Mengapa Ada Manusia yang Bisa Berubah Menjadi Serigala?

 Mengapa Ada Manusia yang Bisa Berubah Menjadi Serigala?

Naviri Magazine - Ada pendapat, manusia serigala timbul akibat halusinasi. Antara lain karena pengaruh racun ergot yang dihasilkan jamur Claviceps purpurea pada gandum. Ergot mengandung bahan serupa materi mentah untuk membuat LSD.

Halusinasi akibat ergot banyak terjadi di Eropa pada abad pertengahan. Itu tak lain karena masyarakat kebanyakan hanya bisa mengonsumsi biji gandum yang terkontaminasi, sementara gandum bersih disimpan hanya untuk bangsawan. Maka, tanpa pengalaman atau ilmu sihir, bila memakan biji-bijian itu, orang bisa merasa jadi katak atau serigala.

Satu kisah tragis terjadi tahun 1951 di Pont St Esprit di Rhone Valley, dengan korban keracunan ergot lebih dari 300 orang. Lima orang mati, sedangkan kebanyakan cacat seumur hidup.

Mereka yang cacat mengaku, telah mengalami halusinasi mengerikan. Ada pria yang merasa seolah-olah otaknya dilahap segerombolan ular merah. Ada pula yang sanggup membebaskan diri dari jaket pengikat orang gila sampai 7 kali, rontok giginya karena menggigit putus tali pengikat dari kulit yang membelenggunya, dan mampu membengkokkan dua batang teralis besi di jendela rumah sakit! Alasannya, pria itu merasa dikejar-kejar harimau.

Pendapat lain menduga, manusia serigala adalah akibat persepsi keliru terhadap penyakit keturunan congenital porphyria. Menurut dr. Lee Illis dari Guy Hospital, London, pengidapnya amat tak tahan terhadap cahaya (karena itu mereka hanya bisa keluar malam hari), giginya berwarna merah atau cokelat kemerahan, dan menunjukkan gejala gangguan jiwa (dari histeris ringan hingga depresi maniak). Borok lambat laun mengubah bentuk tangan mereka menjadi serupa cakar.

Namun, pendapat ini disanggah cendekiawan Almotarus, yang menjelaskan manusia serigala dalam bentuk manusia memiliki ciri khusus berupa mata cekung dan kering, serta kulit pucat. Selain itu, luka pada kulit penderita jauh berbeda dengan kulit serigala.

Roh jahat dalam perjalanan astral

Pemahaman terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi mengabaikan "koor" pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala sebenarnya adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa.

Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.

Maka dibedakan antara makhluk mitos manusia serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).

Lycanthropy berakar dari kata Yunani, lycos, yang artinya serigala, dan anthropos atau manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert Burton, dalam buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy (1621), misalnya, menggunakan istilah kegilaan terhadap serigala.

Mula-mula, lycanthrope dipakai untuk menggambarkan fenomena kuno berupa kemampuan orang bermetamorfosis jadi binatang. Namun, lama-lama istilah itu diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal yakin mampu berubah bentuk.

Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan bersikap sadis dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan dari waktu ke waktu di berbagai tempat, bahkan di negara beradab. Selera terhadap daging manusia itulah yang mengubah manusia menjadi monster. Namun, secara nyata, penderita lycanthrope tidak pernah berubah bentuk, suara, dan perilaku menjadi serigala.

Mengenai penampilannya yang tetap manusia, pada abad 15-17, penderita lycanthrope berkilah bahwa bulu-bulu mereka tumbuh di bawah kulit. Seperti yang terjadi di Padua, Spanyol, tahun 1541, ketika seorang petani dengan keji membunuh dan mengoyak-ngoyak tubuh beberapa orang korbannya.

Saat tertangkap, ia mengaku sebagai serigala meski secara fisik tidak berwujud binatang. Itu tak lain karena bulu-bulunya tersembunyi di bawah, bukan di atas kulit. Untuk membuktikan ucapannya, penduduk memotong lengan dan kakinya. Alhasil, kecewa yang didapat, yang ada cuma darah, otot, dan tulang biasa.

Malah dalam buku klasik tentang sadisme, masokisme, dan lycanthropy, Man into Wolf, antropolog Inggris Dr. Robert Eisler menyebut kemungkinan Adolf Hitler sebagai penderita lycanthropy. Ia merujuk pada kesaksian bagaimana sang Fuhrer memiliki kebiasaan menggigit karpet saat mengamuk.

Related

Science 8823244256851817628

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item