Harta 26 Miliarder Setara Kekayaan Setengah Populasi Dunia

Harta 26 Miliarder Setara Kekayaan Setengah Populasi Dunia

Naviri Magazine - Masalah klasik dunia adalah kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dan makin hari, kesenjangan itu semakin mencolok, bahkan bisa diibaratkan seperti segitiga piramida. Di bagian atas, yang semakin menyempit, ditempati orang-orang kaya. Sementara di bagian tengah dan bawah, yang semakin melebar, ditempati orang-orang miskin dan kalangan menengah.

Kini, kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin di dunia semakin melebar. Menurut laporan organisasi dunia, Oxfam, jumlah kekayaan para miliarder dunia terus bertambah dua kali lipat sejak krisis keuangan 2008.

Namun para perusahaan super kaya dan korporasi besar justru membayar tarif pajak yang lebih rendah daripada yang seharusnya, dalam beberapa dekade.

Laporan Oxfam tersebut bertajuk Public Good or Private Wealth?, yang diluncurkan bersamaan dengan Forum Ekonomi Dunia 2019 yang mulai digelar di Davos, Swiss, Senin (22/1/2019).

Oxfam mencatat, pada 2018 harta 26 orang terkaya dunia setara dengan aset atau kekayaan milik 3,8 miliar orang miskin dunia, atau setara setengah populasi dunia yang mencapai 7 miliar jiwa.

Ada 2.200 miliarder di dunia yang total kekayaan mereka telah meningkat hingga $900 miliar dalam satu tahun, atau bertambah $2,5 miliar (Rp35,4 triliun) per hari.

Menurut Oxfam, harta orang terkaya di dunia, CEO Amazon, Jeff Bezos, tercatat naik menjadi $112 miliar tahun lalu. Hal itu berarti 1 persen dari kekayaan Bezos setara dengan seluruh anggaran kesehatan Ethiopia, sebuah negara dengan 105 juta orang penduduk.

Kekayaan miliarder dunia ini kontras dengan penurunan 11 persen harta orang termiskin di dunia.

Pada laporan Oxfam tahun 2017, butuh 43 miliarder untuk menyamai harta setengah populasi dunia. Sedangkan pada 2016, butuh 61 miliarder untuk menyamai harta setengah populasi dunia.

Kesenjangan itu kemudian menjadi salah satu penghalang untuk melawan kemiskinan di dunia.

“Penurunan besar jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem adalah salah satu pencapaian terbesar dalam seperempat abad terakhir, tetapi meningkatnya ketidaksetaraan membahayakan kemajuan lebih lanjut," kata Direktur kampanye dan kebijakan Oxfam, Matthew Spencer, dalam laporannya, dikutip Selasa (22/1/2019).

Pajak untuk orang kaya

Oxfam menyebut, pemerintah ikut berperan memperlebar kesenjangan karena belanja publik semakin kecil, sementara korporasi dan orang kaya menikmati insentif pengurangan pajak.

Besaran pajak yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan besar berada di level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Untuk itu, Oxfam mendorong agar pemerintah menaikkan pajak.

Di dalam laporan Oxfam disebutkan, dengan menaikkan tarif pajak 0,5 persen saja terhadap 1 persen orang terkaya dunia, uang tersebut cukup untuk memberi akses pendidikan kepada 262 juta anak-anak dan kesehatan untuk 3,3 juta jiwa.

Oxfam mengatakan, pemerintah harus memfokuskan upaya mereka untuk meningkatkan lebih banyak pajak dari kelompok yang sangat kaya, untuk membantu memerangi ketidaksetaraan di seluruh dunia.

“Pemerintah harus segera melakukan perubahan nyata, dan memastikan korporasi dan orang-orang kaya membayar pajak yang lebih adil, dan menginvestasikan uang ini untuk kesehatan dan pendidikan gratis untuk semua orang, termasuk kebutuhan ibu dan perempuan yang sering diabaikan,” kata Direktur Eksekutif Oxfam International, Winnie Byanyima.

Beberapa negara besar memang mengeluarkan sejumlah kebijakan populis, seperti pemangkasan pajak untuk perusahaan dan orang-orang kaya. Presiden AS, Donald Trump, misalnya. Ia sempat memangkas tingkat tertinggi pajak dari 39,5 persen menjadi 37 persen, dengan alasan menggerakkan ekonomi Negeri Paman Sam yang mulai pulih dari krisis finansial 2008 lalu.

Sementara itu di Perancis, Presiden Emmanuel Macron juga mencabut pemangkasan pajak kekayaan para orang kaya dan pensiunan. Namun keputusan ini menimbulkan protes dari gerakan "Rompi Kuning" yang berujung pada demonstrasi rusuh November tahun lalu.

Berdasarkan data Oxfam, sekitar 10.000 orang meninggal setiap hari karena tidak mampu menjangkau akses kesehatan. Anak-anak yang hidup di negara berkembang berpeluang dua kali lipat meninggal lebih cepat sebelum menginjak usia 5 tahun, jika mereka lahir di keluarga miskin.

Sementara anak-anak orang kaya menghabiskan waktu untuk sekolah dua kali lipat lebih lama dibanding orang miskin.

Baca juga: Kisah Orang-orang Aneh yang Menolak Uang Miliaran Rupiah

Related

World's Fact 5847007107886536512

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item