Produk-produk Gagal dari Merek-merek Terkenal

 Produk-produk Gagal dari Merek-merek Terkenal

Naviri.Org - Merek adalah salah satu hal penting dalam bisnis dan industri. Sebegitu penting, hingga berbagai perusahaan berupaya mati-matian mengenalkan merek mereka, agar dikenal khalayak luas. Pertimbangannya sederhana saja. Yaitu, semakin terkenal suatu merek, semakin luas pula kemungkinan mereka untuk sukses di pasaran. Memproduksi apa pun, kalau mereknya sudah terkenal, kemungkinan besar orang-orang akan membeli.

Kenyataan itu bisa dilihat pada merek Apple, misalnya. Sebagai merek, Apple jelas merek yang sangat terkenal sekaligus dipuja. Kapan pun Apple memproduksi barang baru, orang-orang akan tertarik untuk membeli. Namun, sayangnya, tidak semua merek memiliki keberhasilan dan keberuntungan seperti Apple. Meski sama-sama memiliki merek yang terkenal, namun produk yang dihasilkan beberapa merek justru jeblok di pasaran alias tidak laku.

Di dunia bisnis, ada banyak perusahaan yang membuat produk baru, yang meski sangat baik secara kualitas, tapi tidak laku di pasaran. Tidak hanya merugi, beberapa perusahaan harus memperbaiki citra perusahaan yang berantakan karena produk gagal tersebut. Citra perusahaan yang tercoreng membuat perusahaan merogoh kocek dalam-dalam karena mesti mengulang iklan dan memperbaiki cap buruk akibat produk gagal tersebut.

Perusahaan otomotif Ford, misalnya, pernah merilis produk mobil bernama Edsel yang dibuat pada 1957. Saat itu Ford adalah perusahaan besar dengan pendapatan mencapai 4,6 miliar dolar. Edsel adalah usaha Ford untuk menjual kendaraan bagi kelas menengah. Ford mengeluarkan dana lebih dari 350 juta dolar.

Namun, karena promo berlebihan dan harga mobil terlalu mahal, Edsel tak laku dijual. Akibatnya, selain merugi, citra Ford sebagai perusahaan otomotif Amerika yang menjual produk bermutu tercoreng. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Ford untuk bisa memperbaiki citra mereka yang rusak.

Nasib buruk juga dialami perusahaan komputer Hewlett Packard yang membuat TouchPad pada 2011. Saat itu HP adalah perusahaan komputer raksasa dengan pendapatan mencapai 126 miliar dolar. Pada Juli 2011, HP memperkenalkan TouchPad sebagai usaha untuk menyaingi iPad dari Apple.

Dengan kualitas video dan proses data yang lebih cepat, TouchPad merupakan produk yang bisa menyaingi iPad dari harga maupun spesifikasi. Namun, sebagian karena gagal dalam promosi dan citranya tidak sesuai dengan HP, Touchpad mati di pasaran dan bikin perusahaan tambah merugi hingga 885 juta dolar.

Salah satu merek yang pernah gagal dalam mengembangkan produk adalah Clairol, salah satu anak perusahaan dari Procter & Gamble. Pada 1979, mereka mengembangkan produk bernama Clairol Touch of Yogurt Shampoo. Saat itu P&G memiliki pendapatan hingga 8,1 miliar dolar—angka ini tergolong sangat tinggi untuk sebuah perusahaan yang fokus pada kebutuhan sehari-hari. Namun, kemunculan produk Clairol Touch of Yogurt Shampoo sempat membuat pusing perusahaan tersebut.

Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, muncul gerakan yang menganjurkan orang-orang urban untuk menggunakan produk dengan bahan dasar alami. Salah satunya adalah susu. Banyak yang percaya bahwa produk olahan susu bisa digunakan untuk perawatan rambut, termasuk yogurt.

Itu yang membuat P&G lantas memulai kampanye tentang pemanfaatan Yogurt untuk produk mereka. Itu yang kemudian membuat Clairol sebagai salah satu anak cabang perusahaan P&G membuat sampo bernama Touch of Yogurt Shampoo. Sayang, banyak orang yang salah paham, alih-alih menggunakan sampo ini, mereka malah mengonsumsinya.

Hal serupa juga dialami oleh Adolph Coors Company. Pemasaran produk mereka, bernama Coors Rocky Mountain Sparkling Water, membuat pelanggan Adolp Coors kebingungan. Perusahaan yang fokus pada produk minuman beralkohol itu pada 1990 mencoba memasarkan air mineral kemasan yang diklaim berasal dari pegunungan Rocky di Amerika. Kesegaran air ini memang menjadi moto perusahaan yang mengklaim bir buatan mereka dibuat dengan bahan air segar pegunungan asli Amerika.

Adolph Coors Company telah berdiri sejak 1873. Produk air mineral mereka yang diberi nama Coors Rocky Mountain Sparkling Water merupakan respons dari gerakan minum alkohol yang semakin moderat. Produk ini diniatkan bisa jadi penengah bagi mereka yang ingin hidup sehat dan jauh dari alkohol.

Namun, karena nama produk yang mirip dengan merek bir, konsumen bingung. Kampanye air mineral ini jadi bencana karena banyak orang yang salah membeli produk dan kerap membuat pelanggan kecewa. Hingga akhirnya pada 1997 mereka menghentikan penjualan air mineral tersebut.

Produk gagal dialami pula dalam industri gim. Setidaknya beberapa seri gim yang buruk bikin studio perancang gim tersebut mengalami kritik keras dan kerugian besar. Salah satunya adalah Call of Duty: Infinite Warfare yang dianggap sebagai seri terburuk dalam sejarah Call of Duty. Jalan cerita yang kacau, senjata yang aneh, dan latar di masa depan membuat gim yang diproduksi oleh Activision dan dikembangkan oleh Infinity Ward ini menjadi bahan tertawaan.

Tidak hanya gagal di pasar dengan penjualan yang jeblok, gim ini juga dianggap sampah oleh banyak kritikus, meski tidak sedikit yang menganggap hal ini berlebihan.

Menariknya, ada beberapa kali kasus sebuah produk yang dianggap buruk oleh kritikus dan pengamat tapi moncer dalam sisi penjualan. Gim lain yang dianggap buruk dan sempat membuat perusahaan mengalami kebingungan adalah Final Fantasy XIII yang dibuat oleh Square Enix.

Meski dianggap seri yang hancur-hancuran, toh tidak membuat Square Enix berhenti mengembangkan spin-off game ini hingga dua gim lain. Penjualan Final Fantasy XIII juga relatif sukses, mencapai 1,9 juta copy, serta mendorong Square Enix membuat sekuel Final Fantasy XIII-2 dan Lightning Returns: Final Fantasy XIII.

Salah satu kegagalan paling epik dari produk yang dibuat merek terkenal adalah Zune, layanan musik dan produk pemutar musik digital dari Microsoft. Kegagalan produk Microsoft ini disebabkan banyak hal. Misalnya, pada 2009, ribuan produk Zune tiba-tiba beku dan ngadat karena perangkat lunak mereka mengalami gangguan.

Selain gagal mengimbangi iPod dan iTunes, Zune memiliki kelemahan dalam perlindungan data konsumen. Divisi Microsoft yang fokus pada pengembangan alat dan hiburan merugi sebesar 1,3 miliar dolar pada 2006 dan 1,9 miliar pada 2007. Saat ini Zune benar-benar ditinggalkan dan nyaris tidak dipedulikan oleh Microsoft.

Jadi, nama-nama besar ternyata tak selalu sukses meluncurkan produk. Namun mereka bisa tetap besar karena mampu menutup kegagalan produk dengan kesuksesan produk lain.

Baca juga: Produk Cina, Dulu Dihina Sekarang Dipuja

Related

Business 6457111012063989391

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item