Ashabul Kahfi, Kisah 7 Pemuda yang Tidur Selama 300 Tahun (Bagian 2)

Ashabul Kahfi, Kisah 7 Pemuda yang Tidur Selama 300 Tahun

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ashabul Kahfi, Kisah 7 Pemuda yang Tidur Selama 300 Tahun - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Setelah sampai tempo yang ditetapkan Allah (yaitu 300 tahun atau 309 tahun), mereka dibangunkan. Ketika bangun, mereka tidak menyadari bahwa mereka tidur dalam jangka masa yang amat lama. Mereka menyangka hanya tidur dalam waktu sehari atau setengah hari saja.

“Berkatalah salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)’. Mereka menjawab: ‘Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari…’.” (al-Kahfi: 19)

Setelah bangun dari tidur, mereka merasa lapar. Maka sebagian dari mereka pergi ke pasar untuk mencari makanan. Mereka memilih Tamlikha untuk pergi ke kota Afsus. Kebetulan, saat melarikan diri dulu, mereka membawa bekal uang.

Firman Allah menceritakan keadaan mereka, “Maka suruhlah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang paling baik (yakni yang bersih dan halal). Maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kamu kepada seorang pun. Sesungguhnya jika mereka mengetahui tempatmu, mereka akan melemparmu dengan batu, atau memaksamu kembali pada agama mereka. Dan jika demikian, niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (al-Kahfi: 19-20)

Lihat betapa bersihnya hati dan akhlak mereka. Walaupun dalam keadaan yang gawat dan susah serta kelaparan, mereka masih berpesan kepada sahabat mereka yang ditugaskan ke kota mencari makanan, supaya mencari dan memilih makanan yang bersih dan halal. Ini menandakan bahwa mereka pemuda-pemuda yang bertakwa kepada Allah.

Di dalam al-Quran, Allah memerintahkan kita supaya bertakwa kepada-Nya, dalam keadaan bagaimana pun, senang atau susah. Allah SWT berfirman; “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah yang baik untuk dirimu.” (at-Taghabun: 16)

Walaupun Allah menceritakan dalam ayat tadi bahwa pemuda-pemuda itu amat berhati-hati dan berjaga-jaga agar jangan diketahui orang lain (karena mereka menyangka raja yang memerintah negeri masih raja yang dulu), namun Allah telah menakdirkan supaya berita tentang mereka diketahui oleh hamba-hambaNya yang lain, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya.

Saat pemuda-pemuda Ashabul Kahfi ini dibangkitkan Allah setelah tidur 300 tahun lamanya, suasana negeri telah banyak berubah. Raja dan pemerintah negeri merupakan orang yang beriman kepada Allah. Begitu juga dengan kebanyakan rakyatnya.

Namun, masih terdapat segelintir orang di negeri itu yang masih ragu-ragu tentang kebenaran kiamat; mereka masih ragu-ragu; bagaimana Allah bisa menghidupkan orang yang telah mati? Apalagi yang telah ribuan tahun lamanya dimakan tanah.

Maka, bertepatan masanya Allah membangkitkan Ashabul Kahfi pada zaman tersebut, dan menunjukkan kekuasaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang masih ragu-ragu.

“Dan demikianlah Kami tunjukkan hal mereka pada orang ramai, supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah menghidupkan orang mati adalah benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (al-Kahfi: 21)

Allah menunjukkan kisah pemuda-pemuda Ashabul Kahfi itu saat salah satu dari mereka datang ke kota hendak membeli makanan. Ia merasa heran melihat keadaan kota dan penduduknya yang berubah sama sekali. Penduduk kota juga merasa heran melihat keadaan pemuda itu, dan mereka semakin bingung saat melihat uang perak yang dibawanya adalah uang zaman dulu yang sudah tidak berlaku lagi.

Ia dituduh menemukan harta karun, lalu dibawa mengadap raja yang beriman. Setelah mendengar kisahnya, raja dan orang-orangnya berangkat ke gua Ashabul Kahfi bersama pemuda tadi, dan berjumpa dengan pemuda-pemuda di sana, dan mendengarkan kisah mereka.

Tak lama kemudian, pemuda-pemuda itu pun dimatikan Allah, sesudah memberi ucapan selamat tinggal kepada raja yang beriman itu dan orang-orangnya. Raja kemudian membangun sebuah masjid di sisi gua itu. Ada pula yang terpikir untuk mendirikan sebuah tugu sebagai kenangan.

Hal ini diceritakan Allah dengan firmanNya, “Setelah itu maka (sebagian dari mereka) berkata: ‘Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Allah juga yang mengetahui hal ihwal mereka.’ Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni raja) berkata: “Sesungguhnya kami hendak membangun sebuah masjid di sisi gua mereka’.” (al-Kahfi: 21)

Demikianlah kisah tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad.

Related

Moslem World 4427150041636922845

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item