah Terindah di Dunia (23)

 Kisah Terindah di Dunia

Naviri.Org - “Dengar, Sobat, semua orang yang belum lama sampai di negeri ini, pasti akan punya pikiran sepertimu—ingin meninggalkan tempat ini. Tetapi semakin lama kau tinggal di sini, kau pun akan menyadari bahwa tidak ada jalan apapun yang dapat kau gunakan untuk bisa keluar dari sini—dan kau pun akhirnya akan menyadari bahwa kau tak perlu memiliki keinginan yang konyol seperti itu.” Naufal menghela napasnya. Ia terdiam sejenak saat melihat dua orang penjaga istana yang nampak berjalan di dekat mereka—mungkin tengah melakukan patroli. Dan sesaat setelah dua orang penjaga istana itu berlalu, Naufal kembali berbicara, hanya dengan nada yang lebih rendah, “Aku pun tidak jauh berbeda denganmu saat baru sampai di sini, Nazar. Aku ingin pulang—ke duniaku, ke alamku yang dulu. Tetapi setelah bertahun-tahun tinggal di sini dan aku mulai bisa mengenali seluruh tempat ini, aku pun tahu bahwa aku tak bisa keluar dari tempat ini...”

“Itu...itu tidak mungkin, Naufal,” sela Nazar, juga dengan suara yang lirih. “Pasti ada jalan yang dapat digunakan untuk dapat keluar dari tempat ini. Mereka tidak berhak mengurung kita di sini.”

“Mereka siapa?” tanya Naufal menegaskan.

“Maksudku...Ibu Ratu dan segalanya yang di sini.”

Naufal tertawa sumbang. “Tidak ada siapapun yang mengurung kita di sini, Nazar. Kita sampai di sini karena ditumbalkan oleh orangtua kita yang menukar kita dengan harta kekayaan yang diperoleh dari Ibu Ratu.”

“Dan kita diperbudak di sini,” keluh Nazar dengan jengkel.

“Gunakan saja istilah itu kalau kau lebih menyukainya.” Naufal memandang ke arah lain karena tidak enak menyaksikan tampang Nazar yang masam. “Kalau aku boleh menyampaikan pendapatku, aku lebih suka berpikir dengan cara seperti ini; kita bekerja di sini, dan kita dibayar dengan amat layak, hanya saja orangtua kitalah yang menerima pembayaran itu. Dan karena kita telah dibayar dengan sangat layak, rasanya kita pun tentu harus bekerja sesuai dengan kelayakan bayaran kita.”

“Kau sungguh pantas menjadi pengganti Laras,” sindir Nazar.

Naufal tertawa. “Jujur, pemikiran seperti itu sengaja kuciptakan untuk menenangkan hatiku sendiri.”

“Kau juga gelisah, kan?” tantang Nazar, menatap mata Naufal. “Kau sesungguhnya juga ingin bisa keluar dari sini...”

“Sekali lagi kukatakan, kau tidak paham dengan apa yang kau inginkan itu, Nazar.”

“Dan aku telah jemu dengan ucapan seperti itu!” Nazar menghela napas dengan jengkel. Ia kemudian berkata begitu lirih—seperti berbisik, “Laras pernah mengatakan kepadaku bahwa sesekali—kalau tak salah sebulan sekali—Ibu Ratu atau utusannya akan keluar dari negeri ini untuk berkunjung ke dunia kita. Itu berarti, tentunya, ada jalan untuk keluar dari tempat ini, kan?”

Naufal mengangguk.

“Kau pasti tahu dimana tempat itu. Katakan padaku dimana tempatnya,” ucap Nazar dengan penuh harap.

“Tidak akan ada gunanya,” sahut Naufal dengan suara letih. “Memang ada satu jalan rahasia yang bisa digunakan untuk menuju ke dunia kita—letaknya di belakang istana. Tapi hanya Ibu Ratu dan orang-orang tertentu saja yang bisa melewati tempat itu. Sepanjang lorong yang menuju ke sana dijaga oleh banyak penjaga, dan seandainya kau bisa menembus barisan penjaga itu pun, kau masih harus berhadapan dengan para Krog.”

“Dengan...apa?”

“Krog.”

“Dan apa itu...Krog?”

“Raksasa pemakan manusia.”

Nazar merasakan tubuhnya bergidik. “Kau bercanda, kan?”

Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (24)

Related

Romance 7975053462324369614

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item