Kisah Wanita yang Terjebak Dalam Konspirasi Perang Dunia (Bagian 2)

Kisah Wanita yang Terjebak Dalam Konspirasi Perang Dunia

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Wanita yang Terjebak Dalam Konspirasi Perang Dunia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sementara itu, beredar desas-desus ketegangan internasional di seluruh Eropa. Perang akan terancam meletus. Pada awal Agustus 1914, diumumkan perang telah meletus. Orang-orang di jalan marah dan beringas. Pertokoan di sepanjang jalan di Paris, yang berlabel Jerman atau Austria, dibakar. Tak ada lagi "Brasserie Viennoise" dan "Café Klein". Polisi pun kewalahan antara memihak bangsanya atau manusia pada umumnya.

Di Berlin, reaksinya tak beda dengan di Paris. Bangsa Jerman dan Perancis bersitegang dan dipertanyakan, kenapa Margarethe mondar-mandir di Berlin? Hanya seorang penari, namun banyak punya kenalan luas dan orang-orang penting.

Akhir bulan Juli 1914, Margarethe menjalin hubungan dengan seorang komandan polisi bernama Griebel. Margarethe, sebagai gundiknya, ikut melihat demonstrasi di luar istana kaisar. Semboyan "Deutschland über Alles" mengumandang keras. Dalam beberapa hari saja, Margarethe kena sasaran aksi anti orang asing.

Suasana yang mencekam itu juga mengkhawatirkan keselamatan Margarethe. Kini dia sudah berusia 38 tahun. Dia punya akal ke Paris lewat Zürich, Switzerland. Namun, pada 7 Agustus dia sudah berada di Berlin lagi. Bukan saja dia tanpa kawan di Berlin, tapi juga tanpa pakaian. Dia beruntung ada orang Belanda tua yang baik hati, dan membelikan tiket kereta api untuk keluar dari Berlin menuju Belanda.

Pada 14 Agustus, dia meninggalkan Berlin dan berhenti di Frankfurt, meminta dokumen perjalanan ke konsul Belanda. Tanggal 16 Agustus, dia tiba di Amsterdam. Pada 14 Desember 1914, untuk pertama kalinya, Margarethe manggung di publik Belanda. Gedung teater di Den Haag penuh sesak pengunjung. Semua orang ingin melihat penampilan Mata Hari yang sudah tersohor itu.

Tak begitu lama Margarethe menemukan pasangan barunya, Baron Edouard van der Capellen. Baron Edouard tak hanya kaya, tapi juga pimpinan kavaleri. Dia berusia 52 tahun. Dalam tempo sebulan dari perjumpaannya, Margarethe dibuatkan sebuah rumah mungil nan indah oleh Baron di Den Haag.

Pada 13 Maret 1915, Margarethe membaca koran Belanda yang memuat fotonya, dengan judul "Madame Mata Hari". Dia sedih meratapi masa jayanya yang sudah lewat, sementara di rumah pemberian Baron seperti terkekang.

Pada Agustus 1915, Margarethe berulang tahun yang ke 39. Kehidupan sehari-hari Margarethe terasa sepi, karena Baron sering bertugas berbulan-bulan tak pulang. Margarethe mencoba kabur dan akan kembali ke Paris lagi.

Jalan yang dia tempuh harus berkeliling dari Amsterdam menuju pelabuhan Inggris, selat Biskaya ke Vigo, Spanyol utara. Kedatangan Margarethe di Paris, Desember 1915, menjadi sorotan agen Prancis. Margarethe mengenakan pakaian mahal dan berlagak sombong. Apalagi dia merasa pernah menjadi bintang di Paris.

Pada suatu kesempatan, Margarethe mengungkapkan, “Suatu malam bulan Mei 1916, di Den Haag, aku didatangi seseorang bernama Karl Kramer. Kramer memberitahu hubungannya dengan Perancis. Dia tanya, apakah kiranya aku bisa sedikit membuat senang bangsa Jerman?”

Lalu Margarethe menirukan tawaran Kramer, "Kalau kamu bisa bantu, aku gembira dan aku sediakan bayaran sebanyak 20.000 Franc."

Mendengar tawaran uang, Margarethe terpikat. Namun dia butuh beberapa hari untuk mempertimbangkan. Bagi Margarethe tidak sulit, karena dia sudah terbiasa berbuat naif dan menjalani liku-liku dengan berbagai kalangan elit.

Margarethe mengajukan usulan, seandainya dirinya bisa berbuat lebih, bisakah ditambah bayarannya? Kramer menyetujui. Akhirnya dia menulis surat jawaban ke Kramer, dirinya sanggup menerima tawaran.

Betapa senang Kramer, dia cepat-cepat mendatangi rumah Margarethe sambil membawa uang kontan 20.000 Franc. Kramer juga membawa peralatan tulis rahasia berupa tiga botol tinta. Dua botol di antaranya berupa tinta tanpa warna. Sedang sebuah botol berisi tinta berwarna biru kehijauan. Cairan di botol pertama berfungsi untuk melembapkan kertas. Cairan botol kedua untuk menulis berita, dan cairan di botol ketiga untuk menghapus.

Margarethe tampak heran dengan peralatan rahasia itu. Tapi dia mempercayai Kramer. Tak hanya di situ persiapan sebagai agen mata-mata. Ada sandi khusus yang harus dipakai Margarethe, yaitu sandi nomor H21. Sandi nomor itu harus ditulis sebagai tanda tangan. Dan semua berita harus dikirim ke alamat Hotel de l`Europe di Amsterdam.

Lalu Margarethe dikirim ke Paris, untuk mengirim berita-berita yang penting. Tapi Margarethe tak tahu apa-apa tentang tugas yang akan dilakukan.

Baca lanjutannya: Kisah Wanita yang Terjebak Dalam Konspirasi Perang Dunia (Bagian 3)

Related

History 2611034002053982512

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item