Hati-hati, Bangga dan Sombong Cuma Beda Tipis

 Hati-hati, Bangga dan Sombong Cuma Beda Tipis

Naviri Magazine - Bisakah kita membedakan kapan seseorang sedang membanggakan dirinya, dan kapan seseorang sedang menyombongkan dirinya? Kemungkinan besar kita akan kesulitan, karena tidak yakin apakah dia sekadar bangga karena sesuatu, ataukah sedang sombong karena sesuatu. Karena, nyatanya, bangga dan sombong memang beda tipis.

Psikolog Guy Winch, Ph.D, mengatakan rasa bangga bisa terbagi dua. Yakni kebanggaan sejati dan kebanggaan terselubung. Dua sisi berkebalikan dari rasa bangga itu pertama kali digagas oleh Psikolog Jessica Tracy dan Richard Robins, dalam penelitian pada tahun 2007.

Kebanggaan sejati muncul ketika kita merasa baik tentang diri sendiri, cukup percaya diri, dan produktif. Ini berhubungan dengan ciri-ciri kepribadian sosial yang adaptif dan positif seperti bersikap ramah, murah hati, teliti, tekun dan bekerja keras, serta stabil secara emosional.

Sementara kebanggaan terselubung cenderung berfokus pada pencapaian dominasi—alih-alih gengsi—seperti arogansi, intimidasi, agresi dan permusuhan, pun berhubungan dengan sifat-sifat antisosial seperti terlihat menyebalkan, memiliki harga diri rendah, serta rentan merasa malu.

Bahkan, kata psikolog kepribadian, Arash Emamzadeh dari University of British Columbia di Kanada, AS, kebanggaan terselubung juga terkait dengan narsisme.

Jika Anda berada di posisi sebagai orang lain, untuk membedakan mana kebanggaan sejati dan terselubung sebetulnya tak sulit. Beda halnya ketika Anda menjadi orang yang bangga secara terselubung.

Winch berkata, “Persepsi orang lain selalu disaring melalui masalah mereka sendiri.” Namun, orang sebetulnya dengan sendirinya bisa membedakan antara bangga dan sombong, berdasarkan kecenderungan baik dan tidaknya.

Sementara mendeteksi kesombongan atau kebanggaan terselubung pada diri sendiri, ada cara lebih mudah.

Menukil penuturan John Amodeo, Ph.D dan filsuf sekaligus penulis kesohor AS, Scott Berkun, Anda akan merasa pintar ketika orang merasa bodoh. Anda percaya diri ketika tidak terlalu memikirkan orang lain.

Anda pun bersikeras mencari-cari kelemahan, atau mengoreksi kesalahan orang lain. Anda menunjukkan rasa bangga yang palsu, dan bergantung pada membandingkan.

Sementara mereka yang terlihat sombong karena betul-betul punya sesuatu yang dibanggakan, akan tampak percaya diri dan bisa mengendalikan emosi, pun bicara dengan bijak, bukan unjuk kekuatan.

Intinya, bangga adalah hasil dari suatu tindakan. Sementara sombong adalah hasil dari sebuah asumsi.

Paling sering, kesombongan ditunjukkan seseorang dengan merasa bahwa dia telah melakukan hal hebat yang membanggakan, seperti membuat pencapaian yang tidak dilakukan orang lain.

Secara primitif, menurut Tracy dan Robins, rasa bangga telah memotivasi leluhur kita untuk bertahan hidup dengan memberi isyarat pada kelompok lain bahwa seseorang layak dihormati.

Namun, layaknya emosi manusia yang berevolusi, rasa bangga yang lebih kompleks muncul karena kepentingan seseorang dalam mencapai tujuan sosial tertentu, seperti status dan penerimaan kelompok.

Bagi mereka yang tidak mampu mencapai tujuan dengan cara “baik-baik”, rasa bangga tadi jadi jauh lebih kompleks, menjurus angkuh. Keangkuhan itu ditunjukkan sebagai “jalan pintas sosial” ketika seseorang merasa tidak aman, guna memperdaya orang lain agar memberi hormat. Inilah yang disebut kebanggaan terselubung.

Dalam hal mencapai tujuan sosial, para ahli setuju bahwa rasa bangga dalam jenis apapun terkait erat dengan harga diri.

Mereka yang berusaha meningkatkan harga dirinya, sebetulnya sedang membangkitkan rasa bangga sejati ketimbang kebanggaan terselubung. Dengan kata lain, mereka ingin tampil lebih percaya diri tanpa bermaksud sombong.

Sebagaimana disebutkan laman Lifehack dan Psychmechanics, ada kalanya orang bisa mendadak sombong, meskipun sama sekali tidak bermaksud demikian.

Alasan utamanya, adalah sebagai mekanisme pertahanan untuk melindungi ego dan harga diri, atau menyembunyikan rasa tidak aman, rendah diri dan kurang percaya diri. Alasan lain yaitu sebagai cara untuk mendapat perhatian.

Jadi, ketika tidak ada cara lain mendapat perhatian, seseorang bersikap arogan. Perilaku ini mungkin berhenti setelah ia mendapat cukup perhatian.

Begitu pula, ketika seseorang merasa tidak aman dan takut ditolak orang lain, ia bisa saja bersikap arogan untuk menunjukkan penolakan lebih dulu sebelum ketakutannya terjadi. Contoh paling umum, bersikap seolah-olah tidak peduli, dengan cuek atau memperlihatkan ekspresi cemberut, pun berkomentar arogan.

Baca juga: Mengapa Kita Tidak Bisa Mengingat Semua Hal?

Related

Psychology 7111202274349586271

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item