Gadis Remaja Dihukum Telanjang, dan Kekacauan Hukum di Pakistan

Gadis Remaja Dihukum Telanjang, dan Kekacauan Hukum di Pakistan

Naviri.Org - Ketika hukum bisa dijalankan sesuai selera pihak yang menghukum, maka keadilan pun tidak terjamin adil. Kenyataan itu tampak di Pakistan, di mana hukum adat masih dominan—khususnya di wilayah terpencil—dan hukum negara belum mampu menjangkau mereka.

Di beberapa wilayah di Pakistan, ada hukum yang bisa dibilang sudah ketinggalan zaman atau sangat primitif, yaitu hukum yang mengizinkan untuk membalas dendam dengan cara serupa, namun tidak adil.

Sebagai contoh, jika seorang pria berselingkuh atau memperkosa seorang wanita, maka keluarga pihak wanita boleh melakukan pembalasan. Yang jadi masalah di sini, “pihak yang dibalas” bukan si pria, melainkan anggota keluarganya (misal adik atau kakak perempuannya). Jadi, adik atau kakak si pria tadi diperbolehkan untuk diperkosa atau dipermalukan.

Kenyatannya semacam itu tentu saja sangat merisaukan, sekaligus tidak adil dan melukai kemanusiaan. Tapi Pakistan, khususnya di beberapa wilayah, masih melanggengkan hukuman semacam itu, melalui tetua adat. Seperti yang terjadi baru-baru ini. Kepolisian Pakistan menahan delapan pria karena telah mengarak seorang gadis 14 tahun dalam keadaan telanjang mengelilingi desa.

Perbuatan itu disebut dilakukan sebagai balasan atas perbuatan saudara laki-laki gadis tersebut, yang dianggap telah menodai kehormatan keluarga mereka. Menurut kepolisian kota Dera, Ismail Khan, tempat kejadian berlangsung, saudara laki-laki gadis itu dituduh telah berselingkuh.

Berdasar peraturan tetua desa, pihak keluarga perempuan yang dirugikan akibat perselingkuhan itu bisa membalas dengan mempermalukan saudara perempuan pihak laki-laki.

Dikutip dari The Guardian, insiden itu terjadi pada 27 Oktober lalu, saat delapan pria secara tiba-tiba mendekati gadis belasan tahun itu, menelanjanginya, dan kemudian mengaraknya keliling desa.

Pakistan masih menganut adanya tetua desa, yang disebut panchayat atau jirga. Mereka berhak memutuskan suatu perkara tanpa melalui hukum negara.

Keberadaan tetua desa sebenarnya ilegal, namun masih tersebar luas di wilayah terpencil yang jauh dari jangkauan hukum. Dan beberapa tetua desa diketahui mengizinkan menjadikan perempuan sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan keluarga.

Hal itu pula yang menyebabkan ratusan kematian perempuan, karena apa yang disebut dengan "pembunuhan demi kehormatan".

"Sangat disayangkan, meski telah ada undang-undang perlindungan perempuan, namun di wilayah terpencil perempuan masih dianggap sebagai benda yang bisa ditukar," kata Samar Minullah, seorang aktivis hak asasi manusia.

"Saya bersyukur, polisi mengambil tindakan atas perbuatan itu. Namun bagaimana nasib gadis itu? Dia akan terus hidup dalam stigma negatif sepanjang hidupnya," tambah Samar.

Tiga bulan sebelumnya, tetua desa di Multan, provinsi Punjab, juga memutuskan seorang gadis 17 tahun boleh diperkosa sebagai hukuman atas kejahatan seksual yang diduga dilakukan oleh kakak laki-lakinya.

Baca juga: Fakta: Setiap 34 Menit, Ada 1 Wanita India Diperkosa

Related

News 3451095099158510747

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item