Kecantikan Wanita, dan Fakta-fakta di Baliknya

  Kecantikan Wanita, dan Fakta-fakta di Baliknya

Naviri.Org - Bagaimana kita mendefinisikan kecantikan? Umumnya, wanita disebut cantik dengan menilainya sebatas fisik, atau—lebih spesifik lagi—sebatas wajah. Kalau seorang wanita memiliki wajah yang rupawan, menawan, enak dipandang, maka kita pun menyebutnya cantik. Hal sebaliknya juga berlaku.

Yang masih menjadi pertanyaan, benarkah kecantikan hanya sebatas itu? Pertanyaan itu telah dipikirkan banyak pihak, dan sampai saat ini masih menjadi pertanyaan yang belum usai terjawab.

Christina Aguilera, misalnya, mencoba mengambil perspektif lain ketika mengusung tema penampilan fisik. Lewat lagu berjudul “Beautiful”, ia menyampaikan pesan penerimaan tubuh kepada setiap orang, bagaimana pun bentuk tubuh atau rupa mereka. Lagu yang dirilis pada 2002 itu tidak hanya ia tujukan kepada perempuan, tetapi juga kaum Adam, sebagaimana tersirat dalam video klipnya.

Menyebut seseorang “cantik” adalah hal yang dianggap normal oleh mayoritas orang. Bahkan, ada yang sempat membuat eksperimen sederhana untuk menemukan dampak positif dari kata yang diasosiasikan dengan pujian ini. Adalah Shea Glover, seorang pengguna Youtube yang mengunggah dokumentasi eksperimen terkait pujian “cantik” yang ia lakukan di SMA-nya, Chicago High School for the Arts. Tujuannya simpel: memotret reaksi orang-orang begitu dibilang “beautiful” (cantik atau tampan).

“Pada dasarnya, saya sedang membuat proyek seni berbentuk video, dan saya hanya mengambil gambar hal-hal yang menurut saya cantik,” demikian kalimat pembuka yang Shea utarakan setiap kali menemui partisipan-partisipan eksperimennya.

Tak butuh waktu lama bagi para partisipan untuk mencerna maksud Shea. Malahan, setelah Shea mengucapkan hal itu, mayoritas partisipannya tersenyum, tersipu malu, kaget, berterima kasih, atau tertawa kecil. Hanya segelintir orang yang tampak merasa acuh tak acuh, tidak percaya dengan pernyataan Shea, atau merasa itu sebagai singgungan dalam video yang telah ditonton jutaan kali tersebut. 

Partisipan-partisipan yang dipilih dalam eksperimen Shea datang dari macam-macam latar belakang gender, usia, ras, dan memiliki ragam pilihan gaya berpenampilan. Dari dokumentasi tersebut, tersirat pesan bahwa kecantikan ditemukan dalam pribadi-pribadi yang berbeda, dan Shea tidak ingin menetapkan standar kecantikan universal.

Upaya menanggalkan konsep kecantikan seperti pakem di media-media arus utama juga dilakukan oleh penyanyi Pink. Ketika menerima Michael Jackson Video Vanguard Awards dalam ajang MTV Video Music Awards (VMA) 2017, perempuan bernama asli Alicia Beth Moore ini membuat pidato kemenangan yang kemudian viral di berbagai media.

Pada acara itu, ia mengisahkan pengalaman mendidik anak yang dianggap inspiratif, khususnya mengenai pemahaman konsep kecantikan. Ceritanya berawal dari saat Willow, putrinya yang berusia 6 tahun, mengaku merasa menjadi anak perempuan paling jelek dan terlihat seperti laki-laki. Pink lantas menyuguhkan gambar sejumlah rock stars berpenampilan androgini. Mereka tidak takut berpenampilan tak normatif, kadang-kadang membuat lelucon dari pilihannya, bahkan sampai bisa menginspirasi banyak orang.

“Kenapa kamu berpikir kamu jelek?” tanya Pink kepada Willow.

“Karena aku terlihat seperti laki-laki.”

“Kamu pikir bagaimana penampilanku?” Pink menunjuk dirinya yang sering kali berpenampilan tomboi.

“Tapi kamu cantik.”

“Terima kasih. Tetapi saat orang mengejekku, kata-kata seperti yang kamu terimalah yang mereka gunakan. Aku dibilang seperti laki-laki, terlalu maskulin, tubuhku terlalu kuat.”

Lewat contoh yang diambilnya dari pengalaman orang-orang dan dirinya sendiri, Pink ingin mengutarakan kepada Willow bahwa kecantikan itu tidak melulu terpatok pada feminitas mainstream. Tak selalu perempuan harus memanjangkan rambut, memakai rok atau gaun, tampak lemah lembut, atau bersolek habis-habisan supaya dibilang cantik.

Spektrum kecantikan begitu luas, banyak ragamnya, dan fisik hanyalah secuil yang diukur. Malah kalau bisa, aspek fisiklah yang paling pertama mesti diabaikan bila ingin menakar kecantikan seseorang.

Kritik di balik sebutan cantik

“Beautiful” dari Christina dan pidato Pink dalam MTV VMA adalah sedikit contoh usaha mendefinisikan ulang konsep kecantikan. Serupa Christina dan Pink, Dove pun sempat melakukan kampanye-kampanye penerimaan tubuh dan kecantikan yang beragam.

Pada saat mayoritas produsen produk perawatan tubuh dan kosmetika mencoba menggiring khalayak untuk mengikuti standar kecantikan ideal, Dove berusaha mendulang simpati perempuan berbagai kalangan dengan kampanyenya. Satu di antaranya ialah kampanye #ChooseBeautiful.

Dalam kampanye yang mereka buat, Dove mendokumentasikan pengalaman sejumlah perempuan dari berbagai kota di dunia: San Francisco, Shanghai, Delhi, London dan Sao Paulo. Tampak dua pintu dalam tayangan kampanye #ChooseBeautiful tersebut, masing-masing dengan tulisan “cantik” dan “rata-rata”.

Dari tangkapan gambar Dove, lebih banyak perempuan melenggang melalui pintu bertuliskan “rata-rata”. Dove memperkuat bukti bahwa jumlah perempuan yang merasa diri mereka cantik sangat kecil dengan menyertakan hasil studi mereka. Hanya 4 persen perempuan yang memilih “cantik” untuk mendeskripsikan penampilan mereka. Mendapati “fakta” ini, Dove pun mendorong perempuan untuk mengakui kecantikan mereka yang berbeda satu sama lain.   

Apakah kampanye yang dilakukan Dove ini seratus persen direspons secara positif?

Dilansir Fortune, sejumlah perempuan merasa ada yang salah dengan #ChooseBeautiful. Kat Gordon, penggagas 3% Conference misalnya, berpikir bahwa kampanye tersebut terkesan manipulatif. Sementara Jean Kilborne, pembuat film Killing Us Softly: Advertising’s Image of Women, menyebut #ChooseBeautiful sangat merendahkan perempuan.

Bagi orang-orang sepemikiran Gordon atau Kilborne, Dove telah sukses melakukan simplifikasi deskripsi perempuan, yakni berdasarkan kecantikan semata. Kenapa tidak berfokus pada kecerdasan, kemampuan emosional, atau keterampilan lain yang bisa jadi keunggulan perempuan?

“Kamu tidak perlu menjadi cantik, dan tidak menjadi cantik bukan berarti kamu rata-rata. Merasa cantik merupakan kewajiban dan tekanan—kadang memang mendatangkan kesenangan, tetapi tidak melulu. Merasa cantik adalah pekerjaan besar: pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk terus meraup untung dan mengeksploitasi,” begitu petikan salah satu opini di Buzzfeed terkait kampanye Dove ini.

Dove menambah deretan institusi yang melanggengkan glorifikasi konsep kecantikan. Media-media massa lainnya sering kali menampilkan perempuan dengan label “cantik”,“seksi”, atau memotret laki-laki dengan embel-embel predikat “terganteng” atau “paling hot”. Tidak banyak yang menyadari bahwa hal ini merupakan bentuk obyektifikasi atau usaha mereduksi nilai seorang individu berdasarkan tampang atau tubuhnya.

“Seorang polisi cantik…” atau “Seorang dokter tampan…” adalah contoh judul-judul berita yang sengaja dipasang di media massa guna menarik perhatian khalayak. Cantik atau tampan menurut siapa? Tolok ukur mana yang dipakai? Kenapa memilih tolok ukur itu? Lalu kalau mereka (dikatakan) cantik atau tampan, apa relevansinya dengan peristiwa yang diberitakan? Kenapa orang terobsesi dengan konsep cantik?

Pertanyaan-pertanyaan ini sayangnya cuma menjadi desir di tengah hiruk pikuk selebrasi kecantikan.

Renee Engeln, profesor Psikologi dari Northwestern University dan penulis Beauty Sick: How the Cultural Obsession with Appearance Hurts Girls and Women, menganggap kebiasaan memanggil “cantik” ini adalah permasalahan budaya. Penampilan menurutnya adalah topik paling mudah diperbincangkan di kalangan perempuan. Namun, bukan berarti hal ini harus menjadi keutamaan.

“Percakapan terkait penampilan memaksa setiap perempuan untuk memikirkan tentang penampilan mereka sendiri. Cobalah membantu mereka untuk mengalihkan diri dari percakapan seperti itu dengan mengangkat topik lain,” ujar Engeln sebagaimana dikutip dari Chicago Tribune.

Kesadaran untuk tidak lagi memanggil “cantik” kepada perempuan juga sempat diisyaratkan Rupi Kaur dalam buku kumpulan puisinya, Milk and Honey (2014). Di sana, ia menulis,

“i want to apologize to all the women
i have called pretty
before i’ve called them intelligent or brave
i am sorry i made it sound as though
something as simple as what you’re born with
is the most you have to be proud of when your
spirit has crushed mountains
from now on i will say things like
you are resilient or you are extraordinary
not because i don’t think you’re pretty
but because you are so much more than that”.

Baca juga: Mengapa Cowok Keren Lebih Memilih Cewek Biasa?

Related

Female 1211236110357402298

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item