Misteri Philosopher's Stone, Zat yang Mengubah Besi Menjadi Emas

 Misteri Philosopher's Stone, Zat yang Mengubah Besi Menjadi Emas

Naviri Magazine - Batu Filsuf (Lapis Philosophorum) adalah zat legendaris yang diharapkan bisa mengubah logam biasa (yang tidak mahal) seperti timah, menjadi emas (chrysopoeia), dan/atau digunakan untuk menciptakan ramuan yang bisa membuat manusia awet muda, juga berarti menunda kematian. Selain itu, Batu Filsuf juga dapat membuat orang yang menyentuhnya melihat orang yang telah mati.

Batu Filsuf merupakan pencarian panjang dalam alkimia Barat. Dalam pandangan alkimia spiritual, pembuatan Batu Filsuf akan memberi pencerahan pada pembuatnya, atau menghasilkan mahakarya. Juga dikenal dengan beberapa nama lain, misalnya 'Baju Pengantin Emas', 'Badan Jiwa', 'Badan Astral' dan 'Batu Hidup', atau dalam filsafat kuno dikatakan sebagai 'Jiwa Berlian'.

Penyebutan Batu Filsuf secara tertulis dapat dirunut dan ditemukan di kitab Cheirokmeta oleh Zosimos dari Panopolis (300 M). Namun, penulis sejarah alkimia menetapkan sejarah yang lebih panjang.

Elias Ashmole dan penulis anonim Gloria Mundi (1620) menyatakan bahwa sejarah Batu Filsuf kembali ke Adam yang memperoleh pengetahuan tentang batu tersebut langsung dari Tuhan. Pengetahuan ini dikatakan diwariskan kepada leluhur Alkitab, memberi mereka umur panjang. Legenda batu itu juga dibandingkan dengan sejarah Alkitab dari Kuil Sulaiman.

Akar teoritis yang menguraikan penciptaan Batu Filsuf dapat ditelusuri ke filsafat Yunani. Para alkemis kemudian menggunakan unsur-unsur klasik, konsep anima mundi, dan cerita Penciptaan, yang disajikan dalam teks-teks seperti Timaeus Plato, sebagai analogi untuk proses mereka.

Menurut Plato, empat unsur utama berasal dari sumber yang sama, atau materia prima (materi pertama), yang terkait dengan Chaos (kekacauan). Materia prima kemudian dikaitkan para alkemis untuk menamakan bahan awal untuk pembuatan Batu Filsuf.

Pentingnya materia prima dari Batu Filsuf terus bertahan melalui sejarah alkimia. Pada abad ketujuh belas, Thomas Vaughan menulis, "Materi prima dari batu filsuf adalah sama dengan materi pertama dari segala sesuatu."

Abad ke-8, alkemis Jabir bin Hayyan (dikenal oleh barat sebagai Geber) menganalisis setiap elemen klasik dalam hal empat kualitas dasar. Api adalah panas dan kering, tanah adalah dingin dan kering, air dingin dan lembap, dan udara panas dan lembap. Dia berteori bahwa setiap logam adalah kombinasi dari empat kualitas dasar tersebut, dua di antaranya ada pada eksterior dan dua lagi ada pada interior.

Dari premis ini, ia berasumsi bahwa transmutasi logam satu ke logam lain dapat dilakukan dengan penataan kualitas dasar. Perubahan ini mungkin akan dimediasi oleh zat, yang kemudian disebut Al-Iksir dalam bahasa Arab (dari sinilah istilah Elixir berasal). Zat ini sering dianggap sebagai bubuk merah kering (juga dikenal sebagai al-Kibrit al-Ahmar - belerang merah) terbuat dari batu legendaris, yaitu Batu Filsuf.

Teori Jabir didasarkan pada konsep bahwa logam seperti emas dan perak bisa disembunyikan dalam alloy dan bijih, tempat mereka bisa ditemukan oleh perlakuan kimia yang tepat.

Jabir sendiri diyakini penemu aqua regia, campuran asam klorida dan asam nitrat, salah satu dari beberapa zat yang dapat melarutkan emas (dan yang masih sering digunakan untuk penambangan emas tradisional dan pemurnian).

Abad ke-16, seorang alkemis Swiss, Paracelsus (Philippus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hohenheim), percaya pada keberadaan alkahest, yang menurutnya menjadi elemen yang belum ditemukan dari semua unsur lain (bumi, api, air, udara) yang hanya bentuk derivatifnya. Paracelsus percaya bahwa unsur ini adalah, pada kenyataannya, Batu Filsuf.

Sebuah teks mistis yang terbit pada abad ke-17, disebut Mutus Liber, tampaknya menjadi instruksi manual simbolis untuk meramu Batu Filsuf. Disebut "Buku Tanpa Kata-Kata", karena buku ini adalah koleksi dari 15 ilustrasi.

Buku ini diterbitkan di Paris pada tahun 1612 dan di London pada tahun 1624. Buku ini berisi koleksi desain yang konon ditugaskan oleh Flamel untuk tympanum pada Cimetière des Innocents di Paris. Dalam pengantarnya, penerbit menceritakan pencarian Flamel pada Batu Bertuah.

Menurut pengantar itu, Flamel telah berhasil membuat karya besar dalam hidupnya, dengan memahami teks dari buku misterius berisi 21 halaman yang telah dia beli. Pengantar tersebut mengklaim bahwa, sekitar 1378, ia melakukan perjalanan ke Spanyol untuk bantuan penerjemahan.

Dalam perjalanan kembali, ia melaporkan bahwa ia bertemu dengan seorang bijak, yang mengidentifikasi buku yang Flamel beli sebagai salinan kitab asli Abramelin Mage. Dengan pengetahuan ini, selama beberapa tahun ke depan, Flamel dan istrinya diduga berhasil menerjemahkan buku tersebut, dan meniru resep untuk membuat Batu Bertuah, memproduksi perak pertama tahun 1382, dan kemudian emas. Selain itu, Flamel dikatakan telah mempelajari beberapa teks dalam bahasa Ibrani.

Validitas kisah ini pertama kali dipertanyakan pada 1761 oleh Etienne Villain. Dan sejak itu banyak perdebatan mengenai buku Livre des figures hiéroglyphiques ini.

Flamel telah mencapai status legendaris dalam lingkaran ahli alkimia pada pertengahan abad ke-17, dengan referensi dalam jurnal Isaac Newton, “The Caduceus, the Dragons of Flammel".

Minat tentang Flamel dihidupkan kembali pada abad ke-19. Victor Hugo menyinggungnya dalam kisah The Hunchback of Notre Dame, dan Albert Pike membuat referensi ke Nicholas Flamel dalam bukunya, Morals and Dogma of the Scottish Rite of Freemasonry. Dan belakangan J.K Rowling juga menyebut namanya dalam kisah Harry Potter.

Banyak yang tidak tahu bahwa Isaac Newton, sebelum menjadi ilmuwan Fisika, berusaha dalam bidang kimia kuno ini, mencoba merubah logam menjadi emas, dan gagal. Dan ternyata dia juga mencoba membuat Batu Filsuf.

Newton terpesona oleh hasil kerja George Starkey, yang mampu mengurangi antimon logam dari bijih, stibnite, dengan memanaskan bijih pada suhu tinggi dengan potongan besi. Pemurnian lebih lanjut akan menciptakan "sinar" kristal pada permukaan logam antimon, yang kemudian disebut bintang Regulus antimon.

Starkey kemudian memadukan bintang-Regulus dengan perak atau tembaga, yang memungkinkannya untuk menggabungkan antimon dengan merkuri (air raksa). Akhirnya, ia menghasilkan "sophic merkuri" yang bisa melarutkan emas dan "menumbuhkan" sebuah bentuk seperti pohon tumbuh.

Starkey, dan Newton, percaya "vegetasi" ini adalah bukti bahwa merkuri sophic adalah kunci untuk memproduksi agen utama transmutasi, yaitu Batu Filsuf.

Newton terpesona oleh proses laboratorium yang dicatat dalam bahasa sandi oleh Starkey ini. Pada waktu itu memang para ahli kimia mencatat kerja dan penemuan mereka dengan pengkodean, agar tidak diketahui orang awam, karena masa itu pekerjaan mereaksikan unsur-unsur kimia dianggap pekerjaan tukang sihir, dan orang yang melakukannya adalah tukang sihir.

Seperti Starkey, Newton percaya bahwa mitologi Yunani dan Romawi kuno mengandung rahasia alkimia tersembunyi. Misalnya, cerita (ditemukan dalam Metamorphoses Ovid) bahwa dewa Venus dan Mars terkunci dalam pelukan terlarang, dijebak dalam jaring perunggu oleh suami Venus, Vulcan, ditafsirkan sebagai alegori untuk membuat paduan tembaga dan bintang-Regulus yang Starkey sebut sebagai "The Net."

Alkemis tradisional menggunakan nama-nama planet untuk logam. Penamaan timbal adalah Saturnus, Mars untuk besi, timah Jupiter, emas Matahari, tembaga Venus, Merkurius raksa, dan perak Bulan, sehingga mudah untuk dilihat bagaimana sebuah dongeng tentang Venus dan Mars bisa dilihat sebagai resep kimia.

Related

Science 6393584625816873240

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item