Antara Uang Tunai dan Uang Elektronik, Lebih Nyaman Mana?

Antara Uang Tunai dan Uang Elektronik, Lebih Nyaman Mana?

Naviri Magazine - Salah satu sesi di Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 mengundang Aldi Haryopratomo (GoPay), Harianto Gunawan (Ovo), Vincent Iswara (Dana), Danu Wicaksana (LinkAja), dimoderatori oleh Ketua Aftech, Niki Luhur.

Seluruh pemain sepakat bahwa promosi dilakukan untuk mengedukasi masyarakat, yang sehari-harinya masih menggunakan transaksi tunai dalam keseharian. Harianto mengelaborasi lebih dalam. Dia menjelaskan ada dua hal yang membuat konsumen mau beralih dan menggunakan aplikasi pembayaran, yakni kepercayaan dan kenyamanan.

“Proses bank dalam bangun kepercayaan di pasar sampai bertahun-tahun, kita [perusahaan teknologi] tidak bisa melakukan seperti itu. Cara tercepat dalam meraih kepercayaan, siapa itu kita, perlu dengan insentif. Ini adalah investasi terbesar yang perlu dilakukan untuk bangun kepercayaan,” katanya.

Untuk bisa mendorong orang pindah dari transaksi tunai ke nontunai, butuh proses. Terlebih, menurutnya, mayoritas penduduk di Asia Tenggara masih menggunakan tunai. Di Indonesia saja, layanan pembayaran digital masih di bawah 10%.

Sepakat dengan Harianto, Aldi menambahkan insentif itu dibutuhkan untuk mengalihkan orang dari tunai ke nontunai. Namun dia menekankan, insentif yang diberikan harus kepada orang yang tepat, dan waktu yang tepat pula. Pun, insentif tidak hanya diberikan ke pembeli saja, tapi juga ke mitra penjual.

“Mitra kami mayoritas adalah UKM. Ketika kami beri insentif, mereka bisa merasakan langsung dampaknya. Penjualan mereka naik double. Dari sini, mereka akan merasa perlu untuk geser ke nontunai.”

Sementara itu, Vincent juga menekankan bahwa promosi bukan satu-satunya hal yang mendorong masyarakat untuk beralih ke digital. Menurutnya, yang terpenting adalah akses, bagaimana mereka bisa memanfaatkan layanan ini untuk top up dan cash out semudah bertransaksi tunai.

Pasalnya, bertransaksi digital tidak mengurangi nominal saldo yang ada di ATM. Makanya, Dana fokus perbanyak kerja sama untuk keagenannya, beberapa nama di antaranya Ramayana, Bukalapak, dan Alfa Group.

“Pada akhirnya, ini mengenai edukasi, burning money untuk mengubah gaya hidup digital itu tidak murah, butuh effort, waktu, dan mindset.”

Vincent mencontohkan, kejadian nyata ini dialami sendiri oleh Dana saat menggelar acara offline. Konsumen tidak perlu bayar apa pun asalkan mengunduh aplikasi Dana untuk bertransaksi di dalamnya. Menariknya, dari total pengunjung, hanya 20% yang mau untuk pakai Dana.

“Kejadian ini mindblowing. Saya tanya ke mereka, kenapa tidak mau pakai? Mereka bilang kurang nyaman, sehingga lebih baik pakai tunai saja. Ini memperlihatkan butuh effort ekstra untuk mengubah mindset.”

Terakhir, Danu mengaku pihaknya lebih memilih untuk bakar uang secara tepat guna. Dengan menggabungkan pengalaman dari tiga bank pemegang saham di balik Dana dengan semangat agility dari startup, menghasilkan insight penting agar perusahaan lebih cerdas dalam bakar uang.

“Ada dua metrik yang kita ukur sebelum bakar uang, dari persentase orang yang datang dari tunai dan nasabah bank ke LinkAja. Itu terlihat seberapa tinggi yang butuh e-money. Lalu peta distribusinya, apakah dari 2nd atau 3rd tier. Ini penting buat tahu investasi yang kita tempatkan benar-benar sentuh mereka.”

Pertanyaan lain yang diajukan moderator kepada para panelis adalah, apakah keempat pemain ini bersedia merelakan infrastruktur yang sudah dibangun untuk dipakai bersama pemain sejenis yang tak lain adalah kompetitor langsung.

Menanggapi ini, Harianto menegaskan Ovo bukan kompetitor GoPay, LinkAja, dan Dana. Justru kompetitor keempatnya adalah uang tunai. Untuk itu, pihaknya sangat terbuka dengan kolaborasi, terutama dengan perbankan.

Dia juga mengapresiasi penerapan QRIS oleh BI, yang dinilai sangat brilian dalam mendukung integrasi antar pemain dan interoperabilitas satu sama lain. Imbas akhirnya adalah pemain dapat menekan ongkos yang harus mereka keluarkan untuk mengakuisisi merchant.

“Kita sangat terbuka, makanya menganut open ecosystem. Jika kita bisa bersatu, maka bisa mengalahkan dominasi cash.”

Aldi menanggapi pertanyaan ini dengan mengumbar info terbaru bahwa saat ini mesin EDC dari GoPay sudah bisa menerima pembayaran dari LinkAja, dalam mendukung ekosistem terbuka. Dari sisi LinkAja, tentunya hal ini bisa mengurangi ongkos perusahaan dalam investasi mesin EDC baru, dan menempatkannya di merchant mereka.

Related

Money 3728840433778194093

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item