Dalam Pacaran, Siapa yang Mesti Mengeluarkan Uang?

Dalam Pacaran, Siapa yang Mesti Mengeluarkan Uang?

Naviri.Org - Ketika seorang pria dan wanita saling tertarik dan mereka mulai menjalin hubungan romantis, mereka pun akan melakukan pertemuan, kencan, nonton film bersama di bioskop, dan semacamnya. Dalam aktivitas-aktivitas semacam itu, selalu ada kemungkinan pengeluaran uang. Makan malam bersama, sebagai contoh mudah, jelas membutuhkan uang untuk membayar. Dalam hal itu, siapakah yang mesti mengeluarkan uang?

Di Indonesia, umumnya, pihak pria yang mengeluarkan uang untuk membayar kebutuhan kencan, dari makan bersama sampai nonton film bersama. Bahkan, kadang pula, pria juga mengeluarkan uang untuk kebutuhan lain, semisal kebutuhan belanja pasangan wanitanya. Meski dalam beberapa kasus, masing-masing pasangan saling berbagi—kadang si pria yang membayar, kadang pula si wanita yang mengeluarkan uang.

Kenyataannya, bagi sebagian orang, 'norma' yang berlaku dalam relasi romantis terkait uang adalah laki-laki yang dominan, baik soal membayari macam-macam keperluan dan keinginan, sampai soal penghasilan. Ini berlaku dalam rupa-rupa norma, mulai dari yang tak tertulis sampai hukum positif.

Dalam Bab VI UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang masih berlaku sampai kini, tercantum peran gender normatif: suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga (pasal 31 ayat 3); suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34 ayat 1); dan istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya (pasal 34 ayat 2).

Pembagian peran gender sejenis juga termaktub dalam Panca Darma Wanita yang lahir pada periode pemerintahan yang sama dengan penetapan UU Perkawinan. Di dalamnya, terdapat satu poin yang menyebutkan wanita sebagai pencari nafkah tambahan.

Adanya penjabaran peran gender macam ini merepresentasikan cara pandang masyarakat dan para pembuat regulasi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berlaku, dan siapa yang mestinya dominan. Tak pelak, pemikiran macam ini mewujud dalam pola-pola berelasi, mulai dari ranah rumah tangga sampai pacaran.

Kendati norma macam ini muncul dari puluhan tahun silam, dan kini kesempatan perempuan untuk mencari nafkah sendiri semakin terbuka, masih ditemukan orang-orang yang meyakini bahwa laki-laki seharusnya lebih dominan urusan membayari pasangan.

Tidak hanya di Indonesia, norma pacaran terkait urusan uang yang serupa pun ditemukan di konteks anak muda AS. Pada 2014, The Guardian membuat survei kecil-kecilan di media sosial, untuk mengetahui pendapat pengikut mereka tentang isu uang dalam pacaran.

Mereka menemukan kebanyakan responden laki-laki yakin, bahwa merekalah yang harus membayar. Sementara di sisi responden perempuan, mereka lebih terbuka untuk membagi tagihan atau membayari teman kencannya, bila mereka yang menginsiasi kencan.

Dari hasil survei mereka, dicantumkan pula opini responden soal kekhawatiran terkait isu uang dalam berkencan. Alex (23) dari Boston misalnya, mengaku merasakan kekhawatiran ini, karena dia sendiri masih tinggal dengan orangtua.

Sementara David (27) dari New York menyatakan keadaan bokek yang sempat dialaminya berpengaruh terhadap kepercayaan diri saat berkencan, bahkan bila kencan yang dilakukannya tak menuntut biaya apa pun alias gratis.

Kendati gengsi masih sering jadi alasan laki-laki membayari pasangannya, ada pula yang merasa baik-baik saja ketika harus berbagi tagihan dengan pasangan, tak khawatir bila tak bisa membiayai kencan, atau tak segan ketika perempuan membayari kebutuhannya bila sedang dilanda krisis. Alasannya sederhana: realistis dan bila di lain waktu mereka punya uang cukup, mereka bisa balik membayari pasangan.

Baca juga: Mendiskusikan Soal Uang Sejak Masih Pacaran

Related

Romance 3910975154184070234

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item