The Lobster, Film Satire yang Mengolok-olok Kaum Jomblo

 The Lobster, Film Satire yang Mengolok-olok Kaum Jomblo

Naviri Magazine - Yorgos Lanthimos, sutradara asal Yunani, rupanya berada di pihak kedua. Ia punya cara tersendiri untuk mengkritik kojombloan. Baginya, hidup bukan hanya apakah setelah memiliki pasangan akan bahagia atau menjadi filsuf saja. Tetapi kehidupan yang serba rumit ini akan lebih mudah dijalani dengan hidup berpasangan.

Narasi-narasi satire yang diperuntukkan bagi kaum jomblo pun ditonjolkan dalam scene-scene (adegan-adegan) film yang digarap Yorgos: The Lobster (2015). Di film ini, kaum jomblo diolok-olok sedemikian rupa, sehingga mudah mucul dalam bayangan penonton: betapa menyedihkannya hidup menyendiri!

Alkisah, di sebuah kota, diberlakukan peraturan yang mengharuskan siapa saja yang hidup sendirian untuk segera mencari pasangan. Mereka—sebut saja kaum jomblo—digiring ke sebuah hotel, di mana mereka bebas memilih pasangan yang dirasa cocok.

Tetapi, tak mudah menentukan pasangan yang cocok. Karena orang-orang yang ada di hotel itu memiliki keganjilan-keganjilan, di antaranya: ada yang mimisan (Jessica Barden), ada yang tak memiliki perasaan (Angeliki Papoulia), dan seterusnya.

Tragisnya, keserasian-keserasian (baik dalam hal fisik maupun karakter) seolah menjadi pertimbangan-pertimbangan mendasar untuk menentukan pasangan, seperti terlihat bagaimana susahnya seorang John (Ben Whishaw) yang berusaha menyerasikan dirinya dengan gadis mimisan. Ia harus membenturkan hidungnya ke tembok atau bangku agar hidungnya berdarah seperti gadis itu.

Dari sinilah para jomblo mulai diolok-olok dengan nada satire yang menggelikan. Mereka diolok dengan peraturan-peraturan hotel, mulai dari yang sederhana sampai paling berat (hanya tenggang waktu 45 hari untuk mendapatkan pasangan. Jika tidak, akan diubah menjadi hewan, sekalipun bisa memilih akan menjadi hewan apa).

Yorgos menjadikan hidup seorang jomblo benar-benar kehilangan daya tarik. Betapa tidak, sekalipun cerita filmnya absurd, tetapi keabsurdan itu justru menjadi kritik (lebih tepatnya olok-olok) tersendiri.

Lobster adalah hewan yang dipilih David jika kelak tak berhasil mendapat pasangan. Baginya, menjadi lobster memiliki daya tarik tersendiri. Sebab, satu ekor lobster bisa berumur panjang, bahkan bisa mencapai 100 tahun; berdarah biru seperti aristokrat; dan karena alasan pribadi: perenang.

Namun bagi sang sutradara, Yorgos, menjadi lobster pun sama menyedihkannya seperti jomblo. Kalau tidak beruntung, hewan akan menjadi santapan lezat manusia di restoran-restoran mewah. Tak ada pilihan lain di dunia ini selain hidup berpasang-pasangan.

Related

Film 5915957789969880872

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item