Skandal Senyawa Berbahaya Dalam Makanan

Skandal Senyawa Berbahaya Dalam Makanan

Naviri.Org - Masyarakat Indonesia pernah dihebohkan oleh kemungkinan adanya beras plastik, yaitu beras yang diperkirakan terbuat dari plastik. Isu soal beras plastik itu bahkan sempat menjadi isu nasional, yang menarik perhatian banyak pihak, dari para ahli sampai kalangan awam.

Isu terkait keberadaan beras plastik makin kencang berhembus lantaran salah satu laboratorium terbesar di Indonesia, PT Sucofindo, membenarkan adanya kandungan plastik dalam beras.

Mereka bahkan lebih dulu mempublikasikan hasil uji laboratorium ketimbang BPOM. Pengujian beras tersebut di laboratorium Sucofindo positif mengandung senyawa pembuat plastik berupa benzyl butyl phtalate (BBP), diethyl hexyl phthalate (DEHP), dan dimethyl phthalateshalate (DMP). Bahan-bahan tersebut biasa digunakan untuk membuat pipa paralon, kantong medis, selang, atau campuran pembuat plastik lainnya.

Senyawa-senyawa itu juga dikenal sebagai senyawa plasticizer atau peliat. Ia berfungsi meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, dan ketahanan dari suatu bahan. Senyawa ini berbahaya jika menjadi kontaminan dalam makanan. Ia dapat mengakibatkan penyakit kanker dan leukemia. Juga penyakit disruptor endokrin, yakni penurunan kualitas reproduksi, yang dapat memicu ketidaknormalan sistem reproduksi, khususnya laki-laki. Risiko ini menjadi delapan kali lebih besar ketika menimpa anak-anak dibanding orang dewasa.

Sebegitu berbahaya, Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan ibu hamil tidak menggunakan alat medis yang mengandung DEHP. Sebab, ia dapat membuat alat kelamin pada janin mengecil. Produksi sel sperma juga akan menurun jumlahnya.

Di Taiwan, kasus adanya DEHP pada makanan pernah menjadi skandal besar. Pada 2011, pemerintah Taiwan sampai melakukan penarikan besar-besaran atas produk yang terkontaminasi senyawa ini. Taiwan kemudian melarang ekspor produk tercemar, di antaranya minuman kebugaran, jus buah-buahan, teh, bonbon buah, bubuk makanan, dan tablet suplemen kesehatan.

Lalu, sebenarnya beras plastik itu benar-benar ada, ataukah hanya isu belaka?

Merujuk pada penelitian yang dilakukan BPOM, beras yang diduga terbuat dari plastik sebenarnya isu semata, atau hanya praduga yang ternyata keliru. Sebab temuan BPOM berseberangan dengan hasil lab PT. Sucofindo. BPOM tidak menemukan adanya kontaminasi plastik dalam beras yang diuji coba. PT. Sucofindo pun tak pernah mengklarifikasi temuan mereka.

Padahal, BPOM juga menguji sampel beras yang sama dari Penyidik Polri pada Polsek Bantargebang. Dalam pengujian, lembaga negara ini menggunakan Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi bahan dan jenis polimer yang mungkin terkandung dalam beras.

Selain itu, dilakukan pengujian titik leleh beras menggunakan alat Differential Scanning Calorymeter (DSC), tapi kesemuanya menunjukkan hasil negatif. Untuk memperkuat hasil pengujian itu, dilakukan uji kesetaraan substansi dengan beras standar, meliputi analisis proksimat dan logam berat. Hasilnya tetap tidak ditemukan adanya polimer dalam beras.

Tak berhenti di tingkat domestik, BPOM kemudian menghubungi The International Food Safety Authorities Network (INFOSAN), lembaga otoritas pangan di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Maksudnya untuk menanyakan kasus beras plastik yang mungkin beredar di negara lain. Namun, INFOSAN memastikan tidak ada kasus beras plastik di negara lain.


Related

Insight 7219818454008181173

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item