Tips Menyiapkan Masa Tua dengan Dana Pensiun

  Tips Menyiapkan Masa Tua dengan Dana Pensiun

Naviri.Org - Apa yang Anda bayangkan tentang masa tua kelak? Akan terus bekerja, banting tulang setiap hari? Mungkin saja begitu, kalau memang Anda menyukai kehidupan aktif, dan Anda sangat mencintai pekerjaan Anda. Atau, bisa jadi pula, Anda harus terus bekerja keras di masa tua, karena memang membutuhkan uang untuk melangsungkan kehidupan.

Dalam benak dan bayangan kebanyakan orang, masa tua yang menyenangkan adalah saat bisa menikmati kehidupan tanpa harus direpotkan oleh urusan kerja dan tetek bengek kesibukan lain. Hanya leyeh-leyeh di rumah, atau plesir ke tempat-tempat yang disukai, atau menikmati hobi, dan semacamnya. Semua orang tampaknya ingin seperti itu.

Misalkan seseorang mulai bekerja pada usia 25 tahun, pensiun pada usia 55 tahun berarti masa produktifnya 30 tahun. Setelah pensiun pada usia 55 tahun, jika masih hidup sampai usia 75, berarti masih ada 20 tahun lagi setelah pensiun. Masa 20 tahun ini diharapkan dapat diisi dengan berbagai kesenangan yang terlupakan ketika sibuk bekerja.

Sayangnya, berbeda sekali kenyataan yang ada. Sedikit yang ingat bahwa menikmati masa pensiun pun memerlukan biaya. Kemewahan leyeh-leyeh itu tidak dapat diperoleh serta merta, melainkan harus direncanakan dengan saksama.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa persentase pekerja yang memiliki program pensiun baru mencapai 13,5 juta pekerja atau sekitar 27 persen dari 50 juta pekerja formal di republik ini. Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah pekerja informal sebanyak 68,2 juta, yang sebagian besar juga tidak memiliki jaminan pensiun. Artinya, kesadaran untuk mempersiapkan diri menghadapi masa pensiun masih sangat rendah, baik dari sisi karyawan maupun pemberi kerja.

Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK, Dumoly Pardede, memerinci dari jumlah tersebut, yang ikut serta dalam program jaminan pensiun BPJS sebanyak 9,13 juta orang, dan peserta dana pensiun karyawan sebanyak 4,3 juta orang. Selain itu, ada pula peserta Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen) mencapai 4,2 juta orang, dan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebanyak 940 ribu orang. Sisanya, masih belum tersentuh oleh program dana pensiun.

Jika dilihat dari rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), baru mencapai 1,92%. Dibandingkan dengan negara tetangga, jumlah ini sangat kecil. Jika kita mengacu pada negara maju seperti Kanada, misalnya, sudah mencapai 79% dari PDB. Maklumlah, Kanada sudah memulai program pensiun nasional sejak tahun 1930-an.

Di negara tetangga dekat, Thailand, rasio terhadap PDB sudah mencapai 6,6%. "Kita baru resmi mulai tahun 1992. Misalkan bisa bersaing dengan Thailand, diharapkan kita dapat 6,6% atau 5% dalam jangka menengah," kata Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Edy Setiadi, di Seminar Internasional Dana Pensiun.

Berdasarkan hasil survei literasi dan inklusi keuangan 2016 yang dilakukan oleh OJK, tingkat literasi keuangan dana pensiun berada pada angka 10,91. Angka ini naik tiga persen dibandingkan hasil survei 2013. Sementara tingkat inklusi keuangan dana pensiun mencapai 4,66 persen, juga naik tiga persen dari tahun lalu.

Selain itu, beberapa survei yang dilakukan bank atau lembaga penyedia jasa keuangan lainnya juga menunjukkan hal serupa. Hasil survei Manulife Investor Sentimen Index (MISI) mendapati hampir 96 persen responden yakin akan memiliki gaya hidup yang sama atau hampir sama pada masa pensiun.

Tetapi pada kenyataannya, sebanyak 24 persen responden hanya menyisihkan 10 persen dari tabungannya sebagai dana pensiun. Sekitar 57 persen berharap dapat mengumpulkan dana pensiun, maksimal sebesar Rp100 juta. Jumlah tabungan dana pensiun itu akan habis dalam tiga tahun, dengan asumsi rata-rata pengeluaran sebesar Rp4 juta.

Dirut PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia, Sonny Widjaja, mengatakan ada 90 persen pekerja yang tidak siap menghadapi pensiun, karena merasa tidak memiliki persiapan finansial yang mencukupi.

Terlena

Kebanyakan para pegawai negeri sudah merasa cukup dengan tunjangan pensiun dari pemerintah, sehingga tidak perlu lagi mempersiapkan pensiun mandiri. Dulu pada tahun 1970-an, salah satu daya tarik menjadi pegawai negeri adalah memperoleh tunjangan pensiun. Ketika itu, belum banyak perusahaan yang memberikan tunjangan pensiun kepada karyawannya.

Lalu diperkenalkan Asuransi Tenaga Kerja (Astek) pada tahun 1977. Pemberi kerja, baik swasta maupun BUMN, wajib melindungi pekerjanya dengan program ini. Lalu pada tahun 1992, melalui UU no. 3 tahun 1992, dibentuklah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sesuai dengan amanat UU No. 24 tahun 2011, Jamsostek lalu diubah lagi menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Sebenarnya, mengandalkan program pensiun publik seperti BPJS saja juga tidak cukup. Pada tahun 2017, batas atas paling tinggi upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan program pensiun BPJS sebesar Rp7,7 juta. Manfaat maksimal yang diterima sebesar Rp3,8 juta, dan minimal Rp319.450. Bagi mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi, misalnya Rp10 juta, uang tunjangan pensiun publik ini akan terasa sedikit sekali.

Banyak cara untuk menambah dana pensiun, seperti mempersiapkan dana pensiun mandiri melalui dana pensiun lembaga keuangan (DPLK), atau dengan membeli aset seperti reksa dana atau properti, yang dapat memberikan arus kas ketika kita pensiun kelak. Daripada tua merana, lebih baik segera menyusun rencana untuk masa pensiun kita.

Baca juga: Persiapan Investasi untuk Masa Pensiun

Related

Money 180510141247302725

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item