Mengapa Orang Bisa Terjebak Dalam Friend-Zone?

Mengapa Orang Bisa Terjebak Dalam Friend Zone?

Naviri.Org - Friend zone adalah istilah yang lazim digunakan untuk menyebut situasi ketika seseorang menganggap pasangannya sebagai kekasih, tapi ternyata si pasangan hanya menganggapnya sebagai teman. Kasus semacam itu bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan.

Seorang laki-laki dan perempuan bisa jadi saling merasa cocok, lalu sering bersama, sering berkomunikasi, baik lewat telepon maupun secara langsung. Dari kebersamaan itu, si perempuan menganggap si laki-laki teman yang menyenangkan. Tetapi, bisa jadi pula, si laki-laki menganggap kebersamaan mereka sebagai hubungan sepasang pacar, atau setidaknya si laki-laki menganggap si perempuan tertarik kepadanya.

Situasi serupa bisa terjadi sebaliknya, di mana si perempuan yang menganggap si laki-laki tertarik kepadanya, padahal si laki-laki hanya menganggap si perempuan sebagai teman. Bagaimana hal seperti ini bisa terjadi?

Perempuan umumnya senang meromantisasi pertemanan. Menjaga komunikasi intens dengan kawan-kawan yang berdomisili jauh via telepon, atau menganggap wajar kontak-kontak fisik semacam pelukan atau rangkulan, adalah beberapa contoh bentuk pertemanan antarperempuan.

Mayoritas laki-laki tidak demikian. Lazimnya, komunikasi hingga larut terjadi ketika mereka berkumpul di tempat bermain atau berolahraga, minum, atau ketika berkunjung ke rumah satu sama lain.

Ketika perempuan mendapatkan kenyamanan saat berteman dengan laki-laki, sebagaimana didapatkannya dari teman-teman perempuan lain, ia pun akan lebih leluasa membuka diri terhadap temannya tersebut, supaya curahan afeksi dapat tersalurkan kepada satu sama lain.

Di lain sisi, laki-laki tak jarang menginterpretasi kenyamanan berteman perempuan sebagai sinyal-sinyal ketertarikan seksual atau romantis, sehingga berharap mereka lebih dari sekadar teman. Pada titik inilah, seseorang kerap merasa terjebak dalam friend zone, di mana ekspektasi satu pihak tidak dihiraukan oleh pihak lainnya. Setidaknya, itu yang diungkapkan Jeremy Nicholson M.S.W., Ph.D. dalam situs Psychology Today.   

Meski studi menunjukkan kecenderungan laki-laki untuk berekspektasi berlebih dalam menjalin hubungan pertemanan dengan perempuan, dalam praktiknya tidak sedikit pula posisi kedua jenis kelamin ini terbalik.

Perempuan juga bisa mengalami mispersepsi ketika laki-laki memberinya perhatian ekstra, dan mulai berharap hubungan mereka melibatkan asmara. Sementara di posisi laki-laki, bisa saja mereka hanya menganggap teman perempuannya tandem yang asyik untuk mengobrol tentang apa pun, atau sekadar sobat minum di akhir pekan alih-alih larut dalam kesepian.

Beberapa pihak menyerah berhubungan ketika menyadari dirinya terjerumus dalam friend zone. Sementara, sebagian lainnya justru menikmati predikat ‘teman’ sebagai landasan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari lawan jenis. Ada banyak laki-laki dan perempuan yang bersepakat untuk tetap tidak berkomitmen sebagai pacar, sekalipun mereka telah terlibat dalam aktivitas seksual.

Akan tetapi, perlu dicatat bahwa studi menunjukkan adanya konsekuensi perubahan perasaan dan keterikatan, begitu dua orang melakukan hubungan badan. Pertanyaan berikutnya, siapkah kedua pihak menghadapi ini jika mereka tetap ingin mempertahankan status pertemanan?

Tidak ada yang salah dengan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Bermacam keuntungan yang membuat psikologi seseorang bertumbuh kembang bisa diperoleh dari hal ini, seperti bertukar cerita dan pengalaman dari perspektif berbeda. Tak peduli bagaimana orang luar memandang, mengabaikan temuan-temuan saintifik yang memojokkan relasi platonik nan tulus dari kedua belah pihak, perempuan dan laki-laki sah-sah saja bersandingan dengan predikat sahabat.

Asalkan kenyamanan dan kesepakatan jadi keutamaan, hubungan pertemanan dua lawan jenis patut dipertahankan. Pun jika keduanya sama-sama menyimpan rasa lebih yang menuntun pada kisah romansa, tak perlu malu atau merasa diri naif dalam memandang hubungan pertemanan dengan lawan jenis.

Membuat ‘kontrak hubungan’ di awal memang ada baiknya, tetapi bukan berarti menutup pintu buat segala kemungkinan yang ada. Tak ada yang tak berubah di bumi ini, emosi dan persepsi pada pagi hari bisa jadi berputar 180 derajat saat malam menjelang, bukan?

Baca juga: Benarkah Laki-laki dan Perempuan Tak Bisa Berteman?

Related

Romance 5540007704761764498

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item