Generasi Milenial Lebih Bahagia Tidak Punya Pasangan

Generasi Milenial Lebih Bahagia Tidak Punya Pasangan

Naviri Magazine - Tujuan penting manusia adalah meraih kebahagiaan. Dalam hal ini, masing-masing orang memiliki cara tersendiri untuk bahagia, bahkan kadang berbeda dari zaman ke zaman.

Di masa lalu, misalnya, orang menganggap menikah dan berumah tangga adalah sarana penting untuk berbahagia. Namun, di zaman sekarang, hal semacam itu tampaknya sudah berubah. Orang bisa bahagia tanpa pasangan atau berumah tangga.

Dalam hal ini, kelompok milenial merupakan generasi yang paling sering menjadi objek penelitian dan studi terkait perilaku serta pilihan-pilihan hidup mereka.

Dulu, majalah Time pernah merilis hasil studi mengenai milenial yang bertajuk “Me Me Me Generation”. Peneliti menyimpulkan bahwa milenial merupakan kelompok yang egois, penggila gawai, narsistik, dan manja.

Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa level narsistik milenial lebih tinggi dibandingkan generasi pendahulunya. Oleh karena itulah, pelaku selfie paling tinggi adalah milenial yang umumnya lahir pada rentang tahun 1981-1996.

Kebergantungan milenial terhadap gawai tak perlu diragukan lagi. Bahkan, sebuah studi mengungkapkan, 90 persen milenial mengandalkan ponsel pintar untuk keselamatan diri.

Namun, hal menarik lain terungkap pada sebuah temuan teranyar yang dipublikasikan oleh aplikasi kencan, Tinder.

Ternyata, terbiasa hidup mengandalkan gawai dan hobi menggunakan aplikasi untuk bersosialisasi bisa jadi telah membuat generasi milenial tidak khawatir hidup tanpa pasangan.

Hasil studi menyimpulkan bahwa generasi milenial lebih bahagia dan nyaman menjalani status jomblo.

Studi yang diselenggarakan dengan dukungan dari firma konsultasi, Morar HPI, terhadap 1.000 partisipan berstatus lajang usia 18 sampai dengan 25 tahun ini mempelajari perilaku milenial tanpa pasangan menjalani kencan.

Risalah yang didapatkan peneliti cukup mengejutkan, 72 persen partisipan secara sadar memilih tidak memiliki pasangan. Mereka mengaku, tidak merasa kesepian dan merana.

Lalu, sebanyak 81 persen partisipan setuju bahwa hidup melajang lebih menguntungkan mereka, dibandingkan memiliki pasangan atau menjalani hubungan yang dianggap romantis.

Alasannya, melajang menyediakan mereka lebih banyak waktu untuk mengembangkan diri dan karier, persahabatan, serta meningkatkan kesejahteraan pribadi. Seluruhnya dipandang berjalan optimal tanpa pasangan.

Peneliti pun secara spesifik mempelajari fenomena tersebut pada perempuan yang masih berstatus belum menikah atau tidak memiliki pasangan.

Lebih kurang 25 persen partisipan perempuan mengaku merasa lebih semangat dan kuat saat tidak menjalani hubungan asmara dengan siapapun. Sementara itu, perasaan serupa hanya dirasakan 17 persen partisipan laki-laki.

Tampaknya, perempuan milenial yang masih jomblo lebih memprioritaskan kebutuhan hidup mereka sendiri, dibandingkan buang-buang waktu mencari teman kencan dan sebagainya.

Sebanyak 62 persen perempuan dan 47 persen laki-laki usia milenial menyatakan dengan sadar memilih hidup tanpa pasangan. Kemudian, 47 persen perempuan dari angka tersebut melajang karena ingin fokus pada pendidikan. Hanya 34 persen laki-laki yang memberikan alasan serupa.

Lalu, apakah ini berarti kelompok milenial enggan untuk menikah dan berumahtangga? Sebanyak 39 persen partisipan menjawab, takut menikah karena tidak ingin hidup bergulir membosankan.

Kemudian, lebih dari 55 persen partisipan berpendapat bahwa teman-teman mereka yang masih lajang menjalani hidup yang lebih menyenangkan daripada rekan yang sudah menikah.

Studi juga memaparkan alasan lain yang membuat kelompok milenial memilih hidup sendiri, yakni takut menikah dengan orang yang salah.

Berdasarkan survei terungkap juga 61 persen partisipan perempuan dan 46 persen partisipan laki-laki tidak optimistis menjalani hubungan jangka panjang, karena khawatir langkah yang mereka pilih malah merugikan di kemudian hari.

Terakhir, 46 persen partisipan laki-laki dan 50 persen partisipan perempuan akan tetap hidup melajang, karena tidak mau mengorbankan kebebasan dalam beraktivitas serta berencana untuk masa depan.

Daniel Sher, seorang psikolog klinis bersertifikasi, dari Cape Town, Afrika Selatan, mengatakan, pertimbangan lain banyak orang memilih hidup sendiri adalah masalah ekonomi.

Fluktuasi kondisi ekonomi yang serba tidak menentu menjadikan sejumlah orang ragu untuk berumah tangga. Sebab, membangun keluarga membutuhkan uang dan kestabilan finansial.

Hal-hal tersebut bisa menimbulkan beban tersendiri sehingga tak sedikit orang memilih menghindar dan menikmati hidup sebisanya.

Baca juga: Secara Alamiah, Manusia Membutuhkan Beberapa Pasangan

Related

Relationship 3489912933384522992

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item