Kamikaze, Serangan Maut Jepang yang Menghancurkan Amerika

Kamikaze, Serangan Maut Jepang yang Menghancurkan Amerika

Naviri Magazine - Dalam sejarah Perang Dunia II, Jepang menjadi musuh Amerika (sekutu). Pasukan dari dua negara itu pun saling berkonfrontasi—Jepang menyerang Amerika, dan Amerika berusaha menghancurkan Jepang. Dalam hal itu, Amerika memiliki sumber daya yang lebih besar, meliputi jumlah pasukan, persenjataan, sampai armada tempur dalam bentuk kapal dan pesawat perang.

Di sisi lain, Jepang hanya memiliki sedikit personil pasukan, sementara peralatan tempur juga terbatas. Dalam kondisi semacam itu, Jepang lalu menciptakan taktik perang mematikan, yang disebut kamikaze.

Pengambilan nama kamikaze merujuk pada angin yang menyelamatkan armada Jepang dari pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan. Angin tersebut mengamankan bala pasukan Jepang tak cuma sekali, tapi hingga dua kali. Saking kuatnya mitos dan legenda ini di telinga masyarakat, membuat pimpinan militer Jepang mengambilnya sebagai identitas pasukan khusus yang diharapkan mampu memenangkan Perang Dunia II.

Proses pembentukan pasukan khusus kamikaze tak bisa dilepaskan dari dua hal: cadangan tentara yang semakin menipis, serta posisi Jepang yang kian terdesak sekutu. Pada 1943, militer Jepang mengenalkan sistem rekrutmen kadet ke seluruh perguruan tinggi, untuk mengatasi kurangnya jumlah personel tentara.

Dengan membawa materi propaganda nasionalisme, dan dalih wujud kesetiaan kepada Sang Kaisar, militer sukses menarik minat para pemuda Jepang yang rata-rata masih berusia di bawah 25 tahun. Total, ada 15.149 yang diterima dari seleksi ini.

Alasan mereka bersedia bergabung dengan kamikaze adalah: percaya bahwa kematian dilakukan untuk mempertahankan negara dan rakyat Jepang, anggapan mati untuk negara adalah wujud membahagiakan orang tua terutama ibu, solidaritas terhadap rekan pilot yang lain, takut dianggap pengecut karena menolak bergabung dalam kamikaze.

Setelah pasukan terkumpul, bukan berarti masalah terselesaikan.

Problem selanjutnya ialah mencari taktik agar Jepang tak jadi bulan-bulanan pasukan sekutu. Berbagai opsi pun disediakan. Sayangnya, perundingan sering deadlock tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Sampai akhirnya, Wakil Laksamana Takijiro Onishi melempar ide liar: membentuk “pasukan bunuh diri.”

Ide ini, walaupun disetujui atasannya, tak luput dari kritik dan penolakan. Kapten Motoharu Okamura, misalnya, menganggap risiko program tersebut sangat besar. Lalu, Komandan Letnan Goro Nanaka menegaskan peluang kesuksesan misi kamikaze sangat kecil. Tak hanya itu, sebagian veteran komandan lapangan merasa kamikaze adalah pemborosan aset.

Meski tidak populer dan ditolak sana-sini, kamikaze tetap jalan. Kamikaze pertama kali digunakan pada 25 Oktober 1944 dalam Pertempuran Teluk Leyte (Battle of Leyte Gulf) di Samudra Pasifik dekat Filipina.

Komandan skuadron kamikaze, Motoharu Okamura, mengatakan, “Saya benar-benar percaya bahwa satu-satunya cara ialah [melakukan] serangan dengan menabrakkan pesawat kita. Tak ada cara lain. Beri saya 300 pesawat, dan saya akan mengubah perang.”

Pertempuran Teluk Leyte mengakibatkan lebih dari 3.000 pilot Jepang terbunuh. Akan tetapi, serangan kamikaze telah menyebabkan kerusakan pada banyak kapal Amerika, serta menyebabkan sekitar 7.000 pasukan sekutu tewas. Meski kalah dalam pertempuran ini, metode kamikaze dianggap berhasil, dan digunakan militer Jepang pada pertarungan berikutnya.

Kejadian di Leyte terulang juga di Okinawa pada 6 April 1945. Pasukan kamikaze Jepang menyerbu Amerika dari segala penjuru secara intens. Bom dijatuhkan, pesawat ditabrakkan tanpa ampun ke sarang pasukan Amerika. Efek serangan tersebut membuat kepercayaan diri Amerika turun drastis, di samping 9 kapal tenggelam, serta 78 lainnya rusak akibat gempuran kamikaze.

Pertanyaannya: apakah keberhasilan kamikaze di pertempuran Okinawa mengubah peta Perang Dunia II?

Ternyata tidak. Pada 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito mengumumkan akhir peperangan Jepang. Dengan kata lain: Jepang menyerah kepada sekutu. Keputusan Hirohito diambil usai dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki, dihancurkan bom atom yang dijatuhkan pesawat Amerika. Kalahnya Jepang pada Perang Dunia II otomatis menghentikan aksi pasukan kamikaze.

Mengenai menyerahnya Jepang atas sekutu, penggagas kamikaze, Takijiro Onishi, berpendapat: “Saya tidak kalah dalam peperangan ini, melainkan Kaisar [Hirohito].”

Diperkirakan, sekitar 2.550 penerbangan serangan bunuh diri kamikaze dilakukan dari 25 Oktober 1944 sampai berakhirnya perang 15 Agustus 1945. Sebanyak 363 serangan kamikaze menemui sasaran, atau nyaris mengenai, tetapi tetap menimbulkan kerusakan pada kapal yang diserang.

Baca juga: Masa-masa Paling Mengerikan Dalam Sejarah Manusia

Related

History 6590832416015108663

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item