Qualcomm Didenda Rp 10 Triliun, dan Pelajaran di Baliknya

Qualcomm Didenda Rp 10 Triliun, dan Pelajaran di Baliknya

Naviri.Org - Dalam bisnis, perusahaan mana pun ingin mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, dan kalau bisa dengan modal sekecil-kecilnya. Karenanya, perusahaan-perusahaan tertentu kadang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan itu, salah satunya dengan cara monopoli. Praktik monopoli dalam bisnis biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang menguasai jaringan atas bisnis tersebut.

Dalam hal ini, Qualcomm bisa dijadikan contoh. Qualcomm, pabrikan chip mobile, sedang terlibat sengketa dengan sejumlah pihak di berbagai negara, lantaran dicurigai memanfaatkan posisi dominan untuk mendulang untung sebanyak-banyaknya.

Pekan ini, Taiwan Fair Trade Commission (FTC) menjatuhkan denda senilar 23,4 miliar dollar Taiwan (Rp 10,5 triliun) kepada Qualcomm lantaran dipandang melanggar peraturan soal persaingan dagang (anti-trust).

Regulator Taiwan tersebut mengatakan Qualcomm melakukan pelanggaran selama setidaknya 7 tahun. Dalam masa tersebut, Qualcomm meraup biaya lisensi sebesar 400 miliar dollar Taiwan dari perusahaan-perusahaan lokal yang memakai teknologinya.

Qualcomm disebut mempraktekkan monopoli pasar dengan menguasai standar-standar penting dalam dunia telekomunikasi dan menolak memberikan produk ke klien yang tidak setuju dengan persyaratannya.

“Qualcomm memiliki sejumlah besar paten standard essential di segmen CDMA, WCDMA, dan LTE, serta merupakan pemasok dominan dari chip baseband untuk CDMA, WCDMA, LTE,” sebut Taiwan FTC.

“(Qualcomm) menyalahgunakan keuntungan posisinya di standar telekomunikasi mobile dengan tak mau melisensikan paten yang diperlukan,” imbuh Taiwan FTC, sebagaimana dikutip Bloomberg, Kamis (12/10/2017).

Pihak Qualcomm menolak keputusan denda tersebut dan menyatakan bakal mengajukan banding. “Denda ini tidak ada hubungan rasionalnya dengan jumlah pendapatan ataupun aktivitas Qualcomm di Taiwan. Qualcomm akan mengajukan banding atas jumlah denda dan metode kalkulasinya,” ujar perusahaan asal San Diego itu.

Praktek bisnis Qualcomm yang menarik biaya lisensi besar atas teknologinya, menarik perhatian regulator di berbagai negara. Selain Taiwan, Qualcomm juga disidik di Korea Selatan, China, Jepang, dan Uni Eropa.

Pabrikan tersebut juga terlibat sengketa pembayaran lisensi dengan Apple yang memotong pembayaran senilai miliaran dollar AS ke Qualcomm, karena memandang harganya tak masuk akal.

Berdasarkan uraian tersebut, kita melihat bahwa perusahaan sebesar apa pun tidak bisa semena-mena karena merasa besar atau raksasa. Bagaimana pun, monopoli dalam bisnis adalah praktik terlarang, dan perusahaan mana pun yang melakukannya akan mendapat masalah. Mendapat untung besar, tapi juga terancam denda yang sama besar.

Baca juga: Memerangi Pornografi, Kominfo Menyiapkan Mesin Canggih

Related

News 7005196252165142363

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item