Google Glass, Teknologi Canggih Google yang Kontroversial

Google Glass, Teknologi Canggih Google yang Kontroversial

Naviri Magazine - Meski keberadaannya telah diumumkan sejak 2012 lalu, Google Glass masih jarang ditemui di negeri asalnya, apalagi di Indonesia. Kacamata pintar tersebut memang masih berada dalam tahap "beta", alias belum diproduksi massal.

Penggunanya pun terbatas. Google telah mengirimkan Glass Explorer Edition versi awal ke 8.000 individu terpilih yang mengikuti program Glass Xplorer. Salah satu dari mereka adalah Ivan Yudhi, seorang programmer asal Indonesia, yang bekerja di perusahaan software AS, OSIsoft.

Google mengundang orang-orang yang tinggal di AS untuk berpartisipasi dalam program Glass Explorer. Ada satu syarat yang mesti dipenuhi agar bisa mendapat kiriman Glass Explorer Edition dari Google, yaitu memberi penjelasan yang meyakinkan tentang tujuan pemakaian Google Glass nantinya.

"Saya bilang saja mau pakai Glass untuk main gitar," ujar Ivan, yang memang hobi memainkan alat musik tersebut.

Ivan lantas membawa Google Glass ke Indonesia, tepatnya di kantor Kibar Kreasi Indonesia, bilangan Menteng, Jakarta. Dia berinisiatif memboyong perangkat itu ke Tanah Air setelah berkenalan dengan Chief Executive Kibar, Yansen Kamto, untuk keperluan pengembangan aplikasi yang sesuai di Indonesia.

Sejumlah developer, yang sengaja didatangkan, antusias mencoba perangkat yang bagi kebanyakan orang terkesan "misterius" ini. Google Glass selama ini dianggap sebagai perangkat yang revolusioner sekaligus mengundang kontroversi.

Karena praktis untuk mengambil gambar, misalnya, Google Glass banyak disukai, tetapi di sisi lain juga dibenci oleh kalangan yang khawatir dengan persoalan privasi orang lain.

Aspek lain yang juga menyenangkan adalah semua aktivitas dengan Glass bisa dilakukan secara handsfree, setidaknya tanpa perlu menggenggam perangkat di tangan, sehingga memberi kebebasan lebih bagi pengguna.

Sayang, sejauh ini Google baru menyediakan Glass untuk pengguna dengan mata normal alias tak berkacamata. Perangkat ini memang bisa "ditumpangkan" di atas frame kacamata, tetapi posisinya tak stabil dan rawan terjatuh.

Google sendiri berjanji bakal merilis versi Glass yang kompatibel dengan prescription glass alias kacamata, ketika sudah diproduksi massal nanti. Raksasa mesin pencari itu beberapa waktu lalu telah melepas Google Glass Explorer Edition 2.0, tetapi perangkat tersebut sejauh ini masih merupakan produk beta, yang menggunakan para "explorer" sebagai pengujinya.

Baca juga: Para Pengguna Windows XP di Seluruh Dunia Menghadapi Kiamat

Related

Technology 3433419736070263519

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item