Stephen Hawking, Ateis yang Terbuka pada Ajaran Agama

 Stephen Hawking, Ateis yang Terbuka pada Ajaran Agama

Naviri Magazine - Sudah jadi rahasia umum kalau Stephen Hawking adalah seorang ateis atau orang yang tidak percaya eksistensi Tuhan. Hal itu kerap terlontar dalam ucapan-ucapannya, terkait penciptaan alam semesta. Ia, misalnya, mengatakan bahwa alam semesta tidak membutuhkan pencipta.

Sementara terkait alam akhirat, Hawking berkata, "Saya pikir kehidupan setelah mati secara konvensional adalah dongeng untuk orang-orang yang takut pada kegelapan."

Meski seorang ateis, Hawking tetap terbuka untuk berkolaborasi dengan kalangan agamawan. November 2016, misalnya, Hawking pergi ke konferensi sains di Vatikan, bertemu Paus Fransiskus. Bersama gereja, Hawking mengingatkan tentang ancaman perubahan iklim.

Sebelumnya, ia juga pernah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II. Ia tetap mengapreasiasi walaupun sang Paus mengatakan, "Boleh saja mempelajari alam semesta dan dari mana asalnya. Tetapi kita seharusnya tidak menanyakan tentang permulaan alam semesta, sebab itu momen penciptaan dan kerja Tuhan."

Dalam sains, Hawking juga terbuka dengan gagasan baru. Sebelum penemuan Higgs Boson pada tahun 2012, Hawking meyakini bahwa partikel yang kerap disebut "partikel tuhan" tak akan pernah ditemukan. Namun, saat ilmuwan Organisasi Riset Nuklir Eropa (CERN) menemukannya, Hawking mengapresiasi.

Menggeluti bidang mengawang-awang seperti kosmologi tak lantas membuat Hawking berada di menara gading. Ia juga prihatin dengan masalah kemanusiaan, dan berbagi gagasannya. Pada 1 Desember 2016, Hawking menulis di The Guardian, berjudul, "Ini adalah Saat Paling Berbahaya bagi Planet Kita".

Dalam tulisan itu, Hawking mengutarakan bahwa dunia selayaknya bersatu untuk menghadapi tantangan, bukan berkonflik dan menambah tantangan baru. Ia mengkritisi kebijakan Brexit, Donald Trump, pengembangan kecerdasan buatan, dan internet.

Menurutnya, internet dan kecerdasan buatan memungkinkan sekelompok orang meraup keuntungan dengan mempekerjakan sedikit orang. Hal itu kemajuan, tetapi juga merusak. Karena berdampak pada ketersediaan lapangan kerja, kesenjangan, dan migrasi besar-besaran ke kota.

"Melebihi waktu lain dalam sejarah, spesies kita perlu bekerja sama. Kita menghadapi tantangan lingkungan: perubahan iklim, produksi pangan, kelebihan populasi, kepunahan spesies, penyakit endemik, dan peningkatan keasaman laut," katanya.

"Masalah-masalah itu adalah pengingat bahwa kita berada pada masa paling berbahaya dalam kemanusiaan. Kita punya teknologi untuk menghancurkan planet kita, tetapi belum punya teknologi untuk lari darinya," katanya. "Sekarang kita hanya punya satu planet, dan kita perlu bekerja sama untuk menjaganya.

Baca juga: 5 Pernyataan Stephen Hawking yang Menghebohkan Dunia

Related

Science 8107087984745436235

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item