Fakta Mengerikan di Balik Kehidupan Burung-burung Gagak

 Fakta Mengerikan di Balik Kehidupan Burung-burung Gagak

Naviri Magazine - Burung gagak lekat dengan kesan horor, mengerikan, dan kematian. Karenanya, dalam film-film, burung gagak sering digambarkan muncul saat kisah horor dimulai, atau saat kematian akan menjelang. Di sebagian kalangan masyarakat, keberadaan burung gagak hitam bahkan dianggap sebagai pertanda akan datangnya kematian.

Ternyata, yang mengerikan dari burung gagak bukan hanya kesan mereka, tapi juga kehidupan mereka.

Penelitian perilaku burung telah menunjukkan bahwa beberapa spesies burung sensitif terhadap kematian kerabatnya. Burung gagak salah satu contohnya, mereka berkumpul bersama dan memperhatikan bangkai sesamanya, seakan memberikan penghormatan terakhir. Namun, sebuah penelitian baru mengungkap bahwa burung hitam ini melakukan lebih dari itu.

Sebuah tim peneliti awalnya ingin mengamati perilaku pemakaman dalam populasi burung gagak. Tetapi, mereka malah menemukan burung gagak melakukan aksi hubungan seksual dengan mayat—bangkai dalam hal ini—yang dikenal dengan istilah nekrofilia.

Tidak hanya identik dengan film horor atau suspense, burung gagak kerap dianggap punya citra bijaksana. Mereka dikatakan dapat mengingat wajah manusia, juga menyimpan dendam pada yang menganiaya mereka.

Jika seseorang merusak sarang mereka, cepat atau lambat kemungkinan si pelaku akan diserang oleh gagak. Gagak juga diketahui pernah menyerang manusia yang menyentuh bangkai gagak. Burung ini menganggap kematian mereka sebagai tanda bahaya, sehingga pengamatan perilaku baru akan nekrofilia ini cukup mengejutkan.

Kaeli Swift dan John M. Marzluff adalah dua peneliti yang menerbitkan sebuah studi tentang temuan interaksi burung gagak dengan rekannya yang sudah mati, di The Royal Society Publishing.

Setelah penemuan awal, Swift mulai menyelisik dengan terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah besar bangkai burung gagak dari lemari es museum sejarah alam Seattle, Amerika Serikat.

Ketika fasilitas rehabilitasi setempat tidak dapat menyelamatkan burung dalam perawatan, mereka akan menyumbangkan bangkai burung ke museum sejarah alam setempat. Ketika warga negara menemukan burung yang menabrak jendela atau bertabrakan dengan kabel listrik, mereka juga melakukan hal yang sama.

Setelah dikumpulkan, Swift kemudian meminta seorang teman ahli merawat bagian kulit bangkai burung-burung tersebut, untuk memperbaiki kondisinya dari pembusukan.

Dia kemudian berkeliling Seattle, menunggu burung gagak meninggalkan sarang mereka, sebelum menempatkan burung mati di trotoar untuk menguji reaksi ratusan gagak atas bangkai sesamanya.

Selama pemantauan, beberapa hal terjadi. Gagak seolah membunyikan alarm—mengendurkan sayap, menaikkan ekor, dan mulai mendekati bangkai dengan angkuh—dari kejauhan, atau melakukan aksi melayang-menukik (dive-bomb) ke arah bangkai itu, menganggapnya sebagai tanda bahaya.

Seperti yang diharapkan, mayoritas reaksi khas burung gagak dalam uji coba adalah gerakan yang mengingatkan sesamanya, dan melakukan ritual yang digambarkan sebagai semacam "pemakaman”.

Tetapi, 24 persen burung gagak lain mematuk, menarik, atau menyeret bangkai, dan empat persen gagak dalam uji coba ini melakukan aksi nekrofilia.

Peneliti mengatakan kepada The Atlantic, gagak seperti halnya burung lain tak punya penis. Cara gagak jantan bersanggama adalah dengan memutar ekor di bawah betina. Karena peneliti meletakkan bangkai gagak dalam posisi perut di bawah, hal ini menjadi sulit.

"Dalam contoh yang paling dramatis, seekor burung gagak akan mendekati bangkai gagak sambil membunyikan alarm, bersanggama dengannya, bergabung dalam hiruk-pikuk seksual bersama bangkai, kemudian mencabik-cabiknya," tulis Swift dalam penelitiannya.

Namun, sebenarnya, ini bukan persetubuhan murni. Gagak-gagak terlibat dalam berbagai macam perilaku termasuk agresi, sebelum bercinta.

"Kami pikir, yang terjadi adalah bahwa selama musim kawin, beberapa burung tidak dapat memediasi stimulus (gagak mati) yang memicu perilaku berbeda, jadi sebaliknya mereka menanggapinya dengan semua itu. Ini mungkin karena burung gagak kurang berpengalaman, atau lebih agresif, atau memiliki masalah neurologis, dengan menekan tanggapan yang tidak pantas," kata Swift.

Untuk mengetahui dengan tepat apa yang terjadi dengan fenomena tidak biasa ini, ia mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian.

Penemuan dan studi Swift adalah tampilan eksperimental pertama ke dalam perilaku nekrofilia pada hewan liar. Tapi gagak tidak sendirian dalam kegemaran khusus tersebut.

Para ilmuwan telah menyaksikan contoh-contoh lain dari berbagai jenis hewan—dari kadal hingga lumba-lumba—dalam mencoba bersenggama dengan anggota spesies mereka yang sudah mati. Tetapi para ilmuwan tidak bisa mengatakan seberapa umum perilaku itu terjadi di antara spesies. Ini membuatnya sulit untuk menjelaskan mengapa hewan melakukannya.


Related

Science 3798365194773651125

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item