Di Balik Kesuksesan Para Pemimpin Sekte Sesat

Di Balik Kesuksesan Para Pemimpin Sekte Sesat

Naviri.Org - Dari zaman ke zaman, sering muncul sekte sesat yang kemudian mampu menarik banyak orang untuk menjadi pengikut. Sekte-sekte itu umumnya dipimpin seseorang yang dianggap memiliki karisma atau kelebihan tertentu, dan para pengikutnya mempercayai. Para pengikut itu bahkan mempercayai kalau pemimpin sekte mereka memiliki kelebihan yang kadang di luar akal sehat.

Sekte-sekte itu kemudian diketahui sesat, karena ajaran-ajarannya menyimpang. Semisal mengajarkan anggota sekte untuk membunuh orang lain di luar sekte mereka, dan lain-lain. Yang aneh, meski ajaran-ajaran dari sekte semacam itu sering kali keliru, namun masih banyak orang yang tertarik untuk bergabung.

Bagaimana para pemimpin sekte itu bisa mempengaruhi banyak orang untuk mengikuti perintah-perintahnya, bahkan rela berkorban apa saja demi sekte yang dibentuknya?

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terkait hal ini, para pemimpin sekte punya banyak persamaan: mereka pandai memainkan kondisi psikologi para pengikutnya. Dalam Thought Reform and the Psychology of Totalism (edisi kedua, 1989), psikolog Robert J. Lifton menulis ada 8 cara yang sering dipakai untuk mengubah jalan pikiran seseorang, alias doktrinasi.

Langkah pertama yang paling dasar adalah kontrol lingkungan (milieu control). Seorang pemimpin sekte biasanya mengontrol informasi para anggotanya. Ia membatasi akses informasi, membatasi apa yang boleh dibaca, dilihat, atau ditulis para anggotanya.

Cara lain yang termasuk kontrol lingkungan adalah kontrol kelompok. Biasanya kelompok yang sudah terdoktrin akan mengisolasi anggota baru dari orang-orang di luar kelompok dengan berbagai cara, misalkan: membuat markas yang jauh dari keramaian dan sukar dijangkau. Hal ini membuat anggota baru mengalami tekanan psikologis dan kadang tekanan fisik.

Selain itu, ada pula doktrin "kita melawan mereka." Orang di luar kelompok dilabeli sebagai musuh yang harus diwaspadai, bahkan dilawan. Lifton menyebutnya sebagai, "membangun keinginan melawan dunia luar." Cara lain adalah pertemuan kelompok yang semakin sering, yang bisa meningkatkan isolasi anggota kelompok dari dunia luar. Dengan cara ini, anggota semakin kesusahan untuk keluar dari kelompok.

Kisah seperti ini pernah ditulis Lisa Kerr dalam artikel "How Cults Gain Power Over an Individual: A True Story." Kerr pernah tergabung dalam sebuah sekte pemujaan di California. Cara cuci otak yang digunakan oleh pemimpin sekte juga nyaris sama: berlapis dan perlahan.

Pertama, tulis Kerr, korbannya akan diisolir dari dunia luar. Kedua, para pemimpin dan senior di sekte akan membatasi informasi bagi para anggota baru. Ketiga, ada berbagai ritual yang kemudian membentuk pola pikir baru dan membuat anggota baru ini bersedia menuruti apapun perintah para pemimpin. Kalau ada yang mulai menentang dan ingin keluar, anggota lain akan mengancam.

Memang ada berbagai rupa sekte pemujaan. Ada yang tidak berbahaya—pemuja bintang pop, misalkan—tapi ada pula yang berbahaya, bahkan cenderung destruktif. Sejak 1930-an, sekte pemujaan ini sudah menjadi bahan studi di ranah sosiologi. Beberapa psikolog dan ahli pemetaan profil juga kerap menganalisis kondisi kejiwaan para pemimpin sekte ini.

Salah satunya seperti yang ditulis oleh Joe Navarro, mantan agen FBI dan penulis buku Dangerous Personalities: An FBI Profiler Shows You How to Identify and Protect Yourself from Harmful People (2014). Menurut Navarro yang pernah meneliti para pemimpin sekte berbahaya—mulai dari Jim Jones, Charles Manson, hingga David Koresh—para pemimpin ini punya banyak sekali persamaan.

Mereka semua menderita penyakit narsisisme. Mereka semua merasa dirinya istimewa dan cuma mereka yang bisa menyelesaikan semua permasalahan. Selain itu, mereka menuntut loyalitas tanpa batas dari para pengikut, dan mereka tidak suka ditentang.

"Yang mengherankan adalah, mereka tidak kesulitan menarik banyak orang," tulis Navarro.

Para pemimpin sekte ini menggunakan berbagai pola dalam kepemimpinannya. Semua bertujuan sama: menggapai keuntungan pribadi, membahayakan orang lain, bahkan menebar teror. Ada yang menggunakan pola sekte kiamat (Manson, Asahara), sekte revolusioner (Jones), pola sekte pedofil berkedok poligami (Warren Jeffs), hingga sekte memakai nama agama (Abu Bakr al-Baghdadi).

Dari bukunya, ia mendaftar setidaknya 50 gejala pemimpin sekte yang berbahaya. Mulai dari menganggap dirinya paling agung, eksploitatif, bekerja paling sedikit tapi menuntut bagian paling besar, hingga mengisolasi anggota dari keluarga dan teman-temannya. Navarro menyarankan agar kita berhati-hati dan menghindar. Jika sudah terlanjur bergabung: kabur atau keluarlah.

Baca juga: Wajah Perbudakan Manusia dari Masa ke Masa

Related

Mistery 5161326303330407431

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item