Apakah Lobster dan Kepiting Bisa Merasakan Sakit?

Apakah Lobster dan Kepiting Bisa Merasakan Sakit?

Naviri.Org - Mengapa ayam disembelih terlebih dulu sebelum dimasak, namun kepiting atau lobster dimasak hidup-hidup? Seperti kita tahu, manusia mengonsumsi daging ayam, juga sering pula mengonsumsi krustacea, semacam lobster atau kepiting. Seperti kita tahu pula, lobster atau kepiting biasa dimasak, umumnya direbus, dalam kondisi hidup.

Ternyata, teknik memasak lobster atau kepiting dalam keadaan hidup itu juga dikarenakan tubuh hewan krustacea yang tidak memiliki saraf tersentralisasi. Dalam uraian mudah, saraf ayam misalnya, tersentralisasi di kepalanya. Ketika kepalanya disembelih, ayam pun mati. Tapi kepiting atau lobster tidak seperti itu. Saraf di tubuh mereka terdesentralisasi. Artinya, meski kepalanya sudah dihilangkan, tubuh tidak seketika mati. Karena itulah, mereka terpaksa direbus hidup-hidup dengan seluruh tubuh secara utuh.

Pertanyaannya kemudian, apakah lobster dan kepiting yang direbus hidup-hidup itu merasakan sakit ketika direbus?

Robert Elwood, seorang ahli biologi dari Queen's University Belfast, melakukan penelitian terkait hal itu, dan dia melakukannya dengan uji coba pada kepiting pertapa.

Kepiting pertapa (hermit crab) menghuni cangkang yang ditinggalkan hewan lain. Elwood kemudian mengebor cangkang yang ditinggali kepiting, menyalurkan kabel kecil ke dalam, dan mengalirkan listrik skala kecil. Si kepiting mengosongkan cangkangnya, meski tinggal di cangkang bagus, dan pindah ke yang lain, terutama ketika tegangan setrumnya meninggi.

Menariknya, mereka juga belajar untuk memilih cangkang yang dirasa lebih tahan setruman. Artinya, mereka cenderung bertahan lebih lama di satu cangkang yang mampu menahan mereka dari setruman. Sedangkan untuk cangkang yang rentan akan lebih cepat mereka tinggalkan. Perilaku ini disebut “pertukaran motivasional”. Kepiting menyeimbangkan kebutuhan mereka mereka untuk menghindari konsekuensi yang tak menyenangkan/nyaman bagi diri mereka.

Dalam eksperimen lain, Elwood dan rekan penelitiannya menemukan hasil bahwa kepiting pantai dengan cepat belajar untuk menghindari lokasi yang berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman berbahaya. Kepiting ditaruh di dua tempat. Satu dialiri listrik, satunya tidak. Usai dilepas dan diarahkan kembali ke dua tempat tersebut, si kepiting akan cenderung menuju ke tempat yang tak dialiri listrik.

Birch menyimpulkan, sikap kepiting sebagai bukti bahwa Krustasea bisa merasakan sakit dalam definisi yang paling sederhana. “Rasa sakit adalah panduan untuk membuat keputusan,” katanya.

Krustasea harus bisa mempertimbangkan tingkat keseriusan sebuah potensi bahaya. Rasa sakit adalah ukuran untuk keputusan apakah akan melanjutkan perjalanan menuju suatu tempat, atau dibatalkan. Demikian juga perilaku lainnya.

Teori Elwood mendapat kritikan keras dari ilmuwan lain. Salah satunya adalah ahli biologi laut, Jeff Shields, yang berstatus sebagai profesor di Virginia Institute of Marine Science. Kepada Washington Post, ia mengatakan bahwa masih belum jelas apakah perilaku yang ditunjukkan kepiting-kepiting Elwood bisa dipastikan sebagai respons sakit atau penghindaran.

Keduanya adalah respons yang berbeda, dan menurut Shields, “itu masalahnya, dan tidak ada cara untuk memastikannya.”

Lebih lanjut, sebab lobster tak memiliki jalur saraf seperti mamalia memilikinya untuk merespons nyeri. Shields menegaskan, ia tak percaya lobster bisa merasakan sakit.

Dalam sebuah penjelasan ilmiah yang dipublikasikan Lobster Institute di University of Maine, lobster punya sistem saraf yang primitif. Mirip seperti serangga. Krustasea dan jenis-jenis serangga, seperti belalang, tak memiliki otak. Sementara sakit hanya bisa dirasakan oleh makhluk dengan sistem saraf yang kompleks alias otak itu sendiri.

Akademisi lain yang skeptis terhadap argumen-argumen kelompok anti-perebusan-lobster-hidup-hidup, adalah Bob Bayer. Bayer adalah direktur eksekutif Lobster Institute. Ia berpendapat bahwa lobster bisa merasakan lingkungannya, tetapi kemungkinannya tidak punya kemampuan untuk merasakan sakit.

Bayer menilai perebusan hidup-hidup lebih menimbulkan trauma pada si juru masak, alih-alih pada Krustasea yang dimasak. Ia menjelaskan perdebatannya memang sudah berlangsung selama berdekade-dekade, dan sebagian besar ilmuwan berkeyakinan serupa: Krustasea tak mampu memproses rasa sakit.

Baca juga: Polemik Soal Lobster yang Direbus Hidup-hidup

Related

Science 2878439525894964452

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item