Memahami Gejala Rusaknya Hubungan Cinta

Memahami Gejala Rusaknya Hubungan Cinta

Naviri.Org - Dua orang, pria dan wanita, bisa saling tertarik dan jatuh cinta, lalu menjalin hubungan. Ada yang masih dalam tahap pacaran, ada pula yang sudah sampai pada tahap pernikahan. Dalam hubungan semacam itu, masing-masing pasangan saling percaya, bahkan saling merasa memiliki.

Bisa jadi, pria dan wanita menjalin hubungan pacaran sampai dua atau tiga tahun, dan merasa tidak ada masalah, tetapi tiba-tiba mereka menghadapi kenyataan bahwa hubungan yang dijalin tidak sebaik dulu. Dalam waktu singkat, hubungan yang semula mesra tiba-tiba berubah rusak. Atau, bisa jadi pula, selama menjalin hubungan, mereka berdua sering bertengkar, berselisih, meski kemudian berbaikan kembali.

Bagaimana kita bisa menakar suatu hubungan benar-benar sehat, atau memahami bahwa suatu hubungan mulai mengalami masalah?

Adanya masalah dalam hubungan romantis, baik antara sepasang kekasih maupun pasangan suami-istri, memang wajar. Namun, jika masalah sama terus terulang dan berlarut-larut, bukan tidak mungkin akan melahirkan hubungan yang tidak sehat.

Untuk mengantisipasi masalah kronis semacam itu, sesungguhnya kita bisa mengamati gejala-gejalanya. Hubungan tidak sehat sebenarnya merupakan hasil dari kegagalan berkomunikasi antar-dua orang. Hal itu bisa memicu lahirnya perilaku tak wajar seperti posesif berlebihan, keinginan untuk memeriksa ponsel tanpa izin, mengucapkan kata-kata yang meremehkan pasangan, melakukan kekerasan fisik, sampai membatasi hubungan pasangan dengan teman dan keluarganya.

Bagaimana seharusnya kita mengambil sikap jika gejala-gejala tersebut muncul?

Buruknya komunikasi yang terjadi dalam sebuah hubungan bisa dimulai dari ketidakberimbangan interaksi, dan kurangnya pemahaman antarpasangan.

Keberimbangan dan pemahaman ini sangat ditentukan oleh kerja dua hal paling berharga yang dimiliki setiap manusia: hati nurani dan akal pikiran. Karena itu juga, dalam menjalani hubungan romantis tidak akan cukup dengan bermodal perasaan semata, tapi juga membutuhkan kerja-kerja nalar atau logika.

Namun, dalam kenyataannya, selalu mengaktifkan nalar dalam berhubungan cinta tidaklah mudah. Michael Levine, seorang penulis dan konsultan hubungan, turut menjelaskan fenomena tersebut. Ia menyatakan bahwa setiap manusia memiliki sisi emosional dan sisi logis yang berbeda. Sisi yang lebih pragmatis akan menuntun kita bertindak logis, sementara sisi emosional akan menuntun kita menjadi dramatis.

Levine juga menyatakan bahwa emosilah yang mendorong 80 persen pilihan manusia, sementara kepraktisan dan obyektivitas hanya mewakili sekitar 20 persen dari pengambilan keputusan. Kegiatan berpikir logis dan obyektif ini yang sering diabaikan dalam menjalani hubungan romantis, padahal logika bisa menuntun dalam  menjalani sebuah hubungan.

Jean Oesterie, dalam What is Logic and Why Should We Study Logic, menyatakan bahwa dengan kerja nalar yang baik dan pemanfaatan logika, setiap pasangan dapat lebih baik mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi.

“Dengan menggunakan logika, Anda dapat memprediksi permasalahan dari awal. Jika ada yang tidak beres dengan hubungan romansa Anda, maka itu bisa ditelusuri dengan akal sehat sampai Anda tahu penyebabnya. Kalau penyebabnya sudah ketahuan, maka tugas Anda tinggal memperbaikinya,” kata Oesterie.

Ronald C. Pine, dalam buku “Essential Logic”, turut bersepakat dengan pernyataan Oesterie tersebut.

“Dengan logika, Anda bisa tahu di jalur mana Anda berada. Anda bisa memilih untuk berhenti atau melanjutkannya. Apabila Anda hanya mengandalkan perasaan, maka Anda tidak akan tahu kesalahan apa yang sudah Anda perbuat,” kata Pine.


Related

Romance 8545817455072644169

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item