Hikayat Obat Kuat, dari Raja Jawa Sampai Cina

Hikayat Obat Kuat, dari Raja Jawa Sampai Cina

Naviri.Org - Jauh-jauh hari sebelum viagra atau aneka obat kuat modern ditemukan dan dikenal banyak orang, masyarakat Jawa telah mengenal obat kuat tradisional yang berasal dari tumbuhan. Disebut sebagai “viagra Jawa”, tumbuhan itu bernama purwoceng.

Salah satu tempat terkenal yang ditumbuhi tanaman purwoceng adalah dataran tinggi Dieng, Wonosobo. Tanaman itu hanya bisa dipanen empat atau lima tahun sekali, dan diketahui hanya ada di sekitar Dieng. Sejak masa lampau, tanaman purwoceng telah dikenal sebagai bahan untuk membuat obat kuat. Sebegitu populer, hingga para raja sampai rakyat biasa menggunakannya.

Seperti kita tahu, para raja di zaman dulu punya banyak istri, bahkan masih ditambah banyak selir. Sebagai suami yang adil, tentu sang raja harus menafkahi dan menggauli istri-istri dan selir-selirnya. Sudah menjadi kehormatan atau kebanggaan bagi perempuan-perempuan di masa lalu ketika dirinya dipilih untuk digauli raja.

Jika semuanya harus dilakukan tiap malam, raja yang sejatinya juga manusia yang punya keterbatasan, mau tidak mau butuh ramuan khusus.

Pakubuwono X, misalnya, diketahui punya ramuan khusus yang merupakan resep warisan leluhurnya. Ramuan khusus itu bahan-bahannya adalah merica, daun sirih dan bawang lanang. Di mana 40 butir merica, 40 lembar daun sirih dan 40 bawang lanang di rebus lalu disaring. Setelah disaring, bahan-bahan itu dihaluskan dengan batu. Setelahnya diembunkan semalam sebelum diminum.

Ada berbagai jamu atau obat kuat yang tersebar di penjuru Indonesia dan juga dipakai raja-raja lokal lainnya di Indonesia. Tiap raja di dunia ini selalu punya jamu dan obat kuatnya masing-masing. Ketika seks menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban yang harus ditunaikan dengan sempurna, alam telah menjawabnya dengan bahan baku.

Selain purwoceng di Dieng, ada beberapa tumbuh-tumbuhan seperti pasak bumi, yang punya beberapa istilah. Sementara orang-orang Tiongkok, selain percaya pada ginseng asal Korea, mereka percaya juga pada tanduk rusa dan cula badak sebagai bahan baku obat kuat.

Mao Ze Dong sukses melawan gempuran kaum nasionalis Kuomintang yang dipimpin Chiang Kai Shek, bahkan memojokan Kuomintang di Pulau Formosa yang menjadi Taiwan. Di masa tuanya, ketika malam tiba, perempuan-perempuan muda terpilih disiapkan.

Umur bukan masalah buat Ketua Mao. Untuk Sang Ketua yang makin uzur, suntikan tanduk rusa tersedia untuknya. Dokter pribadinya yang menyuntikan sari tanduk rusa. Agar Ketua Mao tidak loyo, tapi garang di atas ranjang. Ketika Mao masih hidup, Viagra belum ada. Jadi, dengan tanduk rusa pun Mao bisa perkasa lagi.

Tanduk rusa dipercaya mampu meningkatkan daya tahan kejantanan laki-laki di atas ranjang. Superioritas laki-laki di atas ranjang telah meramaikan obat-obat kuat yang beragam dari berbagai penjuru di dunia.

Di Tiongkok, menurut Jatna Supriatna dalam Melestarikan Alam Indonesia (2008), selain sari tanduk rusa, rendaman embrio rusa di dalam arak, dan cula badak dipercaya juga punya khasiat sama. Selain orang-orang dari daratan Tiongkok, orang-orang Kenya di Afrika, Yaman di Timur Tengah, India, Thailand dan Burma juga percaya khasiat cula badak. Akhirnya cula badak yang mahal harganya itu jadi bahan perburuan.

Di masa lalu, seperti ditulis Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia (2004), di zaman Kerajaan Sriwijaya, kerajaan yang berpusat di sekitar Palembang itu setidaknya sembilan kali mengirim utusan ke Tiongkok. Sekitar abad ke X, delegasi Sriwijaya tersebut membawa barang dagangan, di antaranya cula badak. Dapat diduga, barang itu untuk dikonsumsi para raja dan bangsawan pula.

Baca juga: Daftar 50 Merek Obat Kuat Berbahaya Temuan BPOM

Related

Insight 3287787001968160628

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item