Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca di Zaman Majapahit

Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca di Zaman Majapahit

Naviri Magazine - Mpu Prapañca adalah orang yang menulis kitab Negara Kertagama, salah satu literatur kuno yang ditulis pada zaman Majapahit. Siapakah Mpu Prapañca, dan mengapa ia menulis kitab tersebut?

Berdasarkan penelitian mutakhir, serta perbandingan dengan sumber-sumber lain, terutama dokumen prasasti, besar kemungkinan Prapañca menjabat dharmadhyaka kasogatan (ketua urusan agama Buddha) di kota Majapahit.

Nama resminya adalah Dang Acarya Nadendra, sedangkan Prapañca adalah nama samarannya sebagai penulis. Rupanya ia dilantik tidak lama sebelum tahun 1358 M, menggantikan ayahnya yang telah meninggal dunia. Usianya masih muda waktu itu, mungkin belum mencapai 30 tahun.

Mengenai alasan mengapa ia mengarang kitabnya, kiranya ini berkaitan erat dengan kemelut politik intern yang melanda Majapahit dalam paruh kedua abad ke-14 M., akibat wafatnya sang Rajapatni (nenek raja) yang sudah lama dipandang sebagai pelindung negara, disusul peristiwa Bubat beberapa tahun kemudian, yang melemahkan posisi Rajasanagara.

Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Prapañca, yang amat setia kepada wangsa Rajasa, terutama Sri Kertanagara serta keturunannya, terdorong untuk menyusun sebuah pujian bagi rajanya.

Perjalanan tahun 1359 M

Di atas sudah disebutkan bahwa nama Desawarana sangat tepat bagi karya Prapañca, dan memang betul. Kalau kita memeriksa isinya, ternyata hampir separuh kitab ini terdiri dari gambaran terhadap berbagai desa, candi, pusat agama, negara tetangga dll. Salah satu bagian yang amat panjang mengisahkan perjalanan keliling yang dilakukan raja Majapahit pada tahun 1359 M.

Dalam ekspedisi ini, yang ditempuh dalam 3 bulan dan mencapai sekitar 700 km, Prapañca ikut serta. Gambaran desa-desa yang dikumpulkan selama perjalanan kemudian menjadi bahan untuk karyanya, sehingga merupakan ‘catatan harian’ yang dapat diikuti langsung di lapangan.

Mengenai rute yang dilalui raja, garis besarnya sudah lama diketahui. Secara ringkas, raja serta pengiringnya meninggalkan istana pada awal September 1359, dan menuju arah timur.

Setelah melewati sisi utara Gunung Penanggungan, mereka tiba di Kapulungan, yang terletak di sebelah selatan Kali Porong, termasuk Kec. Gempol (Pasuruan) sekarang. Perjalanan dilanjutkan melalui Kab. Pasuruan, sampai sebuah desa bernama Baremi, yang kini masih dikenal di bagian barat kota Probolinggo.

Di Baremi, rombongan berbelok ke arah selatan menuju Lumajang, sambil melewati danau Klakah dan Kutorenon, dan akhirnya tiba di pinggir laut selatan. Kemudian mereka menyisir garis pantai ke arah timur sampai Saeng, yang dapat disamakan dengan desa Puger sekarang di bagian selatan Kab. Jember.

Setelah menikmati keindahan alam di pantai Watu Ulo, dengan formasi karang yang menakjubkan, raja berangkat lagi. Sekarang ia menempuh jalan ke utara melalui kota Jember dan Bondowoso, kemudian mengikuti jalur kali Sampeyan, hingga muaranya di Panarukan.

Di kota pelabuhan ini, di bagian timur laut pulau Jawa, rombongan dari Majapahit beristirahat selama beberapa hari, sambil menerima utusan dari sejumlah negara bawahan, termasuk Bali, Blambangan, dan Madura.

Perjalanan dilanjutkan ke arah barat sepanjang pesisir utara. Di Pajarakan, termasuk Kab. Probolinggo, raja mengambil jalan memutar dan berkunjung sebentar ke sebuah pertapaan bernama Sagara di perbukitan sebelah selatan, kemudian kembali lagi ke pantai di desa Gending, dan meneruskan perjalanan ke barat.

Setibanya di Pasuruan, rombongan berbelok ke selatan lagi menuju Malang. Di tempat bersejarah ini, yang pernah menjadi pusat kerajaan Singasari, sang raja berziarah ke sejumlah candi leluhurnya, termasuk Kagenengan, Kial, dan Jajaghu.

Prapañca menggunakan kesempatan untuk memperoleh informasi berharga dari seorang pendeta Buddhis bernama Dang Acarya Ratnangsa, yang mengisahkan sejarah pendiri wangsa Rajasa serta keturunannya.

Setelah berburu selama beberapa waktu di hutan Nandaka, raja memutuskan untuk pulang ke Majapahit. Rombongan meninggalkan Singhasari dan mengambil jalan melalui Lawang, Purwosari, dan Pandaan, kemudian berhenti di Jajawa, yang kini dikenal sebagai Candi Jawi.

Dari sana, mereka mengunjungi sebuah komunitas orang suci di lereng Gunung Penanggungan, sebelum kembali ke jalan semula, dan menuju Majapahit.

Baca juga: Sejarah Kearsipan Vatikan yang Sangat Menakjubkan

Related

Insight 2878347906780346821

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item