Mengenal Ojek Difa, Ojeknya Penyandang Disabilitas

Mengenal Ojek Difa, Ojeknya Penyandang Disabilitas

Naviri.Org - Beberapa orang memiliki kekurangan dalam bentuk ketidaksempurnaan fisik, semisal cacat pada kaki. Dalam kondisi semacam itu, orang bersangkutan sering kali tidak bisa mengendarai sepeda motor. Padahal, sepeda motor merupakan sarana transportasi yang murah sekaligus praktis. Karenanya, orang dengan kekurangan fisik atau disabilitas pun jadi agak kesulitan dalam urusan mobilitas.

Seperti kita tahu, sepeda motor hanya memiliki dua roda, dan pengendaranya harus memiliki keseimbangan dalam menopang kendaraan, agar tidak jatuh. Selain itu, pada motor-motor manual, kaki dibutuhkan untuk mengerem, atau melakukan perpindahan gigi. Ketika berhenti, dan akan memarkir motor, kita juga membutuhkan kaki untuk memasang standar kendaraan. Hal-hal itulah yang menjadikan orang dengan cacat kaki agak kesulitan mengendarai sepeda motor.

Meski begitu, bukan berarti orang dengan disabilitas tidak bisa apa-apa. Kenyataannya, kekurangan fisik tidak menghalangi penyandang disabilitas untuk mencari pekerjaan yang halal. Di Yogyakarta, para penyandang disabilitas difasilitasi untuk menjadi pengemudi ojek online. Mereka tak hanya mengantar penumpang di area wisata, tetapi juga sudah merambah ke pengiriman barang dan dokumen.

Adalah Triyono yang merintis “Difa City Tour and Transport”, yang dikenal sebagai ojeknya para penyandang disabilitas di Yogyakarta. Bisnisnya dimulai dari rasa kepedulian terhadap teman-temannya, para penyandang disabilitas, yang membutuhkan alat transportasi. Dengan modal awal Rp30 juta dari modal pribadi dan bantuan, ia membuat tiga buah motor yang dimodifikasi tambahan tempat duduk di samping motor, agar bisa dimanfaatkan oleh para penyandang disabilitas.

Pada awalnya, ikhtiar Triyono tidak memberikan dampak positif pada teman-temannya.

Ia kemudian berpikir untuk mengusahakan sebuah bisnis, di mana teman-temannya tetap mampu menggunakan motor tersebut. Awalnya, ia mencoba membantu teman-temannya masuk ke perusahaan ojek online. Upayanya tak berhasil sebab terhalang Standar Operasional Perusahaan (SOP) yang memiliki banyak aturan. Mulai dari pendidikan, kondisi kesehatan fisik, dan lain sebagainya. Ketatnya aturan membuat Triyono jengah. Ia pun nekat membentuk sendiri usaha transportasi dengan sistem yang mengadopsi bisnis ojek online.

“Saya juga bingung melakukannya karena ada banyak pertanyaan. Ini pertanyaan apa menghakimi,” kata Triyono mengenang masa-masa awal perjuangannya.

Tekad bulat membuatnya merancang sebuah usaha transportasi. Namun tak seperti transportasi pada umumnya, pengemudinya dipilih dari kalangan penyandang disabilitas yang direkrut dari kelompok aktivis penyandang disabilitas.

Konsep awal bisnis “Difa City Tour and Transport” adalah menjadi sarana transportasi ke objek wisata. Namun, seiring berjalannya waktu, penyerapan pelanggan tidak hanya untuk mengunjungi obyek wisata. Banyak permintaan datang dari orang-orang yang minta diantar belanja, pergi ke bandara/stasiun, dan berbagai fasiltas publik lainnya. “Kami semakin optimistis dan terus berusaha agar tarif tidak mahal,” kata Triyono.

Usaha yang dirintis sejak tahun 2015 ini, lambat laun berkembang di luar dugaan Triyono. Pelanggan yang difasilitasi layanan hotline melalui WA, Facebook, ataupun SMS, ternyata merasa mudah memperoleh layanan “Ojek Difa”. Lambat laun, “Ojek Difa” tidak hanya menjadi fasilitas antar-jemput orang, tapi juga barang, dokumen, dan surat.

Pelanggan juga tidak hanya dari kalangan disabilitas yang populasinya mencapai 3.000 orang di Yogyakarta, tapi juga kalangan umum. Persentase pelanggan, sebesar 70 persen pelanggan loyal dari kalangan penyandang disabilitas, dan 30 persen dari kalangan umum.

Kalangan umum yang jadi penumpang berasal dari kalangan menengah ke atas. Profesi mereka beragam. Mulai guru, dokter, anggota dewan, pengacara, dan lain sebagainya.

Untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan, selama mengantar pelanggan, pengemudi disarankan berkomunikasi dengan penumpangnya.  Di saat itulah, terjalin hubungan erat antara pengemudi dengan penumpang. “Pernah ada yang sampai ditawari naik haji. Ada juga yang dapat tips lebih besar dari tarif,” ujar Triyono.

Terkait tips, Triyono mengaku manajemen tidak akan mengambilnya dari pengemudi. Perusahaan sudah mengatur sistem bagi hasil tersendiri. Pendapatan di luar tarif yang ditentukan dianggap sebagai rejeki pengemudi.

Bagi hasil tidak menekan pengemudi

“Difa City Tour and Transport” tidak menerapkan setoran wajib, melainkan melakukan potongan pendapatan harian yang diperoleh para pengemudi. Besaran potongan disesuaikan dengan produk yang diambil oleh pengguna.

Ada empat produk yang ditawarkan “Difa City Tour and Transport” kepada masyarakat. Yakni layanan transportasi berupa antara jemput dalam kota, layanan city tour yaitu layanan antar-jemput wisata dalam dan luar kota, layanan massage, dan kargo atau layanan antar jemput antar kota/provinsi.

Tarif untuk masing-masing layanan berbeda. Tarif transportasi di dalam kota akan dikenakan Rp20.000 per lima kilometer. Jika lebih jauh dari ketentuan akan ditambahkan biaya Rp2.500 per kilometer.

Sedangkan layanan city tour harga dimulai dari Rp100 ribu per paket dengan batas waktu maksimal empat jam dan hanya ke empat obyek wisata di dalam kota. Tarif akan berbeda jika pengguna meminta diantar sampai ke obyek wisata yang ada di luar kota. “Kalau ke Prambanan bisa Rp150 ribu, ke Borobudur bisa Rp250 ribu,” kata Triyono.

Sementara layanan massage dikenai tarif sebesar Rp80 ribu per jam. Sedangkan layanan kargo dikenai biaya sebesar Rp100 ribu.

Dari keempat produk tersebut, Triyono menerapkan sistem bagi hasil yang tidak menekan kinerja 15 pengemudinya. Perusahaan akan mengambil 10 persen dari penghasilan transportasi biasa dan 90 persennya diberikan kepada pengemudi. Sedangkan untuk paket city tour, para pengemudi akan memperoleh 70 persen dari pendapatan dan 30 persen untuk perusahaan.

Untuk layanan massage, penghitungannya agak sedikit berbeda. Maklum, untuk layanan massage, pemijat akan diantar oleh driver. Maka bagi hasilnya ditentukan 10 persen untuk manajemen, 10 persen untuk pengemudi, dan 80 persen sisanya untuk pemijat.

Sementara bagi hasil untuk layanan kargo tak jauh beda dengan transportasi dalam kota, 10 persen untuk manajemen dan 90 persen untuk driver.

Baca juga: Peluang Usaha, Membuat Sofa dari Ban Bekas Mobil

Related

Career 7877308481036395799

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item