Indonesia, Negara Kedua dengan Sampah Terbanyak di Dunia

Indonesia, Negara Kedua dengan Sampah Terbanyak di Dunia

Naviri.Org - Ini bukan prestasi, dan layaknya membuat kita malu. Indonesia disebut sebagai negara kedua yang orang-orangnya paling banyak membuang sampah di dunia. Bukan hanya di darat, orang Indonesia juga bisa seenaknya membuang sampah di laut, tanpa menyadari hal itu bisa berdampak pada kelestarian lingkungan, termasuk hewan-hewan di dalamnya.

Pencemaran sampah bukan cerita baru di Indonesia. Seperti yang sempat heboh tempo hari, petugas kebersihan di KM Bukit Raya milik PT Pelni tak canggung membuang sampah di tengah perjalanan dari Tanjong Priok, Jakarta Utara, menuju ke Natuna di Kepulauan Riau. Videonya beredar luas di media sosial dan mendapat tanggapan negatif dari warganet.

Bulan lalu, publik kembali dibuat geleng-geleng setelah melihat hasil jepretan foto Justin Hofman. Foto di lepas pantai Sumbawa, Nusa Tenggara Barat itu mengabadikan seekor kuda laut yang tengah berpegangan pada korek kuping.

Tahun lalu, seekor buaya di Sungai Palu tertangkap berkalung ban.

Sejumlah kasus menunjukkan betapa besar ancaman manusia pada makhluk lainnya. Orang Indonesia tercatat sebagai orang kedua terbesar yang menyumbangkan sampah ke lautan, kebanyakan berupa plastik.

Herpetolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesai (LIPI) mengatakan, reptil memiliki lambung dengan tingkat keasaman yang tinggi untuk melindungi dari bakteri. Namun, fungsi tersebut tak bekerja, bila makanan alaminya tergantikan oleh sampah plastik. Sampah plastik berpengaruh terhadap habitat reptil. Pada buaya, misalnya, plastik akan mempengaruhi kualitas kejernihan air, dan menutupi masuknya sinar matahari.

Berkurangnya intensitas cahaya matahari di dalam air akan mengurangi suhu. Sebagai hewan berdarah dingin, suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan metabolisme reptil. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap proses penetasan telur.

Menurut Amir, saat ini pencemaran sampah belum masuk pada tahap mengancam kelangsungan hidup reptil di darat. Namun, hal sebaliknya tejadi pada penyu akibat pencemaran sampah di laut. Penyu tidak bisa naik untuk membuat sarang. Kalau banyak sampah di pantai, dia kesulitan. Dia harus naik lagi ke daratan. Sedangkan kalau gak cukup tenaga buat balik ke laut dia akan mati.

Saat di laut, pergerakan sampah plastik terlihat menyerupai ubur-ubur yang menjadi makanan penyu. Masalah pencernaan makanan pun tak bisa dihindarkan.

Meski belum berpotensi menimbulkan kepunahan, data Enviromental Health Perspectives pada 2015 lalu dapat menjadi pertimbangan. Indonesia berada pada urutan kedua sebagai negara yang mencemari laut dengan 3,22 juta metrik ton sampah plastik setiap tahunnnya.

Indonesia tak sendiri. Sampah plastik telah menjadi masalah global. Pada 2015 lalu sebuah video berdurasi kurang dari sepuluh menit viral di kalangan warganet. Isinya membuat siapa pun pilu: sekelompok peneliti berusaha mengeluarkan sedotan minum plastik yang bersarang di hidung penyu Olive ridleys, di lepas pantai Kosta Rika.

“(Pada awalnya) itu tampak seperti cacing. Kami tidak percaya apa yang baru saja kami keluarkan dari kura-kura itu,” kata Christine Figgener, seorang ahli penyu di Universitas Texas A & M di College Station, seperti diwartakan National Geographic tahun tersebut.

Seperti pada manusia, jalur makanan dan udara pada penyu saling terhubung. Kemungkinan sedotan termakan, dan Olive ridleys seberat 35 kg itu berusaha mengeluarkannya. Namun, sayangnya, limbah plastik itu malah berakhir di lubang yang salah.

Dalam publikasiya di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada Juli 2015, sembilan dari sepuluh burung laut di dunia menyimpan potongan plastik di dalam usus. Limbah plastik terus meningkat sejak produksi pertama pada era 1950an.

Denise Hardesty, salah satu penulis peneltian itu, mengatakan para burung laut mengira potongan plastik layaknya telur ikan. Burung albatros dan shearwater paling sering memakan potongan limbah manusia itu.

“Mereka pikir mereka mendapatkan makanan yang layak, tapi mereka benar-benar mendapatkan makanan plastik,” kata Hardesty.

Pantai barat laut Amarika Utara juga tak memberi kabar baik. Para peneliti menghitung plasik di dalam perut burung fulmar yang terdapar di pantai Washington, Oregon, dan British Columbia, Kanada.

Sebanyak 90 persen dari 67 fulmar mengunyah plastik seperti benang, styrofoam, dan bungkus permen. Secara rata-rata, 36,8 keping plastik ditemukan di usus fulmar.

Menurut Monterey Bay Aquarium, secara global, hingga 1 juta burung laut dan 100.000 mamalia laut dan kura-kura laut mati setiap tahun, akibat memakan plastik.

Melihat kenyataan-kenyataan itu, sudikah Anda mengurangi sebanyak mungkin konsumsi plastik dan kegiatan "nyampah", agar makhluk-makhluk di muka bumi lebih lestari?

Baca juga: Negara-negara Pembuang Sampah Terbesar di Dunia

Related

World's Fact 7408267942189358806

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item