Kisah-kisah Penipuan Sains yang Pernah Menghebohkan di Dunia

Kisah-kisah Penipuan Sains yang Pernah Menghebohkan di Dunia

Naviri Magazine - Sains atau ilmu pengetahuan telah banyak membantu kehidupan manusia, atau setidaknya memperluas wawasan cakrawala yang lalu membimbing manusia pada aneka pengetahuan baru. Kita berutang pada sains yang telah menemukan aneka obat untuk berbagai penyakit, yang telah menciptakan aneka teknologi yang memudahkan hidup kita, dan lain-lain.

Namun, sains juga bukan tanpa cela. Meski para ilmuwan dan peneliti telah bekerja dengan kejujuran dan penuh dedikasi, ada segelintir orang yang ingin cepat terkenal dengan menggunakan sains. Mereka mengarang dan merekayasa kebohongan demi mendapat keuntungan pribadi.

Terkait hal itu, berikut ini adalah delapan kisah penipuan sains yang paling populer di dunia.

Manusia Piltdown

Pada 1912, Charles Dawson, seorang arkeolog amatir asal Inggris, menemukan tulang kepala, gigi, dan rahang, di sebuah lubang penggalian di Piltdown, Sussex, Inggris. Tengkorak itu, yang populer disebut Manusia Piltdown, tampak seperti setengah manusia dan setengah kera.

Dawson mengklaim telah menemukan rantai yang hilang (missing link) antara manusia dan kera, lalu dia menamai temuannya Eoanthropus dawsoni.

Selang 40 tahun kemudian, para ilmuwan, lewat pengujian modern, membuktikan bahwa tengkorak temuan Dawson umurnya hanya beberapa ratus tahun, dan tulang rahangnya dari orangutan, sementara giginya dari gajah dan kuda nil.

Layangan listrik Benjamin Franklin

Pada 19 Oktober 1752, Pennsylvania Gazette mempublikasikan gambaran singkat dari eksperimen yang baru saja dilakukan Benjamin Franklin. Menurut berita tersebut, Franklin telah menerbangkan sebuah layang-layang dalam badai petir, menyebabkan listrik merambat melalui benang dan masuk ke sebuah kunci yang terikat di bawahnya. Eksperimen ini untuk menunjukkan bahwa petir adalah bentuk listrik.

Layang-layang listrik Franklin menjadi eksperimen paling terkenal di abad ke-18, menjadikan Franklin tersohor di Eropa dan AS. Namun, beberapa ahli sejarah berpendapat, kemungkinan eksperimen tersebut tidak pernah terjadi. Pasalnya, mereka kekurangan informasi yang rinci mengenai eksperimen tersebut.

Tidak diketahui pasti kapan eksperimen itu dilakukan. Franklin juga tak pernah menulis laporan resmi mengenai hal ini. Satu-satunya saksi mata hanya anak laki-lakinya, namun tak pernah mengungkapkan kejadian penting tersebut. Apalagi eksperimen semacam itu sangat berbahaya, bahkan bisa berakibat fatal, dan Franklin sendiri mengetahui hal itu.

Raksasa dari Cardiff

Pada Oktober 1869, mayat membatu setinggi 10 kaki digali dari sebuah lahan pertanian di Cardiff, New York. Raksasa Cardiff itu kemudian jadi berita besar, dikatakan sebagai penemuan geologis terbesar saat itu, dan banyak dikunjungi warga Amerika Serikat. Mereka rela membayar 25 sen untuk menyaksikan manusia raksasa tersebut.

Namun, pada awal 1870, terungkap bahwa penemuan itu hanyalah tipuan. Raksasa Cardiff hanyalah sebuah patung hasil kreasi George Hull, terbuat dari bongkahan gipsum yang dibentuk menyerupai manusia setinggi 10 kaki, dan dikubur di sebuah ladang di Cardiff, kemudian direkayasa agar ”ditemukan” oleh pekerja.

Putri Duyung dari Fiji

Juli 1842, seorang berkebangsaan Inggris, Dr. J. Griffin, anggota British Lyceum of Natural History, tiba di Kota New York dan membawa seekor ikan duyung yang diduga terdampar di Kepulauan Fiji, Pasifik Selatan.

Dalam sebuah pertunjukan di American Museum, ikan duyung Fiji pun dipertontonkan. Sosoknya jauh dari gambaran seorang wanita cantik, melainkan bangkai kering seekor kera berbadan ikan.

Dari penelitian museum tersebut, terungkap bahwa ikan duyung Fiji adalah tipuan belaka, yang sesungguhnya bangkai kera yang dimumi melalui teknik taksidermi (ilmu mengeringkan bangkai binatang).

Dengan cara dijahit, kedua spesies itu disatukan membentuk putri duyung, dimana bagian atas kera dan ke bawah tubuh ikan. Putri duyung Fiji dibuat sekitar tahun 1810 oleh nelayan Jepang untuk keperluan upacara keagamaan, sekaligus seni tradisional nelayan Jepang.

Archaeoraptor

Archaeoraptor liaoningensis pertama kali dipublikasikan dalam majalah National Geographic tahun 1999. Melalui sebuah artikel yang ditulis Christopher Sloan, fosil ini dinyatakan sebagai mata rantai yang hilang antara burung dan dinosaurus theropod, dan benar-benar bisa terbang.

Sebelum National Geographic mempublikasikan, telah banyak yang meragukan keotentikan fosil ini. Tak pelak menjadi skandal ketika sebuah studi sains membuktikan fosil dari Cina itu palsu, karena dibentuk dari bagian-bagian fosil dengan spesies berbeda.

Zonghe Zhou, seorang paleontolog Cina, menemukan kepala dan badan bagian atas milik spesimen fosil burung primitif Yanornis, bagian ekor milik Microraptor, sedangkan tungkai dan telapak kaki milik hewan yang belum diketahui.

Turk, robot pecatur

Turk mekanis atau robot pecatur adalah mesin permainan catur yang dirancang dan ditemukan pada 1770 oleh Wolfgang von Kempelen, seorang insinyur Hongaria. Mesin ini sepertinya mampu bermain catur melawan manusia.

Selama hampir 84 tahun, Turk mengelilingi Eropa dan Amerika Serikat, untuk menunjukkan kemampuannya mengalahkan lawan-lawannya. Tak kurang dari negarawan sekelas Napoleon Bonaparte dan Benjamin Frankin bertekuk lutut mengakui kehebatan pecatur robot itu.

Kebohongan mulai terungkap pada 1820-an, ketika Edgar Allan Poe berhasil membuktikan bahwa seorang master catur bertubuh kecil telah disembunyikan sebagai operator di dalam mesin catur tersebut.

Pohon upas

Sebuah berita dipublikasikan di London Magazine pada 1783 oleh seorang ahli bedah Belanda, bernama Foersch. Ia menyebut keberadaan sebuah pohon di Pulau Jawa yang sangat beracun dan dapat membunuh apapun dalam radius 15 mil.

Pada mulanya hanya sebuah legenda. Pada 1791, Erasmus Darwin menulisnya dalam sebuah puisi, ”Ada sebuah pohon beracun di Pulau Jawa, lewat perantaraan udara telah memusnahkan desa... dalam daerah 12 atau 14 mil permukaan tanah jadi gersang dan berbatu, di sana sini dipenuhi tengkorak manusia dan binatang.”

Pohon upas memang ada di Indonesia. Walaupun tak berpotensi mematikan seperti yang disebutkan, getah pohon ini memang mengandung racun. Oleh penduduk setempat digunakan sebagai senjata pada ujung anak panah.

Hilangnya gen pirang

Isu hilangnya gen rambut pirang secara periodik muncul sejak 1865. Versi terbaru muncul lagi pada 2002, ketika BBC dan media lain melaporkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para pakar menyatakan orang berambut pirang akan punah pada tahun 2202.

Klaim ini berdasarkan pada interpretasi sifat resesif dalam ilmu genetika. Namun WHO membantah lewat laporannya di The New York Time, bahwa lembaga ini tak memiliki pengetahuan tentang studi tersebut. Kemudian WHO secara resmi mengonfirmasi bahwa cerita itu bohong.

Related

Science 8860209686574577245

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item