Ironi Manusia dan Bumi yang Menuju Kehancuran

Ironi Manusia dan Bumi yang Menuju Kehancuran

Naviri Magazine - Jika kita membayangkan bumi sekian ribu tahun yang lalu, ketika teknologi belum semodern sekarang, ketika jumlah manusia masih relatif sedikit, ketika tanah-tanah masih luas terhampar, dan ketika udara masih begitu bersih... kira-kira seperti apa kehidupan di masa itu?

Mungkin kehidupan manusia ribuan tahun lalu tidak semewah kehidupan manusia di zaman kita. Karena belum ada berbagai kemajuan dan kemewahan yang memungkinkan manusia melakukan banyak hal. Tetapi, yang jelas, kehidupan di masa itu mungkin jauh lebih damai, dengan bumi yang lebih nyaman untuk ditinggali.

Sampai kemudian Columbus menemukan Amerika, dan Alfonso d'Albuquerque menemukan Indonesia. Periode yang sangat sibuk pun dimulai.

Science modern berkembang pesat, dan VOC dibentuk sebagai perusahaan publik pertama, dengan Amsterdam sebagai nenek moyang Wall Street. Itu adalah sebermula kisah panjang bagaimana imperium modern barat didirikan. Dengan teknologi dan uang publik di bursa sebagai bahasa utamanya.

Dalam 400 tahun sejak hari-hari gelap bagi bangsa Timur itu, manusia modern berkembang biak dari hanya beberapa puluh juta menjadi 7,8 miliar. Bukan perjalanan yang melulu menyenangkan karena belum pernah dalam sejarah ribuan tahun manusia terdahulu, manusia menjadi begitu berkuasa dan menghancurkan sebagian besar spesies selain dirinya.

Hutan terancam habis berikut seluruh spesies di dalamnya. Laut dan udara tercemar. Polusi dan perubahan iklim. Banjir dan gempa bumi. Bukan hal yang berlebihan kalau banyak ahli mengatakan, jika sikap kita atas lingkungan tidak segera berubah, kita akan segera memasuki babak baru: katastropi (bencana besar) lingkungan.

Makhluk yang manusia ciptakan bernama Bursa Amsterdam, menelan semua yang dihamparkan Tuhan di muka bumi. Kekayaan bahasa manusia di masa lalu dihempas oleh satu-satunya bahasa yang dimengerti bursa: untung dan rugi hari ini. Aset dan Pertumbuhan. Dan tak pernah mengenal arti cukup.

Noam Chomski, profesor linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT), pada sebuah wawancara Juli 2016 dengan Alternet.org mengatakan, hanya kepada masyarakat adatlah harapan manusia hari ini ditambatkan. Masyarakat adat di seluruh dunia adalah orang-orang yang menjaga agar umat manusia tidak menghancurkan dirinya sendiri dan membawa bumi ke sebuah bencana.

"Masyarakat Adat mulai menemukan suara untuk pertama kalinya di negara-negara dengan populasi penduduk asli yang besar seperti Bolivia dan Ekuador," katanya.

Suara masyarakat adat di Amerika Latin dan Australia yang mengencang dalam beberapa tahun terakhir, disebut Chomsky sebagai langkah maju yang luar biasa bagi seluruh dunia. Dan ini adalah ironi luar biasa, bahwa di dunia yang katanya teknologinya paling maju dalam sejarah jutaan tahun bumi, ternyata kekuatan utama dalam mencoba mencegah perlombaan menghadapi bencana adalah justru masyarakat tradisional.

“Sangat fenomenal. Mereka yang kita sebut 'primitif' mencoba menyelamatkan orang-orang yang kita sebut 'tercerahkan' dari bencana total," kata Chomsky.

Komentar Chomsky muncul, karena banyak kelompok penduduk asli di dunia semakin terlibat dalam politik pembebasan, dan mendorong mundurnya perusahaan global yang selama puluhan tahun telah mengeksploitasi lahan dan sumber daya mereka demi keuntungan Barat dan AS di wilayah ini.

Baca juga: Kabar Buruk, NASA Menemukan Hal Mengerikan di Kutub Utara

Related

Insight 821481562808375592

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item