Kontroversi Lahirnya Monyet Kembar Pertama Hasil Kloning

Naviri Magazine - Di antara teknologi canggih yang terus membuai manusia, tidak semua dapat diterima, khususnya secara etis. Teknologi kloning, misalnya, dari dulu terus menyulut kontroversi, karena dianggap bertentangan dengan etika. Sementara itu, di sisi lain, teknologi kloning memungkinkan untuk “menghidupkan kembali” makhluk-makhluk yang kini telah punah.

Domba Dolly membuat sejarah 22 tahun lalu, saat untuk pertama kalinya ilmuwan dari Roslin Institute di Edinburgh, Skotlandia, mampu mengkloning mamalia dari sel dewasa.

Semenjak itu, banyak mamalia lain telah coba dikloning menggunakan prosedur Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT), termasuk sapi, babi, anjing, kucing, dan tikus. Proses ini melibatkan transfer DNA dari nukleus sel ke sel telur, yang kemudian dikembangkan menjadi embrio.

Dari semua mamalia itu, Zhong Zhong dan Hua Hua adalah primata non-manusia pertama yang dikloning melalui teknik tersebut. Mereka lahir di sebuah laboratorium di Tiongkok.

Zhong Zhong dan Hua Hua adalah hasil percobaan ke-79, hasil upaya bertahun-tahun penelitian yang dipimpin Zen Liu, dari Chinese Academy of Sciences.

Meski demikian, pencapaian Liu dan rekan-rekannya menuai banyak kritik. Terlepas dari alasan para peneliti yang mengatakan bahwa monyet kloning akan berguna sebagai model untuk mempelajari penyakit dengan basis genetik.

"Prosedur (yang digunakan untuk Zhong Zhong dan Hua Hua) sangat tidak efisien dan berbahaya," tegur Profesor Robin Lovell-Badge dari The Francis Crick Institute, London, Inggris.

Menilik tahun 1999, embrio kera rhesus dipisahkan menjadi beberapa bagian untuk menciptakan kembar identik. Salah satu monyet terlahir (bernama Tetra), namun proses kehadirannya tidak melibatkan proses transfer yang kompleks seperti Zhong Zhong dan Hua Hua.

Baca juga: Ternyata, Tidak Semua Bulu Burung Tahan Air