Mengenal 9 Pokok Aturan Baru OJK Soal Fintech (Financial Technology)

Mengenal 9 Pokok Aturan Baru OJK Soal Fintech (Financial Technology)

Naviri Magazine - Seiring makin majunya teknologi, urusan pinjam uang pun memasuki ranah teknologi. Jika sebelumnya orang harus datang ke bank atau tempat lain untuk pinjam uang, kini mereka bisa meminjam uang secara lebih mudah hanya dengan menggunakan ponsel.

Tinggal membuka aplikasi fintech (financial technology), kita bisa mengajukan pinjaman sejumlah uang, dan uang yang kita pinjam pun segera ditransfer ke rekening kita.

Meski fintech menyuguhkan kemudahan, namun urusan pinjam meminjam uang lewat fintech juga masih menimbulkan beberapa masalah. Karenanya, urusan terkait fintech pun lalu diatur secara lebih lanjut oleh OJK.

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengeluarkan peraturan anyar terkait teknologi finansial alias fintech. Beleid Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dikeluarkan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri fintech.

"Peraturan ini dikeluarkan OJK, mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang tidak dapat diabaikan, dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, seperti dikutip dari situs OJK.

Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan peraturan mengenai fintech peer to peer lending, melalui POJK 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Sedikitnya ada 9 pokok pengaturan Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang termuat dalam beleid itu, meliputi:

1. Mekanisme Pencatatan dan Pendaftaran Fintech

Setiap penyelenggara inovasi keuangan digital, baik perusahaan Startup maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan.

Pertama, penyelenggara IKD mesti melakukan pencatatan kepada OJK untuk perusahaan Startup atau non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang, misalnya perbankan hingga pasar modal.

Selanjutnya, proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun, dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan. Setelah itu, barulah penyelenggara IKD melakukan pendaftaran atau perizinan kepada OJK.

2. Mekanisme Pemantauan dan Pengawasan Fintech

OJK akan menetapkan Penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses Regulatory Sandbox. Hasil uji coba Regulatory Sandbox ditetapkan dengan status direkomendasikan, perbaikan, atau tidak direkomendasikan.

Penyelenggara IKD yang sudah menjalani Regulatory Sandbox dan berstatus direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK. Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan untuk melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan self assessment yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko.

Penyelenggara IKD dilarang mencantumkan nama dan/atau logo OJK, namun dapat mencantumkan nomor tanda tercatat/terdaftar. Dalam jangka menengah, OJK dapat menunjuk pihak lain (Asosiasi Penyelenggara IKD yang diakui oleh OJK) yang bertugas dalam pengawasan IKD.

3. Pembentukan Ekosistem Fintech

Untuk memelihara ekosistem keuangan, Lembaga Jasa Keuangan yang telah memperoleh izin atau terdaftar di OJK dilarang bekerja sama dengan Penyelenggara IKD yang belum tercatat di OJK atau terdaftar di otoritas lain yang berwenang, guna memelihara ekosistem keuangan.

4. Membangun Budaya Inovasi dan Kolaborasi

OJK menginisiasi pembentukan Pusat Inovasi Keuangan Digital alias Fintech Center dan ekosistem IKD. Dua hal itu bertujuan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antara otoritas terkait dan pelaku IKD, serta wadah Inovasi dan Pengembangan IKD.

Fintech Center diharapkan dapat membantu berjalannya proses Regulatory Sandbox sebagai langkah inkubasi model bisnis yang inklusif dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta meningkatkan sinergi antar industri, pemerintah, akademisi dan innovation hub lain.

5. Inklusi dan Literasi

Penyelenggara IKD wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat. Selain itu, mereka juga wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis teknologi sebagai bentuk penerapan edukasi dan perlindungan konsumen beserta usahanya.

6. Manajemen Risiko yang Efektif

Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.

7. Perlindungan Konsumen

Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen, yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data alias informasi konsumen, dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

8. Transparansi

Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pengawasan berbasis disiplin pasar, risiko dan teknologi terhadap inovasinya, antara lain harus memperhatikan transparansi produk dan layanan, pasar yang kompetitif dan inklusif, kesesuaian dengan kebutuhan konsumen, penanganan mekanisme keluhan yang segera, dan aspek keamanan dan kerahasiaan data konsumen dan transaksi.

9. Anti-Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

Penyelenggara IKD wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan terhadap konsumen, sesuai ketentuan Peraturan OJK di bidang AML-CFT (Anti Money Laundering and Counter-Financing of Terrorism).

Baca juga: Yang Perlu Kita Tahu Tentang Upah Minimum Provinsi (UMP)

Related

Money 2229384834107051149

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item