Hikayat dan Asal Usul Teh di Indonesia

Hikayat dan Asal Usul Teh di Indonesia

Naviri.Org - Tidak bisa tidak, teh adalah minuman yang sangat populer di Indonesia. Selain kopi dan air putih, tentu saja. Jika kopi membutuhkan proses pembuatan yang kadang rumit, sementara air putih tidak memiliki rasa apa pun selain tawar, teh menawarkan sesuatu yang sederhana sekaligus nikmat. Menyeduh teh tentu lebih praktis dibanding menyeduh kopi. Sementara soal rasa, teh tentu lebih nikmat dibanding air putih.

Popularitas teh kini juga mulai bersaing dengan popularitas kopi yang lebih dulu menguasai gaya hidup kalangan menengah di kota-kota besar. Sebagaimana kita tahu, saat ini banyak sekali kedai yang menyediakan kopi dengan aneka rasa, dengan ragam harga yang berbeda. Banyak anak muda yang senang mendatangi kedai atau gerai semacam itu, untuk menikmati kopi.

Saat ini, gaya hidup semacam itu mulai merambah ke teh. Mulai muncul kedai yang khusus menyediakan teh, yang memungkinkan siapa pun untuk menikmati teh dengan berbagai rasa dan aroma.

Meski munculnya kedai khusus teh mungkin tergolong baru, namun kultur meminum teh di Indonesia bisa dibilang bukan hal yang baru, walau tak setua kultur teh di Cina. Minuman ini memang dianggap berasal dari Cina. Shennong, dewa pertanian Cina, dianggap sebagai yang pertama kali meracik teh sebagai obat pada 2737 Sebelum Masehi. Baru ribuan tahun kemudian, tepatnya pada 1684, teh dari Jepang mulai ditanam di Jawa, walau gagal karena perbedaan iklim.

Pada 1824, teh ditanam juga di Buitenzorg, yang sekarang dikenal sebagai Kebun Raya Bogor. Kali ini bibit teh yang ditanam berasal dari Cina. Penanaman ini bisa berkembang dengan baik. Kemudian pada 1827 teh mulai ditanam di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Karena sukses, perkebunan teh kemudian meluas hingga Cisurupan, Garut; hingga Wanayasa, Purwakarta.

Hingga sekarang, Jawa Barat masih menjadi provinsi dengan luas kebun teh terbesar di Indonesia dan penghasil teh terbesar pula. Menurut Indonesia Tea Board, pada 2015, luas area kebun teh di Jawa Barat adalah 93,6 ribu hektare. Kebun itu menghasilkan teh 104 ribu ton. Di tempat kedua ada Provinsi Jawa Tengah dengan luas kebun 9,6 ribu hektare dan produksi teh 13,5 ribu ton.

Dengan total produksi berkisar di angka 130 ribu ton, Indonesia menempati posisi 7 dalam daftar negara produsen teh terbesar di dunia. Namun secara konsumsi, orang Indonesia hanya minum sedikit teh. Pada 2014, konsumsi teh per kapita orang Indonesia hanya 0,32 kilogram per tahun. Rata-rata orang di dunia mengonsumsi 0,57 kilogram per kapita per tahun, terbanyak adalah orang Turki, yang mencapai 7,5 kilogram per kapita per tahun.

Memang, konsumsi teh di Indonesia tidak merata. Jika menengok peta lokasi perkebunan teh di Indonesia yang dirilis oleh Indonesia Tea Board, tampak kalau perkebunan teh di Indonesia dominan berada di kawasan Indonesia Barat dan Indonesia Tengah.

Di Indonesia bagian timur, setelah Jawa Timur, nyaris tak ditemukan perkebunan teh. Masih dari sumber yang sama, hanya ada 11 provinsi di Indonesia yang menghasilkan teh. Itu sebabnya kenapa konsumsi teh masih rendah, salah satu penyebabnya karena tak meratanya perkebunan teh di Indonesia. Apalagi teh masih harus bersaing dengan minuman yang lebih populer: kopi.

Menariknya, terkait teh, yang enak di lidah kita terkadang tak cocok dengan standar enak di seluruh dunia. Bagi penikmat teh nasgitel, teh enak adalah yang punya rasa sedikit pahit dan sepat. Ternyata rasa sepat itu berasal dari zat bernama katekin yang memiliki khasiat antioksidan yang baik. Zat ini juga berpengaruh pada rasa: semakin tinggi katekin, semakin tinggi pula rasa pahit dan sepatnya. Teh di Indonesia memiliki kandungan katekin tertinggi di dunia, melampaui teh dari Jepang, Cina, atau Sri Lanka.

Sayangnya, rasa sepat ini kurang disukai oleh penikmat teh dunia. Teh dengan katekin yang tinggi mempunyai rasa sepat yang dominan dan warna seduhannya cokelat tua. Sejalan dengan citra teh nasgitel yang enak, bukan? Dengan rasa sepat yang kuat itu, wajar kalau penikmat teh ini menambahkan banyak gula. Ini amat dihindari di kalangan penikmat teh, karena dianggap bisa mengurangi rasa dan khasiat teh.

Tapi tentu saja banyak penikmat teh di Indonesia yang tidak peduli pada katekin. Mereka suka teh nasgitel. Panas, legit, kentel. Rasa seduhan teh yang gelap, dan rasa sepat yang pekat, itu adalah definisi teh enak.

Teh dan gaya hidup 

Di kota besar seperti Jakarta, teh mulai menjelma jadi gaya hidup. Bisa dibilang ia datang terlambat sebagai gaya hidup, kalah cepat dibandingkan dengan kopi yang sudah jadi gaya hidup sejak belasan tahun lalu.

Salah satu ciri teh mulai menjadi gaya hidup adalah: bermunculan kedai, kafe, restoran, yang khusus menyajikan teh. Biasanya mereka mengenalkan berbagai jenis dan merek teh. Mereka mulai mengenalkan teh sebagai produk pertanian yang kompleks dan punya kekayaan cita rasa. Tentu saja, harganya pun jadi meningkat. Mirip dengan third wave dalam dunia kopi.

Di Jakarta, ada beberapa tempat yang menyajikan teh premium. Tak hanya pemain lokal, ada pula perusahaan internasional yang turut menjajal pasar teh premium di Indonesia. Misalkan TWG, restoran teh dari Singapura yang sudah ada sejak 1837. Kedai ini sudah punya cabang di 15 negara seluruh dunia. Mereka punya sekitar 800 jenis teh. Bayangkan, 800! Mereka menjual teh dari berbagai kawasan. Mulai dari Himalaya, Darjeeling, Sikkim, Fujian, Jepang, hingga Laos. Harga tehnya beragam. Mulai Rp55 ribu hingga Rp400 ribu.

Selain TWG, ada nama-nama seperti Lady Alice Tea Room, Lewis & Carroll, Tea Addict Lounge, hingga Caswell's. Semua punya produk teh unggulan, dengan harga bervariasi.

Sama seperti selera yang berbeda, perkara menikmati teh juga bisa menempuh jalan yang berbeda pula. Bagi banyak orang kota besar, menikmati teh bisa jadi paripurna dengan jenis teh langka, disesap di ruangan berpendingin udara, dan ditingkahi obrolan terkait jenis dan kandungan zat dalam teh.

Namun ada juga orang-orang yang lebih menikmati suasana minum teh yang sederhana, di bilik temaram dengan obrolan gayeng. Atau di depan rumah sembari bercengkerama dengan orang terkasih. Kalau sudah begitu, siapa yang peduli pada katekin atau kandungan gizi dalam teh?

Baca juga: Pertarungan Bisnis Teh Kemasan di Indonesia

Related

Food 1578306865476381145

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item