Kepercayaan Kuno Tentang Teror Kegelapan Malam

Kepercayaan Kuno Tentang Teror Kegelapan Malam

Naviri.Org - Saat ini, di zaman modern, siang dan malam bisa dibilang tak ada bedanya. Sama-sama terang. Di siang hari, matahari bersinar cerah, dan siang pun terang benderang. Sementara di malam hari ada banyak lampu yang menyala, menjadikan tempat mana pun terang benderang. Tetapi, sekian abad lampau, keadaannya jauh berbeda.

Di masa lalu, ketika lampu belum ditemukan, malam hari adalah kegelapan yang pekat, nyaris tanpa cahaya. Karenanya, siang dan malam di zaman kuno bisa dibilang sangat kontras. Saat siang, matahari bersinar dan memancarkan terang, sementara malam hari hanya berisi kegelapan. Memang benar ada bulan di langit malam, tapi cahaya bulan tidak seterang matahari.

Untuk mendapatkan cahaya atau penerangan, orang-orang kuno biasa menyalakan lilin, obor, atau semacamnya. Itu pun umumnya tidak dinyalakan semalam suntuk. Saat mereka akan beranjak tidur, nyala api pada lilin atau obor itu dimatikan. Alasannya bisa penghematan, bisa pula karena khawatir kalau-kalau apinya membesar dan membakar barang lain.

Dengan kondisi semacam itu, orang-orang di masa lalu pun menganggap malam sebagai saat gelap yang menyeramkan. Nyaris semua aktivitas harus terhenti, karena minimnya penerangan. Satu-satunya aktivitas yang bisa dilakukan dengan baik pada malam hari dan minim cahaya hanyalah tidur.

Latar belakang itu bahkan kemudian memunculkan aneka kepercayaan, yang mengaitkan malam dengan hal-hal yang sama gelap. Berbagai budaya di masa lampau memiliki keyakinan bahwa malam berkaitan dengan berbagai hal buruk, fisik maupun spiritual. Salah satu kutukan yang menimpa bangsa Mesir di kota Pi-Ramesses di tepi Sungai Nil, seperti tertulis dalam Kitab Taurat, adalah “kegelapan yang meliputi kota selama tiga malam”.

Meski sebagian ilmuwan kini memperkirakan kegelapan itu karena terhalangnya sinar matahari sebagai dampak letusan hebat Gunung Santorini di Mediterania, “teror” malam sudah berakar lama dalam peradaban manusia. Bangsa Mesir Kuno juga mempercayai Apep, roh penghancur dan kegelapan, berambisi menaklukkan dewa matahari Ra. Kejahatan Apep muncul melalui fenomena alam seperti gerhana matahari, badai, dan gempa bumi.

Berbagai kepercayaan akan iblis yang berkuasa di waktu malam juga dimiliki budaya lain. Nyx, dalam mitos Yunani, adalah dewi penguasa malam yang memihak kejahatan, hingga Zeus pun takut padanya.

Kontradiksi antara “kejahatan” malam dan “kebaikan” siang, menurut sejarawan Craig Koslowsky dalam Evening’s Empire: A History of the Night in Early Modern Europe, terus berlanjut pada abad ke-15 sampai 17 di Eropa melalui tahayul, mistik, dan agama. Manual pemusnahan kaum penyihir, Malleus Maleficarum, misalnya, secara gamblang menetapkan “malam” sebagai “waktu di mana sang iblis menciptakan segala macam kejahatan,” jelas Koslowsky.

Malam dan bulan yang meneranginya juga dianggap sumber utama penyakit. Dalam Maison Rustique, Or The Country Farme (1616), Charles Estienne dan rekan menulis bahwa perempuan berisiko mendapat gangguan jiwa ketika bulan purnama. Selain itu, malam dipercaya menyebarkan penyakit lebih cepat ketimbang siang.

Pandangan sosial abad pertengahan kerap mengkonotasikan malam dengan kriminalitas dan pelacuran. Hampir tak ada satu pun aktivitas “bermoral baik” yang pantas dilakukan di malam hari. Hal ini perlahan berubah ketika komunitas Katolik dan Protestan di Eropa memperkenalkan tradisi doa bersama saat subuh.

Baca juga: Yang Dilakukan Orang-orang Kuno Saat Malam Hari

Related

Insight 4871703967295050839

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item