Ini Perbandingan Jumlah Utang Pemerintahan SBY dan Jokowi

Ini Perbandingan Jumlah Utang Pemerintahan SBY dan Jokowi

Naviri Magazine - Wacana mengenai utang pemerintah mengemuka akhir-akhir ini, karena sebagian kalangan menilai bahwa pemerintahan di era Jokowi menumpuk utang dalam jumlah sangat banyak, melebihi jumlah utang-utang pemerintahan sebelumnya. Benarkah begitu? Mari kita lihat.

Kementerian Keuangan mengeluarkan data baru soal posisi utang pemerintah di akhir 2018. Jumlahnya mencapai Rp 4.418 triliun. Dalam data itu disebutkan, selama 4 tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), jumlah utang pemerintah naik Rp 1.809 triliun.

Pertambahan utang pemerintah Jokowi yang berjalan selama 4 tahun ini lebih besar ketimbang penambahan jumlah utang di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun (2004-2014) yang mencapai Rp 1.309 triliun.

Dari data Kementerian Keuangan, Rabu (23/1/2019), berikut data utang sejak 2004 hingga 2018:
  • 2004, utang pemerintah mencapai Rp 1.299,5 triliun
  • 2005, utang pemerintah naik jadi Rp 1.313,29 triliun
  • 2006, utang pemerintah sempat turun menjadi Rp 1.302,16 triliun
  • 2007, utang pemerintah naik jadi Rp 1.389,41 triliun
  • 2008, utang pemerintah naik jadi Rp 1.636,74 triliun
  • 2009, utang pemerintah turun menjadi Rp 1.590,66 triliun
  • 2010, utang pemerintah naik jadi Rp 1.676,85 triliun
  • 2011, utang pemerintah naik jadi Rp 1.803,49 triliun
  • 2012, utang pemerintah naik jadi Rp 1.977,71 triliun
  • 2013, utang pemerintah naik jadi Rp 2.375,5 triliun
  • 2014, utang pemerintah naik jadi Rp 2.608,78 triliun
  • 2015, utang pemerintah naik jadi Rp 3.165,13 triliun
  • 2016, utang pemerintah naik jadi Rp 3.515,46 triliun
  • 2017, utang pemerintah naik jadi Rp 3.938 triliun
  • 2018, utang pemerintah naik jadi Rp 4.418,3 triliun
  • Untuk pertama kalinya di 2018, utang pemerintah Indonesia menembus Rp 4.000 triliun.

Penasaran untuk apa saja utang tersebut?

Pada 2018 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan peruntukan utang-utang tersebut. Sri Mulyani menegaskan, utang itu ditarik untuk hal-hal yang produktif.

Mantan Direktur Bank Dunia ini membandingkan penambahan utang pada periode 2012-2014 dengan periode 2015-2017. Pada 2012-2014, penambahan utang mencapai Rp 798 triliun, sementara pada periode 2015-2017 tambahan utang mencapai Rp 1.329,9 triliun.

Pada periode 2012-2014, total tambahan utang tersebut dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 456,1 triliun, sektor pendidikan Rp 983,1 triliun, sektor kesehatan Rp 146,4 triliun, sektor perlindungan sosial Rp 35,3 triliun, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan dana desa Rp 88,6 triliun.

Sementara pada periode 2015-2017, tambahan utang di era Jokowi-JK dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sebesar 904,6 triliun, sektor pendidikan Rp 167,1 triliun, sektor kesehatan Rp 249,8 triliun, sektor perlindungan sosial Rp 299,6 triliun, dan DAK Fisik dan dana desa Rp 315,9 triliun.

"Jadi ini 8 kali lipatnya. Makanya kalau kita lihat kemiskinan turun, gini ratio turun, dan ada juga pengamat yang lupa bahwa kita itu transfer ke daerah," kata Sri Mulyani kala itu.

"Jadi kalau bandingkan apple to apple jangan hanya tambahan utang. Tapi untuk apanya. Growth kita tetap terjaga, walaupun mengalami tekanan tetap jauh," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Negara-negara Dunia yang Bangkrut dan Tak Bisa Membayar Utang

Related

News 1352073712021751620

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item