Program Kredit Pemilikan Rumah Subsidi dan Masalahnya

Program Kredit Pemilikan Rumah Subsidi dan Masalahnya

Naviri Magazine - Menyadari masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah, dan dilatari kenyataan banyaknya warga yang kesulitan untuk membeli rumah secara KPR, pemerintah pun meluncurkan program KPR subsidi lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Tahun ini, misalnya, pemerintah menggelontorkan Rp10,39 triliun untuk mendanai program tersebut. Fasilitas yang diterima masyarakat dari skema FLPP ini mulai dari uang muka ringan hingga 1%, subsidi selisih bunga KPR hingga hanya 5%, dan tenor alias masa cicilan panjang hingga 20 tahun.

Sayangnya, peluang itu bisa kandas lantaran saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengajukan kenaikan harga rumah yang bisa didanai dengan skema FLPP sebesar 3-7,5%. Usulan ini masih dikaji oleh Kementerian Keuangan.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul, mengatakan, usulan ini dipicu adanya kenaikan harga material bangunan dan upah pekerja yang berimbas pada kenaikan biaya konstruksi rumah subsidi.

Belum lagi, faktor kenaikan harga tanah yang turut memengaruhi harga jual hunian.

Rencana itu pun dikritik Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Indonesia, Anton Sitorus.

Ia menilai kenaikan harga rumah subsidi tak cukup hanya mempertimbangkan kenaikan biaya produksi saja. Pemerintah dan pengembang juga perlu mempertimbangkan aspek lain, seperti daya beli masyarakat.

Sebab, kata Anton, selama ini lesunya daya beli masyarakat berimbas pada rendahnya pertumbuhan industri properti.

"Interes [ketertarikan] orang untuk membeli properti itu, kan, sebenarnya dalam dua tahun ini juga belum meningkat. Setelah kita mengalami periode stagnan dalam dua tahun terakhir ini,” kata Anton.

Data survei harga properti residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia memang mengindikasikan adanya perlambatan kenaikan harga properti residensial di pasar primer.

Hal tersebut tercermin dari indeks harga properti residensial (IHPR) yang hanya tumbuh 0,42 persen (qtq) di kuartal III 2018, lebih lambat dari kuartal II 2018 yang mencapai 0,76 persen.

Bukan hanya itu, pada kuartal III 2018, penjualan properti residensial bahkan terpantau menurun hingga 14,14 persen (qtq), lebih dalam dari penurunan kuartal II 2018 yang 0,08 persen.

Penurunan terjadi pada semua tipe rumah, terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan konsumen, terbatasnya penawaran perumahan dari pengembang, dan tingginya suku bunga kredit perumahan (KPR).

“Jadi kalau kata saya sih [rencana kenaikan] kurang tepat,” kata Anton.

Menurut Anton, jika pemerintah memaksakan menaikkan harga perumahan subsidi tersebut, maka bisa jadi akan berimbas pada kondisi industri properti yang makin terpuruk.

Hal itu, kata Anton, bukan hanya akibat dari kenaikan harga jual, tapi juga pada faktor psikologis masyarakat yang alergi dengan kata 'kenaikan harga'. Bila hal tersebut tetap dilakukan, maka bisa saja masyarakat semakin enggan membeli rumah.

Baca juga: Ini Daftar Apartemen Pilihan di Depok dengan Harga Terjangkau

Related

Business 4953187613468004513

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item