Ini yang Terjadi ketika Kita Pergi ke Luar Angkasa

Ini yang Terjadi ketika Kita Pergi ke Luar Angkasa

Naviri.Org - Pergi ke luar angkasa mungkin terdengar menjanjikan. Dengan pesawat canggih, kita bisa pergi ke angkasa dan keluar dari orbit bumi. Lalu kita melayang-layang di luar angkasa, di dalam pesawat, bersama keheningan, tanpa gravitasi. Bayangan semacam itu, bagi sebagian orang, sepertinya menyenangkan. Tapi apakah pergi ke luar angkasa memang menyenangkan, seperti yang kita bayangkan?

Sebagai penduduk bumi, tubuh manusia telah melakukan adaptasi yang sangat lama dengan iklim kehidupan di bumi. Karena itulah, ketika pergi ke luar bumi, manusia perlu menggunakan pakaian khusus. Bumi memiliki gravitasi, dan menyediakan oksigen untuk bernapas. Di luar angkasa, gravitasi dan oksigen tidak ada. Masalah itu mungkin dapat diatasi dengan pakaian khusus dan tabung oksigen, tapi masalahnya tidak sebatas itu.

Tubuh manusia memang mempunyai sistem yang secara otomatis mendeteksi dan merespons perubahan dramatik lingkungan yang ada di sekitarnya. Tapi ada dua aspek penting yang mesti diperhatikan, ketika kita hendak mengirim seseorang ke luar angkasa, yakni aspek fisik dan aspek psikis.

Aspek fisik terdiri dari kesiapan manusia menghadapi radiasi, adaptasi sistem kardiovaskular di luar angkasa, sistem neurosensory di luar angkasa, adaptasi otot dan tulang, serta potensi rusaknya daya lihat kita di luar angkasa, akibat perubahan lingkungan.

Tubuh manusia akan mengalami perubahan saat melakukan proses adaptasi, kekuatan tulang dan otot akan berkurang karena terpapar gravitasi nol dalam jangka waktu lama, dan tubuh akan mengalami kerusakan sel karena proses ionisasi radiasi kosmik.

Aspek-aspek fisik ini memang bisa diantisipasi dengan alat tambahan, seperti kaca mata, ruangan bertekanan tinggi, atau pakaian luar angkasa. Tetapi tak demikian halnya dengan aspek psikis.

Manusia yang dikirim ke luar angkasa akan mengalami perubahan yang signifikan, terutama perubahan perilaku dan komunikasi sosial di luar angkasa. Hidup di luar angkasa sama dengan hidup di dalam isolasi. Menurut Profesor Paris, risiko terbesar adalah gangguan mental karena terlalu lama hidup di luar angkasa.

Pergi ke luar angkasa bisa menyebabkan kecemasan, depresi, keterasingan, perasaan kesepian, dan tekanan tinggi karena pekerjaan. Jika dibiarkan, hal ini bisa mengganggu kerja dan relasi sesama astronot, saat melakukan ekspedisi ke luar angkasa.

Dampak buruk depresi dan gangguan mental pada tubuh manusia memang bisa sangat berbahaya, apalagi jika terjadi di luar angkasa. Ia bisa menyebabkan kelelahan, insomnia, sakit kepala akut, masalah pencernaan, dan agresi/kemarahan tak terkendali.

Penyebab depresi macam-macam. Hidup di luar angkasa berarti komunikasi terbatas hanya dengan orang yang itu-itu saja. Beban pekerjaan sebagai astronot juga menuntut konsentrasi tinggi, sementara komunikasi dengan orang-orang tersayang di planet bumi adalah kemewahan yang tak bisa dilakukan setiap hari.

Pemerintah Amerika Serikat melalui NASA telah meneliti bagaimana hidup di luar angkasa berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan manusia. Maka, mereka menyusun antisipasi untuk mengatasi kemungkinan gangguan kejiwaan di luar angkasa.

Program penangkal dimaksudkan agar mereka yang hidup di luar angkasa bisa hidup dengan baik, dan mengurangi kemungkinan gangguan kejiwaan karena tekanan kerja. Beberapa tawaran program seperti olahraga fisik, penggunaan waktu luang untuk hal-hal kreatif, dan anjuran agar astronot membuat catatan harian sebagai refleksi.

Baca juga: Seberapa Jauh Perjalanan dari Bumi ke Planet Mars?

Related

Science 3723457494916200918

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item