Sejarah dan Asal Usul Penggunaan Pengeras Suara di Masjid

Sejarah dan Asal Usul Penggunaan Pengeras Suara di Masjid

Naviri Magazine - Saat ini, bisa dibilang semua masjid di Indonesia telah mengenal dan menggunakan pengeras suara untuk keperluan sehari-hari, dari mengumandangkan azan sampai untuk mengeraskan hal lain semisal acara pengajian. Sejak kapan masjid-masjid di Indonesia mengenal pengeras suara?

Pengeras suara tak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dulu, azan dikumandangkan di menara yang dibangun tinggi di dekat masjid. Tapi kini pengeras suara sudah jamak digunakan di masjid-masjid. Sebenarnya, sejak kapan orang Indonesia menggunakan pengeras suara di masjid?

Orang-orang Indonesia menyebut pengeras suara sebagai TOA. Ini sebenarnya merek dagang dari perusahaan alat elektronik asal Jepang, TOA. Berdiri pada 1934, TOA masuk ke Indonesia pada 1960-an. Lalu menjadi alat pengeras suara paling sohor di desa dan kota. Mengalahkan merek lainnya yang lebih dulu muncul.

G.F. Pijper, seorang Belanda pengkaji Islam di Indonesia, sebenarnya telah menyaksikan kehadiran pengeras suara di masjid Indonesia jauh sebelum 1960-an.

“Pengeras suara dikenal luas untuk menyuarakan azan di Indonesia sejak tahun 1930-an. Masjid Agung Surakarta adalah masjid pertama yang dilengkapi pengeras suara,” tulis Kees van Dijk, dalam ‘Perubahan Kontur Masjid’, yang termuat dalam Masa Lalu Dalam Masa Kini Arsitektur Indonesia. Van Dijk mengutip Studien over de geschiedenis van de Islam karya Pijper.

Van Dijk tak menyebut soal merek pengeras suara pada masa kolonial. Tapi dia memuat keterangan tentang ketidaksukaan orang Barat terhadap suara azan dari alat tersebut. Padahal, orang Barat yang memperkenalkan pengeras suara ke orang-orang tempatan di Hindia Belanda, bersamaan dengan masuknya jaringan listrik ke Hindia Belanda.

Memasuki zaman merdeka, ketika pengeras suara menyemarak di masjid-masjid, anak negeri mulai berdebat sekitar penggunaan pengeras suara. Debat itu muncul pada 1970-an. “Bagaimana kalau ada orang yang sakit di sekitar masjid dan meninggal karena suara azan yang terlalu keras, misalnya,” protes seorang warga Jakarta, termuat di koran Ekspres, 22 Agustus 1970.

Warga lain mengaku tidak keberatan dengan azan melalui pengeras suara. “Sekalipun saya orang Budhis, saya bisa merasakan hikmah yang agung itu, dan saya senang,” kata Oka Diputhera, pegawai di Departemen Agama kepada Ekspres.

Oka hanya protes pada tingkat kebisingan pengeras suara dari masjid untuk kegiatan di luar azan. Sebab, pengurus masjid seringkali menggunakan pengeras suara di luar azan. Seperti untuk doa, zikir, dan pembacaan Al-Quran yang kelewat malam atau jauh sebelum subuh.

Related

Moslem World 6648685183534517672

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item