Hukum Mengonsumsi Daging Wagyu Menurut Ajaran Islam

Hukum Mengonsumsi Daging Wagyu Menurut Ajaran Islam

Naviri Magazine - Wagyu adalah ras sapi yang dibudidayakan di Jepang, dengan perawatan khusus. Daging wagyu dinilai sebagai daging sapi paling berkualitas, sehingga dijual dengan harga yang mahal.

Perawatan khusus ini meningkatkan kualitas daging sapi penuh nutrisi, membuat kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 lebih tinggi dibanding sapi lainnya, dan lemak tak jenuh yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia.

Perawatan khusus wagyu mencakup penyediaan kandang yang eksklusif, pakan pilihan yang terjaga, pemijatan otot-otot sapi, dan pemutaran musik klasik untuk menghilangkan stres pada sapi, serta pemberian minum sake atau sejenis tuak yang dipercaya dapat menambah nafsu makan sapi, meski tidak selalu.

Pertanyaannya kemudian, apa pandangan fiqih terkait aktivitas Muslim yang mengonsumsi daging wagyu yang diberi minum sake atau tuak?

Perihal hewan halal yang mengonsumsi benda kotor atau zat yang diharamkan, disinggung dalam hadits Rasulullah SAW riwayat Imam At-Turmudzi, yang menyarankan sahabatnya untuk menunda penyembelihan hewan tersebut selama beberapa hari, untuk kemudian diberikan pakan yang bersih dan halal.

Dari riwayat ini, ulama menyatakan bahwa mengonsumsi hewan yang diberi pakan benda kotor atau zat yang haram dihukumi makruh.

Syekh Abu Zakaria dalam Syarah Tahrir menerangkan sebagai berikut:

“Makruh hukumnya mengonsumsi hewan pemakan kotoran, baik itu hewan ternak, ayam, atau hewan selain keduanya. Maksudnya, kemakruhan itu meliputi anggota tubuh hewan pemakan kotoran itu, seperti susu, telur, daging, bulu, atau mengendarainya tanpa alas.

“Ungkapan ‘anggota tubuh’ lebih umum dibanding ungkapan ‘dagingnya.’ Makruh ini dikarenakan ada perubahan pada dagingnya, yang mencakup rasa, bau, dan warnanya. Menyantap daging hewan seperti ini akan tetap makruh hingga hewan ini dibiarkan hidup beberapa waktu, agar ia memakan barang-barang yang suci.

“Tujuannya tidak lain agar tubuhnya kembali bersih dengan sendirinya, tanpa bantuan sesuatu (seperti mencucinya hingga bersih).” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Tahrir dalam Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H,] juz II).

Sementara Syekh Syarqawi dalam Hasyiyah-nya menerangkan sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan ‘hewan pemakan kotoran’ ialah segala hewan yang memakan najis mutlaq (najis apa pun itu) seperti tinja.” (Lihat Syekh Abdullah As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H,] juz II).

Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa konsumsi wagyu tetap halal dengan makruh bila hingga masa penyembelihannya sapi itu tetap diberi minum sake atau tuak.

Tetapi bila sebelum penyembelihannya dalam jangka waktu tertentu sapi itu disterilisasi dengan penghentian pemberian minum sake, maka daging wagyu itu tetap halal tanpa makruh.

Menurut informasi, Jepang beberapa tahun belakangan juga membudidayakan wagyu dengan perawatan khusus tanpa pemberian minum sake.

Related

Moslem World 3844709309373768742

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item