Kecerdasan Buatan, di Antara Ancaman dan Harapan

Kecerdasan Buatan, di Antara Ancaman dan Harapan

Naviri.Org - Bayangkan kalau kita bisa memiliki pembantu di rumah dalam wujud robot yang dilengkapi kecerdasan buatan. Pembantu tersebut bisa melakukan banyak hal, dari menyapu rumah, mencuci baju, membersihan piring, membuang sampah, dan lain-lain, dan dia bisa terus bekerja tanpa kenal lelah, juga tanpa hari libur. Bahkan, dia bekerja tanpa tuntutan bayaran. Karena dia hanya robot, meski dilengkapi kecerdasan.

Kedengarannya mungkin menarik kalau kenyataan semacam itu benar-benar terjadi. Kita tinggal membeli sebuah robot, lalu mempekerjakannya di rumah untuk membereskan banyak hal, dan dia akan melakukannya untuk kita kapan pun, tanpa ribut-ribut, tanpa menuntut macam-macam. Kecerdasan buatan, tampaknya, bisa menjadi harapan manusia di masa depan. Tetapi, benarkah begitu?

Awal November 2017, fisikawan Inggris Stephen Hawking mengatakan kecerdasan buatan akan melampaui kemampuan manusia dan menciptakan sebuah bentuk baru kehidupan.

"Saya takut kecerdasan buatan akan menggantikan manusia secara keseluruhan. Mereka layaknya virus komputer yang dapat mengembangkan kemampuan dan mereplikasi diri," ujar Hawking kepada Wired.

Pernyataan serupa pernah dilontarkan profesor yang disertasinya bertajuk Properties of Expanding Universes itu sebelumnya. Pada 2014, Hawking mengatakan kepada BBC bahwa perkembangan kecerdasan buatan dapat menjadi penanda akhir umat manusia.

Sejalan dengan Hawking, CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk sempat mencuit, “Jika Anda tidak peduli dengan keamanan AI (kecerdasan buatan), sebaiknya Anda peduli. Resikonya lebih besar dari Korea Utara.”

Musk juga menyumbangkan dana sebesar 10 juta dolar AS untuk Future of Life Institute. Lembaga itu bertujuan memitigasi risiko yang ditimbulkan pengembangan kecerdasan buatan.

Pernyataan Hawking dan Musk tidak berlebihan. Tepat 20 puluh tahun lalu, sebuah perangkat kecerdasan buatan bernama Deep Blue yang diciptakan IBM berhasil mengalahkan pecatur Gerry Kasparov.

Deep Blue membuat sejarah sebagai komputer pertama yang mengalahkan juara dunia dalam pertandingan enam babak. Kasparov menang pada babak pertama, kemudian kalah pada babak kedua, dan seri pada tiga babak selanjutnya. Saat Deep Blue memenangi pertandingan babak terakhir, Kasparov tidak percaya dan menduga IBM berbuat curang.

Al Music, sebuah perusahaan rintisan (start-up) asal Inggris berhasil menciptakan kecerdasan buatan yang mampu menciptakan musik berdasarkan genre, mood, tempo, instrumen dan panjang lagu yang diinginkan seseorang. Sementara pada Juli 2017, kecerdasan buatan milik Facebook menciptakan bahasa baru yang tidak dimengerti manusia. Pada pertemuan FII itu pun, robot Sophia didapuk sebagai warga negara Arab Saudi – seolah setara dengan manusia.

Baca juga: Apa Perbedaan Robot dan Kecerdasan Buatan?

Related

Technology 2525476365113782159

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item