Setelah Terbit 122 Tahun, Koran Tertua di Malaysia Akhirnya Bubar

Setelah Terbit 122 Tahun, Koran Tertua di Malaysia Akhirnya Bubar

Naviri Magazine - Gempuran media digital dalam bentuk situs-situs berita di internet tampaknya terus membuat media-media cetak mengalami kemunduran. Kenyataan itu terjadi di berbagai negara. Satu per satu koran yang semula terbit perlahan-lahan memilih untuk tutup atau bubar, dan beralih ke media online.

Awal Desember 2018 menjadi hari terakhir koran Malay Mail versi cetak terbit. Malay Mail, koran tertua di Malaysia, akhirnya harus ikut bertekuk lutut pada kedigdayaan internet. Tren senjakala media cetak terjadi di Negeri Jiran.

Menurut kantor berita Bernama, Malay Mail telah berusia 122 tahun, terbit pertama kali pada 14 Desember 1886. Edisi terakhir Malay Mail berisi 60 halaman full color, isinya bukan berita, melainkan nostalgia.

Per 2 Desember, Malay Mail menghentikan produksi koran cetak dan sepenuhnya beralih ke online. Pemimpin Redaksi Malay Mail, Datuk Wong Sai Wan, dalam pesan perpisahannya meminta pembaca untuk ikut serta dalam perjalanan baru media tersebut di dunia digital.

Alasan dihentikannya edisi cetak sama seperti alasan koran lainnya yang tutup: Kalah bersaing dengan media online. Wong mengatakan, koran Malay Mail cetak hanya dibaca generasi tua yang memerlukan media fisik, bukan digital.

Masyarakat lebih suka membaca berita di internet yang bisa didapatkan dengan gratis. Semakin banyak pembaca, semakin banyak pula pemilik usaha yang beralih memasang iklan di media online. Persaingan ini tak kuat dihadapi media cetak.

"Model bisnis koran cetak tidak sempurna karena bergantung pada iklan untuk bertahan, dan kemudahan akses informasi digital membuat kami merasa tidak berguna sebagai penyedia berita," kata Wong kepada Bernama.

Apa yang terjadi terhadap Malay Mail sejatinya dialami oleh media cetak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Banyak media cetak di negara ini akhirnya tutup buku dan beralih ke internet.

Di antara media-media besar Indonesia yang memutuskan berhenti menggunakan tinta dan beralih ke industri digital adalah Tabloid Bola, Majalah Hai, Majalah Kawanku, hingga Jakarta Globe.

Di Amerika Serikat, fenomena ini telah terjadi sejak 2004 lalu. Menurut data Universitas North Carolina (UNC) tahun lalu, ada 1.800 koran lokal yang tutup atau merger karena kalah dengan media online.

Beberapa media di Malaysia juga tengah mengalami masa-masa sulit. Akhir tahun lalu, sebanyak 800 karyawan koran Utusan Malaysia diberi opsi untuk pensiun dini, karena keuangan media itu sedang terjepit.

Utusan Melayu tidak lagi mendapatkan dukungan finansial penuh dari UMNO, setelah koalisi Barisan Nasional kalah dalam pemilu Mei 2018. Koran Utusan Malaysia dikenal sebagai corong pemerintahan Najib Razak, sebelum dikalahkan kubu Mahathir Mohamad.

Padahal di awal 90-an, koran ini bisa mencapai oplah antara 250 ribu hingga 300 ribu. Namun angka itu menurun drastis pada 2005, di awal kebangkitan media online di Malaysia.

Media Prima Malaysia dan Star Media Group, kelompok media terbesar di Malaysia, menurut Bernama, telah memutus kontrak 1.000 staf akibat kurangnya pemasukan.

"Koran punya masa depan yang sangat terbatas di situasi sekarang ini," kata penerbit Malay Mail, Datuk Siew Ka Wei.

Baca juga: Upaya Menyelamatkan Media Cetak dari Kepunahan

Related

News 274300639564112703

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item