Kisah Kapal Perampok Ikan yang Menjadi Buronan Banyak Negara

Kisah Kapal Perampok Ikan yang Menjadi Buronan Banyak Negara

Naviri Magazine - Nama Andrey Dolgov akhir-akhir ini sering disebut, terkait dengan penangkapan kapal perampok ikan. Andrey Dolgov adalah nama kapal yang ditangkap tersebut.

Tidak jauh beda dengan di daratan yang memungkinkan munculnya aksi perampokan, di lautan pun hal sama bisa terjadi. Salah satunya adalah perampokan ikan di laut, yakni menjaring ikan di wilayah-wilayah terlarang atau tanpa izin. Andrey Dolgov adalah salah satu kapal yang melakukan praktik perampokan semacam itu, dan selama ini telah menjadi buronan negara-negara di dunia.

Dalam satu dekade terakhir, kapal Andrey Dolgov diduga kuat melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di berbagai perairan laut wilayah negara dunia. Dalam sekali perjalanan menangkap ikan, diperkirakan nilai ikan yang ditangkap mencapai 6 juta dolar.

Selama beroperasi 10 tahun terakhir, nilai ikan yang dikeruk secara ilegal itu ditaksir mencapai 50 juta dolar. Ikan hasil tangkapan dijual di pasar gelap, dicampur dengan hasil tangkapan ikan legal, dan berakhir di rak-rak supermarket, restoran, atau meja makan para konsumen.

Saat ditangkap, kapal Andrey Dolgov memiliki 20 Anak Buah Kapal (ABK) yang terdiri dari 14 warga negara Indonesia dan 6 warga, Rusia termasuk Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin kapal. Diduga, ABK WNI tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan antarnegara atau paspor, dan terindikasi merupakan korban perdagangan manusia.

Selain itu, tim satgas menemukan 600 buah alat tangkap gillnet (jaring insang) siap pakai yang jika dibentangkan bisa mencapai 30 km. Jenis ikan yang menjadi target tangkapan adalah Antarctic Toothfish dan Patagonian toothfish, yang hidup di wilayah perairan Antartika dan Samudra Selatan.

Aktivitas kapal Andrey Dolgov mengeruk ikan di wilayah Antartika dan Samudra Selatan dianggap ilegal, karena penangkapan ikan di wilayah tersebut hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera negara anggota Komisi Konservasi Sumberdaya Alam Laut Antartika (CCAMLR) dan memiliki izin penangkapan di kawasan CCAMLR.

Penggunaan gillnet di perairan Antartika sudah dilarang sejak 2006. Jika ikan toothfish punah, diyakini akan sangat mengganggu keseimbangan ekosistem makhluk hidup di Antartika. Di bawah hukum CCAMLR, metode penangkapan ikan yang diizinkan terutama adalah teknik longlining (rawai). Seluruh aktivitas penangkapan ikan juga diwajibkan untuk tidak sampai mengganggu keberadaan burung laut.

Untuk melancarkan aksinya selama ini, kapal yang berstatus tanpa bendera kebangsaan (kapal stateless) kerap menggunakan delapan bendera negara berbeda, seperti Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, dan Nambia.

Saat ditangkap oleh otoritas Indonesia, tampak bendera Togo berkibar di dek kapal. Mereka menghindari pengawasan aparat penegak hukum dengan melakukan pemalsuan dokumen dan identitas.

Buronan Interpol

Kapal Andrey Dolgov sudah jadi incaran banyak negara dunia dan dimasukkan dalam daftar kapal Illegal, Unreported, And Unregulated (IUU) Fishing. Kapal sebelumnya sudah sempat ditahan oleh Cina, tetapi berhasil melarikan diri.

Setelah itu sempat ditahan di Pelabuhan Maputo, Mozambik dan berhasil kabur lagi. Diwartakan The Maritime Ecxecutive, setelah lolos untuk kedua kalinya, Mozambik meminta bantuan dari semua negara anggota Fish-i Africa untuk membantu menangkap kapal yang jadi buronan itu.

Fish-i Africa adalah sebuah aliansi kemitraan dari delapan negara Afrika Timur (Komoro, Kenya, Madagaskar, Mauritius, Mozambik, Seychelles, dan Somalia) yang mendorong pertukaran informasi dan kerja sama regional untuk memerangi penangkapan ikan ilegal.

Pengejaran kapal Andrey Dolgov yang kabur dan menjadi buronan Fish-i Africa akhirnya melibatkan banyak pihak, seperti Fusion Centers di Madagaskar dan Singapura, Sea Shepherd Conservation Society, Republik Serikat Tanzania, dan Republik Indonesia.

Selama beberapa hari, kapal Andrey Dolgov dikejar di perairan Seychelles oleh kapal MY Ocean Warrior milik Sea Shepherd dan otoritas Tanzania. Sayangnya, Angkatan Laut Tanzania tidak memiliki wewenang untuk naik dan memeriksa kapal itu ketika di perairan Seychelles. Foto dan bukti lain yang dikumpulkan selama pengejaran lantas diteruskan ke pihak berwenang Indonesia.

Butuh dua hari untuk Indonesia menangkap kapal Andrey Dolgov. Dikutip dari siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kronologinya pada 5 April 2018, Satgas 115 mendapat permintaan resmi dari Interpol melalui NCB Indonesia untuk memeriksa kapal STS-50. Menindaklanjuti informasi tersebut, Kapal AL Simeuleu melakukan operasi “Hentikan, Periksa, dan Tahan” (Henrikan).

Keesokan harinya, tim satgas, termasuk mengerahkan drone dan pesawat pengintai yang berputar-putar di atas kapal, berhasil menangkap kapal tersebut sekitar pukul 17.30 WIB ketika berada di sekitar 60 mil dari sisi tenggara Pulau Weh, Aceh. Puncak dari operasi pengejaran dan penangkapan kapal Andrey Dolgov selama berbulan-bulan akhirnya berakhir.

"Kapten dan kru terkejut saat ditangkap," kata Andreas Aditya Salim, anggota Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal. "Mereka mencoba mengatakan bahwa mereka tidak sedang menangkap ikan karena kulkas dan bagian-bagian lain di kapal sedang rusak."

Menurut data terakhir MarineTraffic pada Agustus 2018, kapal Andrey Dolgov masih berada di Pulau Weh di dekat Pelabuhan Balohan, dengan status sedang berhenti.

Baca juga: Kisah Mengerikan Orang-orang yang Kabur dari Korea Utara

Related

World's Fact 8384388011649410284

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item