Kisah Orang-orang yang Mencari Bahtera Nabi Nuh (Bagian 1)

Kisah Orang-orang yang Mencari Bahtera Nabi Nuh

Naviri Magazine - Keinginan untuk menemukan kapal Nabi Nuh sudah dilakukan orang selama berabad-abad. Kisah kapal Nuh bahkan menyebar dari mulut ke mulut sejak zaman Romawi kuno. Juga disebut bahwa sarjana Romawi, petualang abad pertengahan, dan tentara Ottoman, dilaporkan menyaksikan kapal mistis di atas Gunung Ararat.

Menurut catatan, sebelum Nabi Muhamad SAW lahir pun, sudah ada orang yang ingin menemukan kapal yang penuh misteri itu sesuai petunjuk alkitab (Injil), kitab suci orang Kristen. Konon, Epiphanius, seorang bishop dari Salames, pernah mencari kapal itu dan melihat peninggalan Nabi Nuh masih terdampar di Gunung Guardian (Ararat) yang tertutup salju tebal.

Menurut sejarawan abad pertama Masehi, Flavius Josephus, kapal di puncak Ararat itu telah ditemukan penduduk setempat. “Sebagian dari kapal masih bertahan, di gunung. Dan orang-orang membawa potongan-potongan itu, yang mereka gunakan sebagai jimat keberuntungan.”

Kemudian, pada abad XII, upaya pencarian kapal ini pernah dilakukan pula oleh Benyamin Tudela, seorang pendeta bangsa Yunani.

Setelah sekian lama tidak terdengar lagi, upaya pencarian kapal Nabi Nuh muncul kembali pada abad XIX. Pada tahun 1829, Dr.Friedrich Parrot, yang melakukan pendakian di sejumlah titik pegunungan Ararat, mengatakan, orang Armenia yakin bahwa kapal Nuh sampai hari ini masih ada di puncak Gunung Ararat. Dan tak membolehkan manusia mendekatinya.

Lalu pada 1876, James Bryce, seorang negarawan, diplomat, penjelajah, profesor hukum perdata, dan ahli arkeologi di Oxford University, dengan biaya dari yayasannya, mengarungi lautan salju di Gunung Ararat di Perbatasan Turki, mencari kapal misterius itu kembali.

Dalam perjalanan ke puncak Ararat, James Brice dari Inggris menyatakan, ia menemukan empat buah batu panjang berbentuk tongkat. Ia menduga batu tongkat itu merupakan bagian dari tiang layar kapal yang dalam perjalanan waktu puluhan ribu tahun sudah memfosil.

Menjelang akhir abad XIX, tepatnya tahun 1892, Yoseph Nouri dari Perancis mengulangi perjalanan yang dilakukan James Brice, dari rute yang berbeda. Ia mengklaim telah sampai ke tujuan dan berhasil menemukan kapal Nabi Nuh.

Keberhasilannya itu karena kebetulan, waktu itu sedang musim kemarau sangat panjang, sehingga tidak ada salju yang menutupi permukaan gunung. Bahkan ia menegaskan, sempat berjalan-jalan di tempat yang diduga dek kapal yang panjangnya 300 cubic, persis seperti yang diungkapkan dalam alkitab.

Dimuat di situs New Vision, suatu hari di musim panas 1916, seorang pilot Rusia terbang di atas Ararat, menemukan obyek aneh di ketinggian 14.000 kaki atau 4.267 meter, yang mirip kapal selam. Laporannya diverifikasi oleh pilot lain. Kabar itu lantas sampai ke telinga Tsar Nicolas II dari Rusia, yang membentuk sebuah ekspedisi ilmiah, terdiri dari 150 insinyur militer dan ahli untuk mendaki Gunung Ararat.

Mereka dilaporkan menemukan obyek diduga perahu, dan mengambil spesimen di sana. Dokumen ilmiah soal keberadaan bahtera itu lantas diserahkan pada seorang perwira untuk disampaikan pada Tsar di Moskow, yang sedang dilanda revolusi pada 1917, yang dikenal sebagai Revolusi Bolshevik.

Perwira itu tewas ditembak sebelum merampungkan tugasnya, dan dokumen jatuh ke tangan Leon Trotsky, tokoh Revolusi Bolshevik. Sampai saat ini keberadaannya tidak diketahui.

Waktu terus berjalan. Gandrung mencari kapal Nabi Nuh seperti hilang ditelan waktu. Hingga pada tahun 1949, Aaron J. Smith, dekan Peoples Bible College di AS memimpin sebuah ekspedisi yang mengklaim berhasil menemukan bahtera itu.

Semua ungkapan dan pernyataan dari para pemburu kapal Nabi Nuh, hingga penghujung abad XIX, hanya dilukiskan dalam kata-kata dan tulisan, tanpa bisa divisualisasikan. Karena memang pada waktu itu belum ada teknologi fotografi yang mampu mendukung pernyataan mereka, sehingga semua orang yang mendengarnya merasa penasaran.

Pada 1959, Captain Ilham Durupinan, seorang pilot Turky Airforce anggota pasukan NATO, mengadakan pemotretan udara di Gunung Ararat perbatasan Irak. Melihat dari rekaman hasil pemotretannya itu, benda asing dekat puncak salah satu gunung tertinggi di Turki itu pada ketinggian 15.500 kaki.

Karena penasaran, para petinggi NATO di basis Turki memerintahkan Dr. Arthur Brandeberger, ahli fotografi dari Ohio University, untuk memeriksa rekaman gambar pemotretan itu. Setelah meneliti secara seksama, akhirnya disimpulkan bahwa benda asing di puncak Ararat itu sebuah bahtera/kapal. Formasi kapal diduga merupakan peninggalan Nabi Nuh, yang selama ini banyak dicari para ahli.

Kabar penemuan kapal Nabi Nuh ini sempat ditayangkan oleh Majalah Life, Australian Fix Magazine, dan American Life Magazine, pada penerbitan tanggal 5 September 1960.

Pada 1980-an, mantan astronot James Irwin memimpin dua ekspedisi ke Ararat tanpa hasil. “Saya sudah melakukan semua yang saya bisa,” kata dia. “Tapi bahtera itu terus mengelak.”

Pada tahun 1990, Prof. Ron Wyat bersama Dr. David Fasold, ahli geologi AS, membawa perlengkapan canggih, di antaranya metal detector dan geo radar, menjejak kembali koordinat yang disinyalir ada formasi kapal Nuh. Selama empat tahun berturut-turut, ia melakukan penelitian secara seksama, baik di formasi kapal maupun daerah sekelilingnya, untuk mencari bukti-bukti peradaban setelah dunia itu musnah.

Baca lanjutannya: Kisah Orang-orang yang Mencari Bahtera Nabi Nuh (Bagian 2)

Related

Science 4427449490987429812

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item