Pro Kontra Praktik Aborsi di Indonesia

Pro Kontra Praktik Aborsi di Indonesia

Naviri.Org - Aborsi adalah praktik pengguguran kehamilan, yang kadang dilakukan atas kehamilan tidak diinginkan (KTD). Kehamilan yang tidak diinginkan tersebut bisa saja hasil perkosaan, atau kehamilan yang terjadi karena aktivitas seksual suami istri, namun keduanya tidak/belum menginginkan terjadinya kehamilan.

Di beberapa negara, praktik aborsi masih menjadi polemik, demikian pula di Indonesia. Meski ada yang pro, namun lebih banyak yang kontra. Pihak-pihak yang pro-kontra itu tentu memiliki dasar alasan dan argumen sendiri. Terkait hal itu, sepertinya dukungan terhadap yang kontra aborsi lebih banyak daripada dukungan terhadap yang pro.

Diakui atau tidak, mayoritas masyarakat Indonesia pun menolak praktik aborsi. Berdasarkan hasil studi Pew Research pada 2014, 89 persen responden asal Indonesia menyatakan tak setuju aborsi. Alasan ajaran agama menjadi faktor utama mengapa aborsi ditabukan di negeri ini.

Tak peduli apakah si bayi diinginkan kedua orangtua atau tidak, apakah dapat membawa mudarat lebih sering daripada manfaat, atau apakah pasangan sanggup bertanggung jawab membesarkan si anak kelak, pokoknya aborsi diharamkan buat sebagian besar warga Indonesia.

Meski demikian, segelintir lembaga muncul untuk mengedepankan wacana kebebasan mengambil pilihan terkait tubuh sendiri atau kerap dikenal dengan jargon “tubuhku otoritasku.” Komunitas Samsara adalah salah satunya. Pada wacana pengendalian kehamilan, ada LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang merupakan rekanan dari organisasi International Planned Parenthood Federation.

Sejak 1957, PKBI menggalakkan gerakan keluarga berencana di Indonesia. Kala itu, program KB masih dianggap sebagai pengekangan hak bereproduksi masyarakat. Padahal, urusan merencanakan jumlah anak berimbas signifikan terhadap perkembangan suatu negara, bukan cuma perkara privat yang tak semestinya dijamah pihak luar.

Ada beberapa program terkait keluarga berencana yang dijalankan PKBI, mulai dari edukasi seks dan sosialisasi KB untuk para remaja, pelayanan kesehatan reproduksi untuk orang-orang di daerah bencana, layanan konseling terkait hak kesehatan seksual, dan studi untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan klien.  

Di samping program-progam tersebut, PKBI juga memfasilitasi pasien-pasien yang datang dengan masalah kehamilan tidak diinginkan (KTD).

Dalam siaran pers PKBI tahun 2015, tercatat ada 32.729 perempuan yang mengalami KTD dan mendapat layanan aborsi aman di klinik-klinik mereka sejak 2010-2014. Jangan bayangkan yang paling banyak mengakses layanan ini adalah perempuan yang belum menikah. Sebaliknya, persentase pasien dengan KTD paling besar diduduki oleh pasien dengan status menikah, yakni 83,4 persen. Hanya 16,6 persen perempuan dengan latar belakang lajang yang menjadi pasien aborsi di klinik-klinik PKBI.

Praktik aborsi yang dilayani PKBI tentu saja bukan tanpa alasan. Tindakan ini dilakukan atas dasar maraknya praktik aborsi tidak aman yang malah membahayakan nyawa si ibu hamil. PKBI mencatat, 32 persen pasien aborsi yang datang ke klinik mereka pernah mencoba upaya menggugurkan kandungan dengan meminum jamu, 15 persen pernah dilayani oleh tenaga medis, dan 1 persen mencoba aborsi dengan bantuan dukun.


Related

Insight 9045811350311813869

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item