Bitcoin di Tengah Persaingan Mata Uang Kripto

Bitcoin di Tengah Persaingan Mata Uang Kripto

Naviri.Org - Era internet tampaknya mengubah banyak hal, termasuk cara berinvestasi. Jika di masa lalu investasi umumnya dilakukan pada barang-barang yang nyata—misal emas, tanah, properti, dan lainnya—kini orang bisa berinvestasi pada sesuatu yang bisa dibilang tak terlihat. Salah satunya adalah mata uang kripto.

Mata uang kripto adalah sebutan lain untuk mata uang digital semacam Bitcoin, dan semacamnya. Seperti kita tahu, kelahiran Bitcoin dengan peningkatan nilainya yang luar biasa menjadikan banyak orang tertarik. Tidak hanya tertarik untuk menggunakannya sebagai mata uang virtual, namun juga tertarik untuk menjadikannya sebagai investasi yang menguntungkan.

Bitcoin, dengan kapitalisasi pasar (marketcap) seharga 71,5 miliar dolas AS atau setara Rp954 triliun (per 15 Agustus 2017), memang kripto terbesar di seluruh dunia hingga sekarang. Ia dikenal sebagai "ayah" dari semua kripto, karena hadir sebagai mata uang digital pertama yang terdesentralisasi. Tapi, tak semua orang tahu kalau Bitcoin bukan satu-satunya kripto yang ada. Setidaknya, dari yang dicatat CoinMarketcap, sebuah situs bursa kripto, ada 848 kripto lain termasuk Bitcoin sendiri.

Bitcoin hadir pertama kali pada 2009. Dua tahun kemudian, Litecoin hadir sebagai pesaing. Pada Maret 2015, ratusan kripto kemudian menyusul. Mereka hadir dengan kelebihan masing-masing, terutama dalam terobosan keamanan.

Bitcoin terkenal sebagai kripto pertama yang memperkenalkan teknologi blockchain, yang memungkinkan investasi mata uang digital tumbuh. Pada dasarnya, Bitcoin adalah uang elektronik yang ditransfer lewat internet. Ia didistribusikan tanpa perlu melalui perantara apa-apa termasuk bank, langsung dari satu orang ke orang lain, sehingga biaya transaksi jadi jauh lebih murah. Waktu transfer juga jadi relatif lebih singkat daripada bank.

Ia bahkan bisa diakses di telepon genggam atau komputer pribadi lewat dompet elektronik. Dengan uang digital, kita juga bisa membeli apa saja. Penggunaannya semudah mengirimkan surel. Keamanan prosesnya dipantau dan dilindungi oleh sejumlah individu yang disebut miners. Mereka pula yang memverifikasi setiap transaksi yang kemudian dicatat dalam buku kas internet, artinya bisa dilihat oleh semua orang.

Teknologi ini yang kemudian diikuti mata uang digital lain, namun ditambah terobosan khas masing-masing. Litecoin misalnya, hadir pada Oktober 2011 sebagai mata uang digital pertama dengan sistem keamanan scrypt—yang membentuk sistem kata kunci berdasarkan Key Derivation Function (KDF). Litecoin memperketat keamanan password penggunanya. Mereka yakin, serupa perbankan, keamanan akan berpengaruh pada kepercayaan calon investor.

Sekarang, Litecoin selalu masuk 10 besar kripto dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi. Nilainya sudah mencapai Rp30,5 triliun. Namun nilai tukarnya tergolong masih rendah, 1 LTC setara dengan sekitar Rp528 ribu.

Selain Bitcoin dan Litecoin yang lebih dulu hadir, Ethereum adalah salah satu kripto yang tengah naik daun. Pada semester tahun 2017, nilai kapitalisasi pasarnya naik meski tak stabil. Bila ditilik sejak pertama kali keluar pada 2015, nilai ether—sebutan mata uang Ethereum—naik hingga 2.300 persen. Menempatkannya sebagai kripto nomor dua paling sering digunakan dan paling berharga setelah Bitcoin. CoinMarketcap mencatat nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp374,1 triliun.

Dibanding Bitcoin, pertumbuhan Ethereum memang relatif lambat. Telegraph mencatat, dalam 18 bulan pertamanya, nilai tukar 1 ETH cuma setara sekitar 10 dolar AS. Baru pada Maret 2017 naik perlahan, dan mencapai puncaknya dengan nilai setara 395 dolar AS pada Juni 2017. Meski kembali jatuh jadi 155 dolar AS sebulan kemudian pada Juli. Di awal Agustus 2017, ia kembali menanjak di angka 298 dolar AS.

Namun, dibandingkan Bitcoin, peningkatan permintaan Ethereum lebih tinggi. Terutama di daerah Korea Selatan. Menurut CoinMarketcap, 40 persen perdagangan enthereum berpasangan dengan won, mata uang Korea Selatan. Tapi, peningkatan tersebut belum berhasil melambungkan nilai Ethereum ke puncaknya lagi.

Di antara sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi, hanya ada dua di antaranya yang mencatat kenaikan stabil. Selain Bitcoin, ialah IOTA, kripto pertama yang menawarkan transaksi bebas biaya. Dibanding Bitcoin, persentase peningkatan IOTA justru empat kali lebih tinggi. Ia masuk daftar lima besar kripto dengan harga kapitalisasi pasar paling tinggi, senilai Rp36,4 triliun.

Kripto lain yang juga mengalami lonjakan adalah NEO, meski sempat turun lagi. Sampai 12 Agustus 2017, kenaikannya mencapai 32,8 persen, namun turun 7,58 persen pada 15 Agustus. Ia masuk deretan nomor tujuh dalam daftar sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi. Nilainya setara Rp30,5 triliun.

Dilansir Forbes, NEO memang salah satu kripto yang tengah naik daun karena terobosannya dalam teknologi blockchain terbaru. Ia adalah salah satu platform yang menawarkan Smart Contracts—sebuah piranti lunak yang bisa melacak dan mengotomatisasi pemenuhan perjanjian dalam teknologi blockchain.

Nama kripto lain yang juga tengah naik daun adalah Monero (XMR). Ia menawarkan layanan yang tidak terlacak, aman, dan private, kebalikan dari layanan Bitcoin yang transparan. Membuat Monero jadi favorit pelaku dunia hitam. Terbukti dari peretasan Ransomware WannaCry tempo hari yang bikin dunia menangis.

Peretasnya mengonversikan tebusan Bitcoin yang mereka peroleh menjadi Monero, sehingga aliran pundi-pundi ini tak terlacak. Di CoinMarketCap sendiri, Monero menembus hingga peringkat 13. Nilai kapitalisasi pasarnya sampai Rp9,6 triliun.

Kripto lain yang juga populer adalah Ripple, NEM, dan Dash, yang masih masuk daftar sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi.

Tapi, sepanjang perkembangannya, tak sedikit pula kripto yang tutup dan tak bisa bersaing. Misalnya COINYE, perusahaan kripto yang dituntut Kanye West—artis Hip-Hop Amerika—karena menggunakan dirinya sebagai logo. Namun, dibandingkan jumlahnya yang terus meningkat, kripto-kripto gagal tampaknya tak menyurutkan semarak investasi mata uang digital.

Tapi bukan berarti investasi ini tak berisiko. Karena berasaskan pasar bebas, perdagangan aset digital seperti mata uang virtual punya risiko tinggi. Harganya sangat fluktuatif, dapat berubah sewaktu-waktu. Belum lagi risiko peretasan di situs perusahaan exchanger, seperti yang terjadi pada Bithumb, di Korea Selatan, awal Juli 2017 kemarin.


Related

Money 3916859730684787370

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item