Alasan di Balik Pelarangan Iklan Uang Kripto

Alasan di Balik Pelarangan Iklan Uang Kripto

Naviri.Org - Uang kripto semacam Bitcoin kini dilarang beriklan di beberapa platform terkenal internet, termasuk Google dan Facebook. Itu artinya, uang kripto—yang juga disebut uang digital atau uang virtual—akan kesulitan untuk mengenalkan mata uang itu pada khalayak lebih luas melalui iklan-iklan yang semula mereka gunakan.

Mengapa Google dan Facebook, juga beberapa perusahaan internet lain melarang iklan uang kripto?

Sebenarnya, di Indonesia dan negara lain, mata uang kripto dinyatakan ilegal sebagai alat transaksi keuangan. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Agusman, pernah memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan uang kripto. Secara tak langsung, Agusman memperingatkan betapa berisiko mata uang kripto, karena tak ada payung hukum.

Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia, dalam sebuah acara diskusi yang diadakan ID Institute pada medio Februari lalu mengatakan mata uang kripto memang seharusnya dibuatkan regulasi. Ini bertujuan untuk melindungi konsumen.

“Kenapa (mata uang kripto atau Bitcoin) perlu regulasi? Karena kita bicara perlindungan kepada konsumen. Regulasi itu berbicara saat hal terburuk terjadi,” tegas Oscar.

Persoalan regulasi ini memang momok bagi mata uang kripto. The Guardian menulis, ketiadaan payung hukum jadi sesuatu yang menarik hati para penipu. Para konsumen yang kepincut mata uang kripto dapat dengan mudah kehilangan kekayaannya.

Salah satu produk mata uang kripto yang cukup berisiko ialah ICO alias initial coin offering. Laporan CNet, ICO konsepnya mirip seperti IPO atau initial public offering di pasar saham yang nyata. Konsep ICO adalah sebagai cara startup mata uang kripto memperoleh permodalan dengan menjual mata uang kripto buatan mereka.

Startup mata uang kripto yang hendak melakukan ICO, seperti ditulis Investopedia, pertama-tama harus membuat sebuah rencana dalam whitepaper. Ini berisi tentang proyek yang hendak dijalankan, apa yang dibutuhkan, berapa uang yang harus dikumpulkan, perincian token virtual, hingga hal-hal lain.

Laporan Forbes menyebutkan, hingga 2017 ada 706 ICO yang telah berlangsung di dunia. Jumlah itu sukses menarik dana sebesar $4,9 miliar.

Sayangnya, ICO punya risiko yang besar, yakni tidak adanya lembaga penjamin investasi yang diberikan nasabah. Pada IPO, atau penjualan saham pada umumnya, investor dilindungi oleh lembaga yang memang bertugas jadi penjamin.

Risiko tinggi pada mata uang kripto dan semacamnya telah menjadi kekhawatiran Google maupun Facebook. Kedua platform populer ini tak mau para penggunanya terganggu iklan yang tayang di platform mereka. Uang kripto jelas-jelas penuh risiko, dan masih berada di zona abu-abu.

Baca juga: Harga Bitcoin Anjlok Setelah Iklannya Dilarang Google 

Related

Money 7701373628885352649

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item