Ongkos Kawin Kian Mahal, Jutaan Pria Terancam Tak Punya Istri

Ongkos Kawin Kian Mahal, Jutaan Pria Terancam Tak Punya Istri

Naviri.Org - Perkawinan antara pria dan wanita adalah hal umum yang terjadi di mana saja, dan hal itu pun bisa terus berlangsung karena selalu ada pria yang lajang dan wanita yang lajang. Bagaimana jika suatu saat jumlah wanita lebih sedikit dibanding pria? Bayangkan saja, ada seribu pria lajang, tapi hanya ada 600 wanita lajang. Berdasarkan perbandingan sederhana itu, maka setidaknya akan ada 400 pria yang terancam tidak punya pasangan.

Kenyataan semacam itulah yang kini terjadi di Cina. Jumlah pria jauh lebih banyak dibanding jumlah wanita. Kenyataan itu menjadikan uang mahar semakin mahal, karena wanita-wanita di sana hanya mau dinikahi pria yang bisa menyediakan uang dalam jumlah banyak, plus jaminan lain terkait masa depan perkawinan mereka.

Fenomena itu telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir di Cina. Bibitnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1990-an, ketika populasi kaum Hawa di Cina kalah oleh kaum Adam. Jumlah yang lebih sedikit membuat para perempuan berani meninggikan daya tawar dalam konteks uang mahar pernikahan. Seolah persis hukum ekonomi.

Menurut studi “Global Gender Gap Report” yang disusun oleh World Economic Forum dan dikutip South China Morning Post, pada 1994 perbandingannya 115 bayi laki-laki yang lahir untuk tiap 100 bayi perempuan secara nasional. Angkanya naik pada 2004, yakni 121,2 untuk bayi laki-laki. Di beberapa provinsi, ada yang rasionya mencapai 130 bayi laki-laki.

Beranjak ke 2008, rasionya naik sedikit menjadi 122 kelahiran bayi laki-laki untuk 100 bayi perempuan. Pada 2010, kali ini merujuk data Biro Statistik Nasional Cina, angkanya menurun menjadi 119 bayi laki-laki. Dua tahun setelahnya menjadi 118 bayi laki-laki. Tren penurunan terus terjadi, hingga pada 2015 bertahan di angka 113,5 bayi laki-laki.

The Economist melaporkan di Provinsi Shandong, Cina bagian timur, rasionya sangat tidak seimbang. Pada 2010 tercatat 123 bayi laki-laki lahir per 100 bayi perempuan. Para perempuannya tak bertahan untuk menunggu lamaran pria lokal, melainkan memutuskan untuk pergi ke kota. Selain mencari kerja, mereka juga paham bahwa tawaran mahar laki-laki urban jauh lebih tinggi.

Di Zhongdenglou, sebuah desa di Shandong bagian barat, pada pertengahan 2000-an kaum laki-lakinya bisa menikah dengan modal 2.000 hingga 3.000 yuan. Namun, satu dekade kemudian nominalnya sudah melonjak jadi 200.000 yuan hingga 300.000 yuan, atau 100 kali lipat. Angka ini tergolong rata-rata. Ada juga laki-laki yang menyerahkan mahar hingga 500.000 yuan atau lebih.

Melamar = Punya jaminan masa depan 

Sistem transaksi jodoh yang berkembang di Cina nyatanya kurang lebih demikian: pihak perempuan harus diberi jaminan masa depan selayak-layaknya dari pihak laki-laki. Jadi hak laki-laki juga harus membiayai pernikahan, dan uang mahar biasanya satu paket dengan apartemen (rumah), mobil, dan properti lainnya.

Pada 2012, Komite Industri Jasa Perjodohan, yang dikelola Asosiasi Pekerja Sosial Cina dan situs Baihe, merilis hasil survei bertajuk “Situasi Perkawinan di Cina”. Ada lebih dari 50.000 kuesioner yang disebar ke responden. Hasilnya, sebagaimana dilaporkan situs All-China Women's Federation, menunjukkan bahwa 92 persen perempuan Cina memandang laki-laki idealnya menikah setelah punya properti sendiri.

Sebanyak 80 persen responden menilai gaji laki-laki yang berniat kawin minimal harus mencapai 4.000 yuan (nominalnya naik ketimbang hasil survei pada tahun 2010). Dari 80 persen itu, sebanyak 27,1 persen mematok angka yang lebih fantastis lagi, di atas 10.000 yuan atau sekitar Rp100 juta. Di sisi lain, 57 persen responden sepakat bahwa suami yang baik penting untuk membangun karier.

Situasinya sangat tak menguntungkan bagi laki-laki miskin, terutama yang tinggal di pedesaan. Dalam kondisi masih banyak yang buta huruf, mereka terjebak di kampung dengan pekerjaan seadanya. Hanya cukup untuk makan sehari-hari serta menopang hidup orangtua. Orangtua ala Cina punya visi seragam: anak adalah investasi yang kelak akan mengurus mereka saat usia senja.

Kembali menyitir laporan The Economist, gerombolan laki-laki yang membujang pun terkonsentrasi dobel: secara kelas ekonomis dan geografis. Para sosiolog khawatir, di masa depan fenomena ini akan berdampak pada lahirnya epidemik prostitusi, perdagangan manusia, penculikan, kerusuhan massal, kejahatan yang terorganisir, hingga penyebaran penyakit kelamin.

Dampaknya telah berkembang hingga ke negara tetangga. Di pedesaan Cina bagian selatan, laki-laki yang putus asa dikabarkan mencari perempuan untuk dikawini hingga ke Vietnam. Jika ngotot ingin menggaet perempuan lokal, maka orangtua yang paling direpotkan. Dalam beberapa kasus, orangtua bahkan bisa jadi “korban”.

Beberapa dari mereka ada yang meninggikan bangunan rumah, sekadar untuk menarik perhatian perempuan-perempuan tetangga. Tentu sembari menunjukkan bahwa mereka adalah keluarga yang mampu. Lainnya memberikan uang dalam jumlah besar ke anak laki-laki untuk membeli perhiasan emas atau biaya foto pra-nikah yang mahal.

Mereka bekerja banting tulang agar bisa menabung banyak, mengingat usia pernikahan anak kesayangannya makin menjauhi angka ideal. Tak jarang harus menumpuk utang. Ini semua tak menjamin keberhasilan jika uang yang dikumpulkan tetap belum sesuai standar mahar yang terus melambung, atau saat populasi perempuan-usia-menikah-lokal habis duluan.

Konsekuensi patriarki + Kebijakan satu anak

Jika ditarik mundur, generasi tua Cina juga korban dari kultur dan kebijakan negara. Menurut analisis Rachel Murphy dkk yang bertajuk Son Preference in Rural China: Patrilineal Families and Socioeconomic Change (2011), masyarakat Cina menganut sistem patriarki. Preferensi tradisional sesuai ajaran Konfusianisme menetapkan anak laki-laki sebagai penerus garis keluarga. Anak laki-laki juga lebih disukai karena upah lebih tinggi.

Anak laki-laki jadi penerima warisan, sementara anak perempuan lebih dipandang sebagai beban ekonomi. Anak perempuan juga biasanya akan melebur menjadi anggota keluarga suami, dan tidak memiliki tanggung jawab untuk merawat orangtua di usia senja atau ketika mulai sakit-sakitan. Anak laki-laki dapat keuntungan banyak, tapi juga diberi tanggung jawab yang cukup besar.

Kebijakan negara yang dimaksud adalah program satu anak yang mulai diterapkan sejak 1979. Pasangan yang kedapatan memiliki lebih dari satu anak akan dihukum. Tujuannya agar populasi anak di Cina lebih terkontrol, terutama di perkotaan. Di pedesaan, aturan ini kurang dijalankan dengan tegas untuk etnis minoritas, dan ada beberapa pengecualian untuk mayoritas penduduk Han.

Kombinasi patriarki yang mengakar kuat dan program satu anak yang dijalankan dengan ketat membuat orangtua cenderung tak menginginkan anak perempuan. Populasi kaum hawa pelan-pelan menipis, dan jaraknya kian menjauhi kaum adam.

Dudley L. Poston dan Karen S. Glover dalam artikel ilmiah berjudul Too Many Males: Marriage Market Implications of Gender Imbalances in China (2005), menjelaskan dampak pedih dari situasi itu: praktik aborsi anak perempuan meningkat. Aborsi di Cina legal, dan populer pada era 1980-an ketika teknologi pendeteksi janin mulai berkembang, juga teknologi yang merangsang potensi punya anak laki-laki lebih besar.

Selain gagal lahir ke dunia, tercatat juga bayi-bayi perempuan di Cina era 1980-an dan 1990-an jadi korban kematian dini. Penyebabnya macam-macam. Ada yang karena sengaja tak mengurus sehingga jabang bayi terkena masalah gizi akut lalu meninggal, bahkan ada pula yang melakukan praktik pembunuhan kepada bayinya sendiri. Angka kematian bayi perempuan kala itu jauh lebih tinggi ketimbang bayi laki-laki.

Kini, itu semua bermuara pada fenomena susah kawin bagi kaum adam. Jumlah pria yang melajang diprediksikan mencapai 24 juta pada akhir dekade ini. Perjuangan makin terjal. Sebab, pertama si laki-laki turut dituntut mengurus orangtua, kedua perempuan Cina modern yang punya karier bagus, mandiri, serta disibukkan oleh pekerjaan juga makin percaya diri untuk melajang.

Baca juga: Mengenal Tinder dan Aplikasi Pencari Jodoh Lainnya

Related

World's Fact 4005008453177489889

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item