Berdasarkan Penelitian, Bumi Sudah Pernah Kiamat Enam Kali

Berdasarkan Penelitian, Bumi Sudah Pernah Kiamat Enam Kali

Naviri Magazine - Dari hasil penelitian, ada bukti nyata atau petunjuk bahwa pernah terjadi kiamat di planet Bumi pada masa lalu. Kiamat keenam, yaitu peristiwa Capitanian, terjadi 262 juta tahun lalu.

Selama 450 juta tahun, Bumi pernah mengalami kiamat atau kematian massal (extinction events) selama 5 kali. Pengertian “kiamat” di sini bukan kiamat sebenarnya, namun kiamat ketika banyak makhluk hidup mati secara massal, dan sangat mungkin termasuk manusia, selama peristiwa-peristiwa tragis tersebut.

Bisa diperkirakan, manusia hanya tersisa beberapa juta atau bahkan beberapa ratus ribu jiwa dalam peristiwa itu. Namun manusia selalu berhasil beradaptasi dan bertahan atau survive, dan akhirnya berkembang biak kembali populasinya.

Dalam publikasi di Geological Society of American Bulletin, ilmuwan mengatakan, ada satu lagi peristiwa yang bisa disebut kematian massal, yaitu peristiwa Capitanian, yang terjadi 262 juta tahun lalu.

Dalam skala waktu geologi, Capitanian adalah usia atau tahap Permian, yang juga merupakan periode teratas atau terakhir dari tiga sub-divisi pada era Guadalupian.

Capitanian berlangsung antara 265,1 ± 0,4 dan 259,8 ± 0,4 juta tahun lalu. Hal ini didahului oleh era Wordian, dan diikuti oleh era Wuchiapingian.

Sebuah peristiwa kepunahan massal yang signifikan (kepunahan periode Akhir-Capitanian) terjadi pada akhir tahap ini, yang dikaitkan dengan anoksia dan pengasaman, atau acidification di lautan, dan mungkin disebabkan oleh letusan gunung berapi yang menghasilkan daerah yang dinamakan Emeishan Traps.

Peristiwa kepunahan ini mungkin terkait dengan peristiwa kepunahan Permian-Triassic yang jauh lebih besar, sekitar 10 juta tahun kemudian.

Penelitian di Pulau Spitsbergen, Norwegia

Dr. David Bond dari University of Hull dan timnya melakukan penelitian di Spitsbergen, pulau pada jarak 890 kilometer (553 mil) dari daratan Norwegia yang banyak beruang kutubnya, untuk membuktikan adanya “kiamat” keenam itu.

Berbekal peralatan berkemah dan senapan untuk menjaga dan menakuti beruang kutub agar pergi, tim Dr Bond membuat tiga perjalanan terpisah ke pulau itu pada tahun 2011-2013 di setiap bulan Juli, ketika terjadi siang hari selama 24 jam, dan cuaca lebih memungkinkan untuk pekerjaan lapangan.

Pulau Spitsbergen, dahulu disebut Pulau Spitsbergen Barat, adalah pulau terbesar di wilayah Svalbard, seluas 37.673 km². Pulau ini ditemukan oleh Willem Barents dari Belanda pada tahun 1596.

Willem Barents memberi nama pulau ini Spitsbergen, karena banyak puncak jagged yang tinggi. Puncak jagged tertinggi adalah Newtontoppen, setinggi 1.713 m dpl.

Di Pulau Spitsbergen, Bond dan rekannya meneliti Kapp Starostin Formation, yaitu lapisan batuan setebal 400 meter yang berada di beberapa lokasi Pulau Spitsbergen. Kapp Starostin Formation memberi petunjuk tentang kondisi 27 juta tahun dari masa Permian Tengah, masa ketika peristiwa Capitanian diduga terjadi.

Pertama, Bond harus memastikan terlebih dulu bahwa data dari lapisan batuan tersebut menunjukkan kesamaan dengan data adanya peristiwa Capitanian yang diambil dari wilayah tropis.

Kapp Starostin Formation

Kapp Starostin Formation, lapisan batuan setebal 400 meter di pulau Spitsbergen, bisa memberi petunjuk tentang kondisi 27 juta tahun sejak masa Permian Tengah.

Dengan menganalisis rasio isotop karbon dan stronsium, serta beragam logam dan polaritas magnetik, Bond berhasil mengonfirmasi bahwa lapisan batuan tersebut menunjukkan korelasi dengan lapisan batuan di wilayah tropis.

Kedua, Bond harus bisa menunjukkan adanya penurunan populasi satwa tertentu secara drastis pada waktu terjadinya kepunahan massal. Bond pun menganalisis populasi moluska sejenis kerang, yang disebut brachiopoda dan bivalvia.

Dia menunjukkan bahwa di lapisan Capitania, ternyata populasi brachiopoda mengalami penurunan hingga 87 persen! Dari hasil penelitian itu, adalah bukti nyata dan merupakan petunjuk, bahwa pernah terjadi kepunahan massal di planet Bumi pada masa lalu.

Sementara itu, pada lapisan batuan yang lebih muda, brachiopoda kembali muncul. Namun, pada pasca-kepunahan massal itu, jenis kerang bivalvia lebih mendominasi.

Menurut Bond, kepunahan massal pada kala itu terjadi karena erupsi dari Emeishan Traps, yang kini terletak di provinsi Sichuan, Tiongkok.

Fossil Brachiopoda, sejenis kerang-kerangan dalam formasi batuan di Spitsbergen, Norwegia, telah punah akibat “kematian massal” di Bumi sekitar 260 juta tahun yang lalu.

Akibat letusan dahsyat “Emeishan Traps”

Emeishan Traps adalah kawasan yang membentuk daerah yang banyak mengandung batu basalt vulkanik, atau disebut pula sebagai “daerah berbatuan beku yang luas”, dan berada di barat daya Cina, yang berpusat di provinsi Sichuan.

Daerah ini kadang-kadang disebut “Daerah Berbatuan Beku Permian Emeishan” (Permian Emeishan Large Igneous Province), atau variasi dari istilah tersebut. Nama Emeishan berasal dari nama gunung “Emei” di provinsi Sichuan, Cina.

Seperti kawasan atau daerah vulkanik berdataran tinggi lain yang juga bernama akhiran “Traps”, Emeishan Traps terdiri dari beberapa lapisan batuan beku yang terbentuk oleh letusan gunung berapi yang sangat besar. Letusan sangat dahsyat itu menghasilkan Emeishan Traps, dimulai sekitar 260 juta tahun yang lalu.

“Trap” tipe ini berdataran tinggi, karena lapisan mantel Bumi terdorong ke atas, dan dan abu vulkaniknya sampai ke lapisan atmosfir Bumi. Selain Emeishan Traps di China, ada pula Siberian Traps di Rusia dan Deccan Traps di India.

Pada masa lalu, erupsi dari Emeishan Traps telah melepaskan banyak karbondioksida, dan membuat laut mengalami pengasaman dan kekurangan oksigen yang berat, dan efeknya membuat kematian massal banyak makhluk hidup di Bumi.

Penelitian tentang peristiwa Capitanian sangat dibutuhkan, karena sejak diketahui 20 tahun lalu, peristiwa Capitanian belum dikategorikan sebagai kematian massal.

Kemudian ada kematian massal yang lebih besar dan berpaut 12 juta tahun dari peristiwa Capitanian. Peristiwa yang disebut Kiamat Permian Akhir itu memusnahkan 96 persen spesies di muka Bumi. Karena terpaut singkat, sering kali Captanian dan Permian Akhir dianggap satu.

Karena belum banyak diteliti dan minim bukti terkait dampak peristiwa itu, maka Capitanian pada saat itu juga sering dianggap hanya kiamat regional, bukan global.

Dengan hasil penelitian ini, Bond yakin bahwa Capitanian merupakan peristiwa yang terpisah dengan masa Permian Akhir. Ia juga yakin bahwa peristiwa itu bisa dikatakan kematian massal yang global.

Meski demikian, tak semua setuju bahwa peristiwa Capitanian bisa dikatakan kiamat global. Salah satunya Matthew Clapham dari University of California di Santa Cruz.

“Hilangnya beberapa lusin spesies di suatu daerah tak menjadikan sebuah peristiwa sebagai kematian massal,” katanya seperti dikutip BBC. Namun, Clapham mengakui bahwa hasil riset Bond menyuguhkan fakta yang menarik di Spitsbergen pada ratusan juta tahun lalu.

Related

Science 1313173280552393545

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item